Jisung bermimpi indah tadi sore, sangat indah ia rasa.
Di sana, ia bertemu dengan Lyra. Jisung tidak mengatakan apa-apa dan hanya berlari menghampiri wanita itu sebelum akhirnya memeluknya seerat yang ia bisa, Jisung bahkan sampai menangis karena mimpi itu terasa benar-benar nyata baginya.
Lyra yang ada di hadapannya saat itu terlihat baik-baik saja tanpa kurang satu apapun, wanita itu juga tersenyum padanya sambil mengusak rambut Jisung dengan kelembutan tangannya.
"Mau sampai kapan peluknya?" Tanya Lyra sambil terkekeh.
Jisung menggeleng kuat-kuat. "Nggak tau, nggak ada rencana buat ngelepas"
"Tapi kaki buna sakit berdiri lama-lama"
Hm, benar juga. Karena Jisung merasa kasihan jadi dia lepaskan dulu pelukannya sebentar, kemudian menarik pergelangan tangan Lyra menuju sofa lalu duduk disana.
Begitu mereka sudah duduk bersisian, Jisung ambil tangan bunanya untuk ia genggam. Jisung juga meminta maaf atas ucapannya malam itu bahwa dia tidak bermaksud membentak sang buna, Jisung hanya kelewat lelah lalu kelepasan. Sungguh dia menyesal.
Tapi ternyata Lyra tidak begitu ambil pusing, wanita itu mengerti bahwa wajar jika Jisung sampai marah karena urusannya selalu diikut campuri. Maka dari itu Lyra akan mencoba untuk lebih mengerti Jisung, apa yang dia suka dan apa yang tidak dia suka, Lyra akan memahaminya. Meskipun Jisung adalah anaknya, tidak seharusnya Lyra terlalu memaksa Jisung untuk menceritakan masalahnya jika memang Jisung nya yang tidak mau.
Kurang lebihnya seperti itu, sebelum akhirnya Jisung terbangun di atas sofa rumahnya.
Dia menoleh ke sekitar, masih sepi seperti sedia kala. Perasaan sedih mulai menguasainya sekarang, rasanya Jisung ingin menangis sebab apa yang dia harapkan adalah sebuah kenyataan tapi ternyata hanyalah sekedar mimpi.
"Udah bangun? Ayo makan malam sama buna"
Jisung tersentak di tempatnya, ia pikir dia hanya sendirian di rumah ini tapi ternyata----
"Buna kok disini?"
Saking kagetnya Jisung sampai melotot hingga kebukaan maksimal, tidak lupa memandangi bunanya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Begitu terus sampai Lyra merasa risih.
"Rumah buna kan emang disini?"
"Nggak, maksud Jisung---"
"Oh" Lyra mengangguk paham. "Kamu pasti bingung ya kenapa buna baru pulang sekarang? Maaf ya, rencananya kami emang perginya tiga hari eh keterusan sampai seminggu. Om Injun tuh katanya mau liburan dulu sekalian"
Hah? Apa? Bunanya bicara apa?
Jisung mendadak pusing. Dia menepuk-nepuk kepalanya mencoba untuk menyadarkan diri, tapi ia rasa ini bukan mimpi sebab Jisung bisa merasakan sakit saat tangannya mengenai kepala.
Jadi.. yang tadi itu bukan mimpi?
"Buna.."
"Ya?"
"Jisung nggak paham"
Kening Lyra mengerut dalam, tangannya yang semula sibuk menata piring di atas meja makan mendadak terhenti.
"Apanya?""Kok buna bisa ada disini?"
"Kan tadi--"
"Nggak" Jisung menggeleng tegas, dia berjalan ke meja makan lalu duduk di kursi berhadapan dengan Lyra. Dengan begitu Jisung bisa melihat wajah bunanya dengan sangat jelas.
"Bukannya waktu itu... buna mengalami kecelakaan pesawat? Iya kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Son ✓
FanfictionIn another life [ Son From The Future ] "Kamu sayang banget ya sama buna?" "Iyalah! Buna itu hidup dan matinya Jisung" anak laki-laki itu menarik ingusnya, sebelum melanjutkan ucapannya. "Jadi jangan pergi, jangan pernah pergi dari hidup Jisung." St...