14.

90.1K 14.7K 1.6K
                                    

Jangan lupa vote dan spam komennya. Makasih✌️✌️

____________________________________

"Jian, lo gapapa dekat-dekat gua? Nanti ikut dirundung aja." bukannya Lamera mengusir Jiana agar pindah tempat duduk. Cuma ia tidak mau memperlihatkan kedekatannya dengan Jiana di kantin seperti ini. Tidak mau kalau sampai Jiana yang tidak salah apa-apa ikut tertindas.

"Bodo amat gua nggak perduli. Lami nggak salah apa-apa, emang merekanya aja yang kayak setan." Jiana kembali menyuap soto ke dalam mulutnya. Tidak memperdulikan tatapan murid di sekitarnya.

Lamera menghela napas. Risih juga jadi Lami. Terus-menerus diperhatikan oleh murid lain. Mending kalau memperhatikannya dengan tatapan kagum, penuh cinta. Mereka menatap Lamera dengan jijik.

"Kampret. Mau gua colok mata mereka rasanya." gumam Lamera. Kesal sendiri. Dia berdecak pinggang. Mengangkat kepala melototi murid-murid di sekitarnya. Biar mereka pada takut.

"Lo ngapain melotot begitu?" tanya Jiana heran. Kalau mata Lamera keluar baru tahu rasa.

"Gua gedek dari tadi diliatin terus. Mereka pikir gua pisang? Biarin gua pelototin biar mereka pada takut!" Lamera semakin melebarkan matanya. Tidak takut matanya copot. Kalau copot bisa beli lagi. Minta duitnya sama Dion. Kan Dion omnya saat ini.

"Lo tau nggak sih? Kalo lo melotot gitu. Mereka bukannya takut. Tapi ngeri karena ngira lo kesurupan." Jiana tertawa. Lamera sudah seperti boneka chaki.

"Biarin! Yang penting mereka takut! Belum aja gua kemasukan arwah kampret. Kalo kemasukan arwah kampret udah gua ajak terbang mereka terus gua jatuhin."

Jiana tertawa lebar. Sekarang ia semakin yakin kalau yang ada di dalam tubuh Lami adalah Lamera. Mengucapkan kata kampret kalau lagi kesal salah satu ciri khas yang dimiliki Lamera.

"Jian, Jian!" Lamera memukul pelan Jiana. "Mata gua perih, Jian, perih banget!" adunya.

Jiana mendengus. "Kalo perih ngedip bukan malah makin melotot!" kemudian Jiana tertawa dengan tingkah Lamera.

Lamera mengucek matanya. Melotot ternyata menyiksa mata. Tidak baik. Jadi besok-besok kalau mau menakuti orang, Lamera tidak mau melotot. Tapi mau meraung seperti macan saja.

"Kalo abang bilang joget, langsung joget! Kalo abang bilang i love you jawabnya apa?"

"I LOVE YOU TOO!!!" serempak murid di kantin menjawab pertanyaan Dinar.

Di kantin bagian tengah sedang heboh yang didalangi oleh Dinar. Cowok yang terkenal humoris itu berdiri di atas meja dengan menenteng gitar. Membuat murid lain mengelilinginya. Kebanyakan cewek-cewek.

"Kalo ditanya ada black card? Jawabnya?!"

"Ada sayang, ada!"

Dinar memutar badannya. Diikuti gelak tawa oleh murid-murid yang menontonnya. Belum lagi aksi sahabat karibnya Dinar yang menenteng topi, maksudnya buat meminta sumbangan.

"Kapan nyanyinya, Nar?" ceplos seorang murid.

"Bentar isi angin dulu. Lo pikir nyanyi nggak buang-buang napas apa?"

"Melek lo, Dandi!" Dinar menunjuk Dandi. Cuma informasi saja. Dandi memiliki mata yang sipit. "Hargai gua! Masa gua nyanyi lo merem? Pokoknya kalo ada yang merem pas gua nyanyi gua ngambek ya! Gua cabut ke UKS mau rebahan aja!"

"Lama banget lo nyanyinya." protes Gandi yang kesal sejak tadi Dinar kebanyakan ngomong.

"Iya, iya." Dinar mulai memetik gitar. "Cinta bagiku empedu. Pahit meresap ke tubuh. Bagai tersayat sembilu. Perih kedalam kalbu. Sampai kini belum sirna."

Back to School (TAMAT dan SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang