Keesokan harinya Jisung terbangun dengan kepala berat, suhu tubuhnya juga lebih tinggi ketimbang biasanya. Kalau dilihat dari ciri-cirinya sepertinya Jisung akan terserang demam.
Remaja laki-laki itu duduk di ranjangnya dengan hembusan napas berat, hal yang baru Jisung sadari pula adalah napasnya terasa panas.
Diletakkannya punggung tangan ke atas kening, memeriksa suhu tubuhnya sendiri tanpa bantuan termometer karena Jisung tidak memilikinya. Sehingga ia hanya mengira-ngira saja apakah suhu tubuhnya memang tinggi atau hanya perasaannya saja. Tadi sepertinya tidak, Jisung rasa ia memanglah demam sebab badannya juga agak tidak enak hari ini. Terasa pegal dan sakit di sana sini. Mungkin karena terlalu lelah, Jisung jadi kurang memperhatikan kesehatan tubuhnya sendiri.
'Huft, auto disuruh makan bubur lagi nih'
Begitu pikirnya.
Ngomong-ngomong bubur, Jisung jadi teringat Lyra serta apa yang terjadi tadi malam. Rasa bersalahnya timbul seketika saat ia mengingat bagaimana air mata sang buna jatuh begitu ia berjalan melewatinya, dan Jisung rasa ia memang sudah sangat keterlaluan semalam. Sesegera mungkin, Jisung harus meminta maaf pada Lyra.
Maka disibaknya selimut yang semula menutupi badan, Jisung sukses dibuat mengernyit saat kaki telanjangnya menginjak lantai yang dingin. Pemuda itu pergi ke luar kamarnya untuk mencari Lyra, biasanya kalau pagi begini wanita itu pasti berada di dapur sedang berdiri menghadap kompor.
Tapi hari ini tidak begitu, Jisung tidak menemukan bunanya ada disana. Padahal hari ini hari minggu, tidak mungkin bunanya pergi pagi-pagi sekali bukan?
"Buna"
Jisung mencari Lyra di kamar mandi, tapi hasilnya nihil. Pemuda itu kemudian mencari ke halaman belakang lewat pintu dapur, tapi nyatanya Lyra tidak ada disana juga. Tadinya mau Jisung cari ke atas tempat biasa Lyra menjemur pakaian, namun saat melewati kulkas besar di dapur rumahnya langkah Jisung langsung terhenti seketika. Anak itu baru sadar akan adanya sticky notes yang menempel di pintu kulkas.
Jisung ambil kertas berwarna kuning cerah itu dan langsung menemukan tulisan rapi Lyra yang begitu Jisung kenal.
Buna sama Om Injun ada urusan kerja di Osaka, mungkin sekitar 3 hari. Jam 10 ini kami harus udah take off, jadi buna buru-buru ke airport maaf nggak sempat bangunin kamu.
Jaga rumah ya, uang jajan sama makan udah buna taruh di atas kulkas.Buna pamit, dan maaf buat yang tadi malam...
Buna :)
Begitu kira-kira tulisannya.
Jisung mendengus lalu meremas sticky notes tadi dan membuangnya ke tempat sampah terdekat. Ia hanya perlu mengambil amplop di atas kulkas yang berisi beberapa lembar uang kemudian kembali naik ke kamarnya, mood Jisung mendadak buruk sekarang.
"Seharusnya buna bangunin Jisung dulu sebelum pergi!"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Son ✓
Fiksi PenggemarIn another life [ Son From The Future ] "Kamu sayang banget ya sama buna?" "Iyalah! Buna itu hidup dan matinya Jisung" anak laki-laki itu menarik ingusnya, sebelum melanjutkan ucapannya. "Jadi jangan pergi, jangan pernah pergi dari hidup Jisung." St...