51: Kecurigaan Jisung

1K 198 23
                                    

Kepulan asap putih yang berasal dari rokok di tangan Jisung mencemari udara di sekitarnya.

Saat ini si pemilik mata sipit itu tengah berada di rooftop sekolah, mengasingkan diri dari keramaian dan hanya bertemankan dengan rokok yang terjepit di antara jari telunjuk dan tengahnya.

Jisung tau, dia bakalan dimarahi habis-habisan kalau Lyra sampai mengetahui hal ini. Wanita itu paling​ tidak suka orang yang merokok juga tidak bisa menghirup asap rokok. Masih lekat di ingatan Jisung dua tahun lalu saat dirinya masih berada di kelas dua SMP, itu jadi kali pertama dan terakhirnya Jisung merokok.

Awalnya sih karena dipaksa oleh kakak kelasnya, dan karena Jisung takut bakalan kena masalah jika menolak maka dari itu ia menurutinya. Toh, hanya merokok kan? Tidak jadi masalah karena teman-teman seusia dirinya pun melakukan hal yang sama.

Tapi Lyra tidak berpikir begitu.

Saat tau Jisung merokok, itu karena aroma rokok yang khas menempel di seragam Jisung, Lyra langsung marah besar. Wanita itu memarahinya habis-habisan disertai kekhawatiran tentang kemungkinan terburuk yang akan membayangi seorang perokok jika sudah sangat kecanduan. Jisung yang masih sangat polos pun menjadi takut, sejak saat itu dia berjanji tidak akan pernah lagi menyentuh benda sejenis itu bahkan jika dipaksa sekalipun.

Tapi hari ini, Jisung mengingkari janjinya. Meski sesekali terbatuk karena dia belum sepenuhnya mahir menghisap rokok, tapi Jisung rasa dengan melakukan hal ini bisa membuat dirinya sedikit lebih tenang.

"Ternyata disini"

Jisung sukses dibuat kaget saat mendapati kepala Yuna menyembul dari balik pintu masuk rooftop, lalu berjalan santai menghampiri dirinya.

Gadis itu tersenyum cerah, secerah matahari yang kini membuat mata Jisung silau hingga terpaksa menyipit sampai tubuh Yuna benar-benar ada di hadapannya. Setelah itu si gadis  duduk di sebelah Jisung dan membiarkan kakinya menggantung di udara.

"Woah, gue baru sadar ternyata serem juga"

Yuna bukan pengidap acrophobia ataupun masalah yang berhubungan dengan ketinggian, tapi rasanya merinding juga saat melihat ke bawah.

Kalau jatuh dari gedung empat lantai kira-kira bakalan mati nggak?

Itu yang Yuna pikirkan.

Buru-buru dia menarik kakinya dan lebih memilih untuk duduk bersila, Yuna rasa itu lebih aman. Sambil sesekali menyelipkan anak rambut ke belakang telinga, sebab angin di atas sini cukup kencang, Yuna bertanya pada Jisung.

"Lo nggak takut ketinggian?"

"Nggak terlalu, gue baru menyadarinya hari ini. Padahal dulu pas diajak ke amusement park naik Viking aja gue hampir pingsan saking takutnya"

Yuna mengangguk mengerti sambil diam-diam berdecak kagum karena ia rasa, tidak semua orang bisa mengatasi rasa takutnya sendirian.

"Oh iya, surat yang lo cari kemarin gimana? Ada?"

Pemuda Park itu mengangguk, tangannya merogoh ke saku baju dan mengeluarkan kertas putih lusuh dari sana lalu memberikannya pada Yuna.

"Ewh, kok baunya gini?" Yuna memegang kertas itu sambil menjepit hidungnya saat menyadari bau tidak sedap yang tercium berasal dari sana.

"Gue dapat di tempat sampah belakang, untung belum sempat dibakar"

"Astaga, lo niat banget"

Meski sebenarnya cukup jijik karena baunya benar-benar seperti sampah, Yuna tetap membuka lipatan kertas yang ia yakini asalnya berwarna putih tapi sekarang lebih terlihat seperti krem itu, dan mencoba untuk  menemukan petunjuk dari suratnya. Tapi bahkan sampai tiga kali membaca, Yuna sama sekali tidak menemukan petunjuk apapun selain surat izin yang biasanya dibuat saat tidak masuk sekolah.

My Beloved Son ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang