16: Mie dan Hujan

1.7K 297 13
                                    

Cuaca mendung di luar kafe tempatnya berada sangat berkebalikan dengan perasaan Lyra sekarang. Di depannya, salah seorang investor dari perusahaan lain baru saja menandatangani kontrak investasi untuk perusahaan tempatnya bekerja. Seharusnya ini sudah menjadi tugas bosnya, tapi ternyata tadi pagi bosnya itu ada kesibukan lain di luar kota. Dan kini Lyra lah yang ditunjuk sebagai perwakilan.

"Terimakasih untuk kerjasamanya" ucap Lyra seraya tersenyum sopan menerima buku kontrak dari investor tersebut.

"Sama-sama. Saya harap perusahaan anda tidak akan membuat saya menyesal"

Lyra tersenyum penuh keyakinan. "Tentu, anda tidak akan menyesal"

Johnny Seo ---investor tersebut, ikut tersenyum lalu menyesap ice americano-nya dengan tenang. Jam Rolex di pergelangan kirinya sejenak membuat Lyra terpana, belum lagi setelan mahal seharga puluhan juta nampak kontras dengan blouse pink seharga ratusan ribu yang kini Lyra kenakan. Hanya dengan sekali lihat, investor di depannya ini pasti bukan orang biasa.

Entah bagaimana caranya bosnya itu berhasil mendapatkan investor sehebat ini, padahal perusahaan mereka saja terancam bangkrut. Tentu sebuah keputusan besar yang dilakukan Johnny Seo untuk berinvestasi di perusahaannya, Lyra bersyukur akan hal itu. Setidaknya dia tidak jadi mencari perusahaan lain jika saja dia diPHK secara mendadak, mengingat perusahaan tempatnya bekerja memang sedang tidak stabil akhir-akhir ini.

Untung ada Johnny.

"Saya ada rapat sebentar lagi, kalau begitu saya permisi dulu"

Johnny berdiri, diikuti sekretaris cantik di sisi kirinya yang juga ikut berdiri. Melihat keduanya Lyra jadi ikutan berdiri, tidak lupa melepaskan satu senyuman manis pada pria di depannya itu.

"Mau saya antar ke depan?" Tawar Lyra.

Johnny tersenyum, menolak.
"Ah, tidak perlu"

"Baiklah kalau begitu. Hati-hati di jalan"

Lyra sedikit menunduk sebagai bentuk kesopanan hingga kedua orang itu sudah tidak kelihatan lagi. Matanya kemudian berpindah pada kontrak mereka yang diletakkan di atas meja, lalu memasukkannya ke dalam tas guna menjaga agar tidak sampai hilang.

Ponsel di genggamannya bergetar, rupanya ada panggilan telpon dari Renjun.

"Ra, masih di kafe tadi?" Tanya Renjun to the point.

Sebelumnya dia memang sempat memberitahu Renjun perihal keberadaannya saat Pria Huang itu bertanya, entah apa maksudnya.

"Masih. Kenapa?"

"Udah selesai kan? Yuk pulang, gue antar"

"Hah? Emang lo di mana?"

"Depan kafe yang lo maksud"

Mendengar itu, Lyra langsung mengambil tasnya dan berjalan terburu-buru keluar dari kafe. Dan benar saja, di samping mobil merah mengkilap itu ada Renjun yang tengah bersandar sambil memegang ponsel. Sebelah tangannya terangkat untuk menyapa Lyra yang kontan mendengus.

Wanita itu mematikan sambungan telpon mereka lalu berjalan menghampiri Renjun yang langsung mengubah posisi berdirinya jadi lebih tegak.

"Bos macam apa yang kerjaannya keliaran kayak pengangguran gini?" Sindir Lyra sambil melipat tangan di dada. "Katanya ada kesibukan di luar kota, kok bisa di sini?"

"Udah selesai kok, ini baru juga balik"

Huang Renjun, teman semasa kuliahnya ini ternyata keponakan dari bosnya terdahulu. Sekaligus anak tunggal pemilik perusahaan tempatnya bekerja sekarang. Ya siapa yang akan menduga kalau teman dekatnya ini ternyata bakalan jadi bosnya di masa depan, dunia benar-benar sempit.

My Beloved Son ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang