Shoot
Bola berwarna oranye itu berhasil masuk ke dalam ring. Jisung tersenyum senang sementara napasnya naik turun, dia kelelahan setelah kurang lebih empat puluh lima menit ini bermain basket bersama Yuna.
Sudah Jisung duga sebelumnya kalau gadis itu cukup lihai dalam permainan yang satu ini, skornya saja lebih banyak ketimbang Jisung yang hanya berhasil memasukkan bola sebanyak enam kali ke dalam ring. Dirinya memang tidak terlalu jago bermain basket, tapi kalau ditanya apakah bisa ya jawabannya adalah bisa. Setidaknya setiap seminggu sekali saat pelajaran olahraga berlangsung Jisung bakal ikutan teman sekelasnya main basket di lapangan, kadang juga futsal sih.
Beda sama Yuna yang setau Jisung, gadis Shin itu masuk ke tim basket cewek di sekolah. Jisung juga sering melihat Yuna bermain basket bersama teman perempuannya yang lain saat jam olahraga, kebetulan kelas Yuna dan Jisung itu pelajaran olahraganya di hari dan jam yang sama. Jadi sengaja digabung gitu kelasnya.
"Gue nggak duga ternyata permainan lo bagus juga"
Puji Yuna sambil duduk menselonjorkan kaki di tengah lapangan, persis di samping Jisung yang memilih rebahan. Napas pemuda Park itu masih naik turun teratur dengan keringat yang membanjiri keningnya, tidak beda jauh dengan Yuna.
"Biarpun begitu tetap lo yang menang" cibir Jisung, sementara Yuna hanya terkekeh.
Gadis itu ikutan merebahkan tubuhnya di samping Jisung, mengabaikan tempat yang mereka jadikan alas ini bukanlah tempat yang bersih. Tapi biarlah, sudah senyamannya mereka saja. Lagipula dengan posisi sekarang ini mereka bisa leluasa menatap hamparan langit yang berhias bintang di atas sana, sayangnya sang bulan tidak terlalu keliatan meski cahayanya tetap nampak.
"Yuna"
"Hm?"
Jisung menggigit bibir bawahnya, pemuda itu hendak bertanya tapi terlalu takut jikalau nantinya menyinggung perasaan Yuna.
"Kenapa, Jisung?" Tanya Yuna karena pemuda itu tidak kunjung mengutarakan alasan memanggil namanya tadi.
"Eum.. nggak jadi deh"
"Ish, gue udah penasaran. Buruan ngomong!"
"Itu.. masalah orang tua lo. Gimana?"
Jisung bisa merasakan bahwa Yuna yang kini rebahan di sampingnya nampak menegang. Gadis itu menarik dan menghembuskan napasnya terlebih dahulu sebelum menjawab,
"Makin buruk, gue rasa"
Kening Jisung mengernyit. "Kok gitu? Saran dari gue waktu itu--"
"Udah, gue udah ngomong semuanya sama mereka" potong Yuna sebelum Jisung selesai bicara. "Tapi ternyata itu justru buat mereka saling diam. Hampir sebulan ini gue nggak pernah lagi liat mereka berantem, nggak tau deh kalau gue nggak ada gimana. Yang jelas mereka kayak orang asing sekarang, serumah tapi nggak saling menyapa. Gue pikir udah nggak ada harapan lagi, memang sudah seharusnya mereka cerai aja. Itu lebih baik ketimbang mereka bertahan demi gue tapi nyatanya cuma karena terpaksa. Gue nggak mau bersikap egois buat mertahanin semuanya, karena gue tau ending-nya nggak akan ada yang bahagia disini"
Pandangan Jisung yang awalnya berpusat ke langit malam itu justru berpindah pada Yuna, memandangi side profile dari gadis yang kini tengah tersenyum. Matanya lurus ke depan, mungkin merasa terhibur dengan betapa indahnya langit malam hari ini. Meski jauh di dalam sana Jisung tau kalau Yuna pasti sedang tidak baik-baik saja.
"Jadi... Lo lepasin mereka?"
Jisung bertanya, namun matanya masih belum lepas dari wajah Yuna. Dan rupanya gadis Shin itu masih belum menyadarinya juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Son ✓
FanficIn another life [ Son From The Future ] "Kamu sayang banget ya sama buna?" "Iyalah! Buna itu hidup dan matinya Jisung" anak laki-laki itu menarik ingusnya, sebelum melanjutkan ucapannya. "Jadi jangan pergi, jangan pernah pergi dari hidup Jisung." St...