14. sebuah mimpi (5)

399 47 0
                                    

"Park Jihoon" Panggil sang eomma yang langsung membuatnya menghampiri Jennie, anak itu memang sangat menyayangi ibunya, terbukti dengan tangguhnya dia berjuang menentang keputusan istana untuk mencabut gelar ibunya sebagai Gongju karena tak mau bercerai dengan ayahnya, hal ini termasuk dalam sebuah ketidak adilan untuk sang ibu dan ia tidak terima dengan itu,

dengan gagah berani bocah berumur 9 tahun itu mengangkat pedang dan berperang melawan belati ketidak adilan yang mengarah dan mengancam keselamatan sang ibu,

Beruntung semua cepat berakhir dengan batalnya pencabutan gelar Jennie sebagai Gongju dan semua kembali normal, mungkin hanya tinggal sedikit perang dingin yang tersisa seperti yang saat ini dialami oleh kedua orang tuanya,

"Nee, ada apa eomma Membutuhkan sesuatu?" Tanyanya pada sang ibu yang saat ini tengah memetik sayuran di temani oleh Jeandara, gadis mungil itu memakai cadar yang menutupi separuh wajahnya sekarang,

Saat Jimin bertanya siapa gadis yang ada di rumahnya, Rose beralasan jika gadis itu adalah keponakan jauh dari Yoongi maka dari itu Jimin percaya, jangan mengutuk Rose atas alasan bodohnya, karena itu adalah ide dari nyonya Jeon yang terhormat,

"Kemarilah dan bawa keranjang sayuran nya, berikan pada pelayan" Perintah Jennie, ia sangat bersemangat untuk memetik hasil kebunnya padahal sore ini gerimis turun, Rumah keluarga Park terbilang besar dan nyaman memiliki banyak kamar dan beberapa pelayan yang siap membantu,

"Jean-ah tolong bantu oppa bawa ini nee? Ini ugh,, sangat berat"

"Yaa oppa adalah laki-laki kenapa meminta bantuan pada gadis? " alih-alih merasa tersinggung Jihoon malah tertawa mendengar pertanyaan adiknya

"Jean, dengarkan oppa, perempuan adalah makhluk yang lembut tapi memiliki sifat ingin dibutuhkan, dan itu adalah caraku menghargai sebuah hubungan dengan membangun kerja sama denganmu atau dengan ibu, kerja sama adalah awal yang baik untuk membentuk suatu hubungan yang baik pula" Jelas Jihoon dan lagi Jennie tersenyum bangga, ia merasa berhasil dalam mendidik putranya,

Tak tau bila diam-diam Park Jimin mendengarkan dengan jelas apa yang di ucapkan anak laki-laki nya, bila benar cara laki-laki membangun sebuah hubungan adalah kerjasama, berarti harus ada kepercayaan di dalam kerjasama itu dan bila sebuah kepercayaan sudah perlahan timbul maka rasa saling menghargai juga akan segera datang,

Seperti awal dari rumah tangganya dengan Jennie, dalam sebuah rumah tangga harus ada yang namanya kerjasama, kepercayaan dan saling menghargai, 3 asas dasar terpenting yang telah lama keluarga kecilnya tinggalkan berawal dari rasa kecewanya pada keluarga bangsawan membuat sudut pandangnya terhadap sang istri juga perlahan berubah, tidak ada lagi cinta dan kehangatan yang pernah Jennie banggakan dulu, hanya tersisa kilat tajam dan hawa dingin yang terasa,

Lalu apa yang selama ini Jimin perbuat?, hanya satu orang yang dapat menjawabnya yaitu Jennie sendiri atau lebih tepatnya hati sang Istri,

akankah ia luluh? tidak semudah itu, harga diri adalah prinsip hidup Jimin yang benar-benar harus ia tegakkan, harga diri adalah hal yang harus benar-benar ia jaga, sebagai seorang laki-laki dalam artian Jimin adalah ksatria yang harusnya di hormati atas perjuangannya bukan malah mendapat penghinaan atas apa yang telah ayahnya korbankan,

"Jennie" Jimin langsung mendatangi istrinya setelah melihat Jihoon dan Jean pergi menuju dapur,

"Yaa, annyeong" Sapanya di sertai bungkukan untuk menghormati suaminya, seberapapun buruk komunikasi mereka Jennie tidak akan melupakan sopan santun nya,

"Kau dapat undangan dari istana, Ibusuri ingin bertemu denganmu" Kebetulan sekali ada hal yang ingin ia tau lebih dalam soal apa yang selama ini di sembunyikan ibunya, apa ibunya adalah dalang dari semua ini?

