55: Bukan Mimpi

1.1K 214 2
                                    

Bangku tunggu di rumah sakit jadi tujuan Jisung sekarang.

Langkahnya yang berat ia geret paksa agar bisa sampai kesana. Beberapa kali ia nyaris jatuh sambil memegangi kepalanya yang mendadak pusing, Jisung baru ingat kalau ia belum sepenuhnya sembuh dari sakit.

Setelah melepas paksa infusnya dan pergi ke bandara, tujuan Jisung selanjutnya adalah rumah sakit yang tadi juga sempat disebutkan oleh si pembaca berita di TV. Letak rumah sakitnya adalah yang terdekat dengan bandara, maka dari itu dijadikan rujukan untuk menampung korban dari kecelakaan pesawat tadi.

Jisung mendudukkan dirinya di bangku yang terbuat dari besi itu, disusul oleh Yuna yang tidak hentinya memandang Jisung khawatir. Sementara Junkyu tidak kelihatan batang hidungnya, entah pergi kemana.

Keduanya tidak saling bicara. Yuna tidak tau lagi harus berkata apa karena menurutnya itu tidak cukup berguna untuk menenangkan Jisung, sementara si pemuda Park masih enggan membuka mulut. Pikirannya kalut, suara di sekitarnya teredam oleh bisingnya pikirannya sendiri.

"Tidak ada pasien bernama Kim Lyra dan Huang Renjun disini. Namun ada sekitar dua puluh orang lagi yang masih dalam tahap pencarian dan identifikasi. Mungkin nama yang anda sebut adalah salah satunya"

Itu adalah jawaban dari salah satu resepsionis rumah sakit saat Jisung bertanya perihal Lyra juga Renjun.

Bukan jawaban memuaskan pastinya, justru karena itulah perasaan Jisung jadi semakin tidak karuan.

Ponsel di genggamannya menampilkan layar panggilan ke Lyra. Meski kemungkinannya kecil, Jisung tetap mau berharap kalau sang buna akan menjawabnya.

Harapan yang sia-sia, karena nyatanya ia hanya membuang-buang waktu saja.

"Buna juga nggak akan ninggalin Jisung kan?"

"Emang buna bakalan kemana sih?"

"Ya kemana gitu. Pokoknya jangan ya, jangan pernah pergi ninggalin Jisung. Atau nggak Jisung bakalan marah sama buna"

"Jisung cuma punya buna. Kalau buna nggak ada, Jisung sendirian"

"Buna nggak akan pergi, Jisung."

"Bohong, buna bohong"

Meski sudah lewat berbulan-bulan yang lalu, Jisung masih ingat dengan jelas perkataan Lyra malam itu. Lyra berkata padanya tidak akan pernah pergi meninggalkan Jisung, namun sepertinya itu hanya sekedar kata-kata.

Karena pada akhirnya Lyra juga  meninggalkannya, sama seperti Ayah.

"Jisung.."

Yuna menggenggam tangan Jisung yang kembali tremor, ketakutannya meningkat tajam dari sebelumnya. Dan itu membuat Yuna semakin khawatir.

My Beloved Son ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang