"Kalau suatu hari nanti nama Jisung berubah menjadi Huang Jisung, menurut lo gimana Ra?"
Tidak ada jawaban dari pertanyaan itu.
Sebelum Lyra sempat merespon pertanyaannya, Renjun sudah lebih dulu memutuskan sambungan. Entah kenapa ia malu, juga takut kalau semisal jawabannya tidak sesuai ekspetasi.
Renjun sadar umurnya sudah tidak bisa dikatakan muda lagi, tapi kenapa jantungnya berdegup norak dengan wajah memanas begitu mengingat akan apa yang ia lontarkan pada Lyra barusan.
Astaga, ini memalukan. Seharusnya Renjun tidak selancang itu dan tetap menyimpan pertanyaannya sampai ia menemukan waktu yang tepat untuk mengutarakan. Yang tadi itu terlalu cepat, juga terlalu lancang. Renjun takut hubungan mereka akan berubah canggung setelah ini.
Ah, jangan sampai itu terjadi.
"Om Injun ngomong sama siapa?"
Huang Jisung. Ah, maksudnya Park Jisung, berjalan menghampiri Renjun yang masih setia berdiri menghadap kompor. Rambut Jisung awut-awutan, kaus hitam polosnya kusut dengan wajah si anak yang ketara sekali baru bangun tidur. Jisung bahkan belum mandi, Renjun juga sama sih belum mandi. Akhir pekan begini untuk apa mandi terlalu pagi? Toh dia tidak akan pergi kemana-mana, mandi sehari sekali juga sudah cukup.
Ditambah lagi, Bundanya tidak sedang berada di rumah. Jadi Renjun tidak perlu mendengar ceramahan panjang tentang dirinya yang mandi sehari sekali juga kadang bangun di atas jam sepuluh pagi di akhir pekan.
Tapi hari ini Renjun tidak bangun di jam tersebut. Renjun sudah bangun di jam setengah delapan pagi, jauh lebih cepat ketimbang biasanya. Padahal ini akhir pekan.
Lantas apa yang dilakukan Renjun bangun sepagi ini disaat minggu-minggu sebelumnya selalu bangun siang?
Ya membuat sarapan lah, Renjun kan sedang ada tamu sekarang.
Atau mungkin lebih tepatnya pengungsi?
"Sebentar, kayak ada bau gosong"
Hidung bangir Jisung mengendus-endus, sembari mencari darimana bau gosong tersebut berasal. Rupanya setelah diselidiki, baunya berasal dari wajan yang berada di kompor yang menyala.
"Om, telurnya!!"
Setelah beberapa saat kewarasannya menghilang sebab terlalu malu dengan apa yang ia ucapkan tadi pada Lyra, Renjun kembali ke kenyataan dan langsung buru-buru mematikan kompor.
Mengerikan sekali. Telur ceplok yang seharusnya berwarna putih dengan kuning di bagian tengahnya itu justru berubah warna jadi hitam, mirip arang dengan bau yang tidak sedap.
Astaga, Renjun. Kamu mikir apa sih tadi?
Dan itu juga yang jadi pertanyaan Jisung beberapa detik lalu, anak itu memandang sangsi pada sosok Huang Renjun yang hanya bisa meringis sambil menggaruk tengkuknya.
Konyol. Ini tidak seperti Renjun yang biasanya.
"Gue bikinin telur yang baru deh"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Son ✓
Fiksi PenggemarIn another life [ Son From The Future ] "Kamu sayang banget ya sama buna?" "Iyalah! Buna itu hidup dan matinya Jisung" anak laki-laki itu menarik ingusnya, sebelum melanjutkan ucapannya. "Jadi jangan pergi, jangan pernah pergi dari hidup Jisung." St...