"Kamsahamnida,,, oppa"

deg

Sesuatu mengganjal tepat pada kerongkongan Park Jimin, sudah lama sekali ia tidak mendengar panggilan itu dari istrinya, yaa jujur saja hatinya menjadi sedikit bercahaya bahkan pipinya juga ikut bersemu,

"di,,dimana chanyeol hyung? bukankah dia sudah kembali?" tanya Jimin hangat, tidak seperti hari sebelumnya,

"Chanyeol oppa sedang mengunjungi Rose,, Rose belum tau jika chanyeol oppa kembali hari ini" benar juga kakaknya pasti mengunjungi si bungsu yang manja itu,

"baiklah ayo masuk gerimis semakin deras" Jennie menurut dengan senyuman manis di bibirnya, semoga ini adalah awal yang baik 🙂

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

kriet

Pintu utama rumah keluarga Jeon terbuka lalisa bersenandung riang membawa sekantung buah-buahan yang ia dapat dari rumah kakaknya, tinggal jauh dari orang tua membuat mereka sangat dekat, orang tua mereka adalah saudagar kaya, setelah pernikahan Jung Hoseok, orang tua mereka memutuskan untuk meninggalkan ibu kota dan memilih pergi ke Busan,

"Jungkook,,kau sudah pulang?" tanya Lisa antusias melihat sang suami yang tengah berdiri memunggungi nya di dapur,

"Hari ini tidak terlalu banyak kasus, jadi aku bisa cepat pulang" ucapnya sambil berusaha menghidupkan perapian , Lisa berjalan mengambil piring membuka kantung yang tadi di bawakan kakak iparnya, beberapa kue di dusun rapi di atasnya,

"Apa itu?" tanya Jungkook menghapus keringat yang banjir di keningnya, terlihat sangat lelah,

"Kue,, kau juga mau buah?"

"Beli di pasar?" Lalisa menggeleng

"Aku dari rumah oppa, untuk melihat Jung Hobi, kakak ipar membawakannya, mau aku kupaskan apel?" Jungkook balas mengangguk,

"Sebenarnya aku ada undangan dari istana malam ini, pelantikan panglima baru setelah tuan Park berpulang"

"Lalu?" tanya Lisa penasaran dengan maksud sang suami,

"aku hanya malas" Ucapnya setelah meletakkan kepala pada sandaran kursi beludru, hadiah yang baru ia dapatkan dari rentenir bernama Chou Tzuyu melupakan kebingungan istrinya yang masih menanti jawaban yang jelas,

"Apa karena kau tak menyukai tuan Min?,, tapi kenapa? tuan Min adalah tentara yang tangguh ia bahkan adalah murid dari mendiang Park samchon" dapat terdengar suara nafas tertahan dari Jungkook, itu alasan atau apa?

"tidak apa, aku hanya tidak percaya dengannya, mengingat wajahnya yang angkuh dan tidak memiliki balas kasih, hatiku bertanya-tanya apakah Rose benar-benar bahagia menikah dengan orang yang seperti itu? balok es saja lebih baik"

Ctak

pisau yang di pegang Lalisa meleset dan hasilnya menggores pucuk jari telunjuknya, untuk saat ini pikiran dan hatinya kacau, ucapan Eunha tadi benar-benar racun yang menyakitkan hatinya belum lagi apa yang keluar dari mulut suaminya baru saja tidakkah Jungkook memikirkan sedikit perasaannya? Mengapa Jungkook bertanya soal kebahagiaan Rose? Lalu bagaimana dengan perasaan lalisa siapa yang akan berpihak padanya?,

"Ya tapi Rose terlihat sangat bahagia"

"huft aku harap juga begitu"

"J,,,Jungkook, bagaimana dengan, perasaanku? " hening, air mata dan darah menetes bersama, Jungkook tak tau karena kini pria itu telah menutup matanya dan pergi ke alam mimpi, mengabaikan Lisa dan jari tangannya yang ikut pula menangis,

"Maafkan aku Rose aku harus egois kali ini,, hiks"



𝙍𝙚𝙞𝙣𝙠𝙖𝙧𝙣𝙖𝙨𝙞 𝓦𝓲𝓽𝓱 𝓑𝓵𝓪𝓬𝓴𝓫𝓪𝓷𝓰𝓽𝓪𝓷 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang