20.

84.3K 13.7K 311
                                    

Lamera berdiri di belakang pohon besar. Memperhatikan Arsy yang berdiri di depan makamnya. Arsy seorang diri tanpa Alex. Kerudung hitam yang dipakai Arsy terkadang diterpa angin hingga jatuh ke pundak. Arsy memang tidak muda lagi. Meski begitu Lamera mengakui kalau wajahnya masih terbilang muda. Namun sekarang terlihat tua tanpa polesan makeup sama sekali.

Padahal dulu Arsy sangat memperhatikan yang namanya penampilan. Dulu Arsy pernah bilang, umur boleh tidak muda, tapi tampilan harus tetap modis dan bergaya. Sedangkan sekarang Arsy melupakan perkataannya. Mata Arsy merah dan bengkak. Tidak tahu sudah berapa sering Arsy menangis.

"Mami sekarang nggak keren lagi." kata Lamera tersenyum kecut. Biasanya Arsy kalau dikomentarin begitu akan ngomel panjang lebar. Lamera rindu omelan Arsy.

"Mira, kamu tuh emang anak durhaka banget, ya? Masa kamu ninggalin mami begini sih? Mami tuh, Mir.....kesepian tau." suara Arsy melemah, air matanya turun membasahi pipi.

"Apartemen kamu kosong. Kalo mami ke sana nggak ada kamu yang nyuruh-nyuruh mami pulang lagi. Mami bisa sepuasnya main ke apartemen kamu. Tapi mami nggak betah di apartemen kamu. Sepi, Mir."

"Kamu mah, Mir......kalo ijin kemana-mana tuh harus pulang. Jangan pergi nggak balik-balik lagi.....mami nunggu kamu pulang, sayang...."

Lamera menghapus air matanya yang ikut terjatuh. "Mami, nggak keren banget sih. Keliatan tua, tapi kelakuan kayak anak kecil, nangis terus." Lamera tertawa hambar.

"Mir, main dong ke rumah mami. Kita belanja bareng lagi yuk? Mami mau shoping." Arsy merapihkan kerudungnya.

"Iya, mih, Mira juga rindu belanja bareng mami. Tapi jangan ngerengek minta beliin sama Mira lagi, ya?" Lamera tertawa dengan air mata terjatuh.

"Pulang, nak. Sini ke rumah mami. Mami mau meluk kamu. Nanti mami bikinin makanan kesukaan kamu...." Arsy membekap mulutnya agar tak bersuara ketika tangisnya semakin pecah.

Lamera mengepalkan tangannya. "Udah dong, mih, jangan nangis lagi. Mira kan jadi mau lari ke sana buat meluk mami." Lamera menutup wajahnya, tak kuasa menahan tangis.

🍂🍂🍂

Lamera mendongak memperhatikan langit sore yang semakin gelap. Air matanya tak kunjung berhenti. Langkahnya pelan, tubuhnya sempoyongan. Tidak menghiraukan bunyi berisik jalan raya di sampingnya.

Dadanya bergemuruh sesak ketika terbayang Arsy menangis di depan makamnya. Menangis memintanya pulang. Ia juga ingin pulang. Lamera ingin pulang ke rumah, bertatap wajah dengan Arsy dan memeluknya erat. Lamera juga tidak akan menolak seandainya Arsy ingin tidur bareng bersamanya.

"Mira mau pulang, mih." gumamnya. "Mira mau pulang. Mira nggak suka sendirian. Mira mau meluk mami." kepala yang mendongak perlahan merunduk.

Kedua kaki Lamera begitu lemas tidak bertenaga. Akhirnya ia terhenti dari langkahnya. Kedua kaki menekuk dan perlahan ia berjongkok. Kepala Lamera dibenamkan pada kedua tangan yang terlipat di atas dengkul. Tangis Lamera pecah sejadi-jadinya. Tidak bisa menahan kerinduannya kepada kedua orang tuanya.

"Kak Lami!" seorang anak berusia sekitar dua belas tahun mencolek pundak Lamera.

Lamera mengangkat kepalanya, menoleh. "Iya? Ada apa, ya?" Lamera tidak mengenal anak perempuan tersebut.

"Kak Lami, kenapa?" tanyanya cemas.

Lamera menghapus air matanya, berdiri lagi. "Aku gapapa kok." Lamera memamerkan senyum.

"Kak Lami, Ica kangen. Ica senang ketemu kak Lami di sini."

Lamera mengernyitkan kening. "Iya?" ia sama sekaki tidak mengenal anak di depannya. Namun firasatnya bilang kalau anak perempuan ini kenalannya Lami.

Back to School (TAMAT dan SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang