"Mantan"
"APA??"
"Gue, mantan pacar buna lo"
Butuh waktu beberapa detik bagi Jisung untuk mencerna kalimat Renjun barusan, Jisung hanya takut apa yang ia dengar adalah kesalahan.
"Kok bisa??" Dan respon Jisung selanjutnya adalah sebentuk ketidakpercayaan. "Kok buna mau sama om Injun?"
Alis Renjun berkedut tidak suka dengan penuturan Jisung barusan. "HEH! Jangan salah ya, gini-gini gue ganteng tau? Muka gue juga awet muda alias baby face, kalau gue ngaku masih anak SMA juga orang-orang bakalan percaya. Apalagi gue orangnya baik hati dan tidak sombong, jelas lah Lyra mau sama gue"
"Halah, palingan juga karena buna dipelet sama Om Injun. Nih ya, kalau Jisung jadi buna, nggak bakalan deh mau jadi pacarnya om Injun. Udah galak, suka ngegas, cerewet, kerjaannya marah-marah, nyebelin---"
"GUE NGGAK PERNAH PAKE PELET YA ENAK AJA LO MAIN ASAL NUDUH!"
"Kan, kan, ngegas kan? Marah-marah lagi kan? Ya dipikir aja emang ada cewek yang mau sama Om Injun kalau galak gini??"
"Lo tuh--- hiiihhhh" Renjun mulai kehabisan kesabaran, tapi masih cukup waras menahan tangannya untuk tidak kelepasan mencekek leher Jisung. "Lo punya dendam apa sih sama gue hah gue tanya?!"
Kedua bahu Jisung terangkat tidak perduli, sementara wajahnya super duper menyebalkan menurut Renjun. "Kalau orang bisa mencintai orang lain tanpa alasan, berarti Jisung juga bisa dong membenci Om Injun tanpa alasan?"
"Ngaco! Teori darimana itu?"
"Teori dari Jisung lah" anak itu mengibaskan tangannya di depan wajah. "Kembali ke topik awal tentang Om Injun dan Buna di masa lalu. Berapa lama waktu itu kalian pacaran?"
Renjun yang masih emosi itu harus menarik dan menghembuskan napasnya terlebih dahulu sebelum menjawab. "Setengah tahun, gue rasa"
"Sebentar amat"
"Kami lebih nyaman jadi teman"
"Bilang aja peletnya udah kadaluwarsa" celetuk Jisung dengan mulut kurang ajarnya.
"HEH! PARK JI---"
"Sssttt... Ngegas mulu si om emang nggak cape?!"
Renjun langsung terdiam. Lagipula Jisung benar, Renjun cape marah-marah dan emosi terus daritadi. Memang tidak seharusnya kedua orang ini berada di satu ruangan yang sama lebih dari lima menit tanpa ada yang menjadi penengah seperti yang biasa Lyra lakukan.
"Eh tapi Jisung heran deh dari dulu"
"Apaan?!"
"Om Injun kok ngomong lo-gue terus ke Jisung?"
"Kenapa? Lo nggak suka?"
Jisung menggeleng, kemudian menyambung. "Biasa aja, cuma ngerasa aneh karena biasanya orang seumuran om Injun kalau ngajak Jisung bicara pasti pakai aku-kamu. Om Injun doang yang beda"
Jujur saja, Renjun sudah mulai lelah menghadapi Jisung. Mungkin setelah ini Renjun perlu periksa ke dokter karena takut dia bakalan darah tinggi. Bicara dengan Jisung benar-benar menguras emosi dan tenaganya.
"Gue jelasin nih ya. Pertama, karena gue nggak merasa setua itu untuk dipanggil Om"
"Cih, nggak sadar diri udah bangkotan juga"
"LO BISA NGGAK SIH SEHARI AJA NGGAK BIKIN GUE EMOSI??!!!"
Remaja laki-laki itu mengangguk-angguk tanda mengerti, mengabaikan keluhan disertai emosi Renjun barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Son ✓
FanfictionIn another life [ Son From The Future ] "Kamu sayang banget ya sama buna?" "Iyalah! Buna itu hidup dan matinya Jisung" anak laki-laki itu menarik ingusnya, sebelum melanjutkan ucapannya. "Jadi jangan pergi, jangan pernah pergi dari hidup Jisung." St...