4.

106K 15.9K 1.3K
                                    

Manusia terlalu sibuk oleh urusan dunia. Mengembang banyak mimpi untuk dicapai tanpa sadar kalau hidup cuma sementara. Kematian bisa datang kapan saja. Tidak ada yang tahu kapan datangnya kematian. Kita sendiri pun yang mengalaminya tidak tahu kalau sudah mati.

Perihal kehidupan tidak ada yang tahu. Sama halnya dengan tidak ada yang tahu kalau acara reuni kemaren adalah hari terakhir mereka bertemu dengan Lamera. Kecelakaan yang melibatkan Lamera malam itu telah merenggut nyawanya. Sempat dibawa ke rumah sakit dengan keadaan sadar. Bahkan Lamera masih sempat melihat kedua orang tuanya berdiri di depan jendela ruang operasi dengan isak tangis. Namun takdir berkata lain. Kematian merenggut nyawa Lamera yang terbilang masih berusia muda.

Orang-orang yang mengenal dan menyayangi Lamera berkumpul di depan makam gadis yang meninggal diusia muda itu. Mengelilingi makam yang baru dibentuk. Isak tangis dari orang-orang yang menyayangi Lamera pecah menyadari Lamera telah pergi untuk selamanya.

"Pi, Mira..... Mira anak durhaka, Pi. Bisa-bisanya dia bohong. Dia janji akan segera menikah, kasih cucu. Tapi, Pi kenapa dia pergi duluan? Pi, Mira pembohong!" tangis Arsy menggema di sekitar makam. Ia menunjuk-nunjuk makam Lamera sambil memukuli Alex.

Tidak ada yang lebih memilukan dari tangisan seorang ibu yang kehilangan anaknya. Bagi seorang ibu, kematian anaknya lebih menyakitkan dari luka fisik. Amanat seorang ibu adalah tolong kuburkan ibu di tanah yang subur. Bukan menguburkan anaknya duluan.

"Pi! Suruh Mira bangun, Pi. Mami nggak mau, Pi. Mami belum siap. Mami sayang Mira. Mami rindu Mira!" Arsy menarik-narik kemeja hitam Alex.

Alex memeluk Arsy dalam dekapannya. "Tenang, Mi. Tenang. Jangan seperti ini."

"Anak kita meninggal! Mami nggak bisa melihat Mira lagi! Gimana mami mau tenang?!" Arsy semakin histeris.

Calista yang melihat Arsy menjerit histeris ikut menangis tersedu-sedu. Menggenggam tangan Dion yang mematung di sampingnya, masih tidak percaya kalau Lamera benar-benar meninggal. Semua ini seperti mimpi yang tidak nyata.

"Ion." rengek Calista menggigit bibir bawahnya agar menangis tanpa suara.

Dion yang paham pun langsung memeluk Calista. Pecah tangis Calista. Semakin kencang, tak kalah dari suara tangis Arsy.

"Aku....aku mimpi ya, Ion? Cuma mimpi, kan? Atau ini prank, ya? Lamera meninggal bohongan, kan? Sebenarnya Lamera lagi ngumpet, kan? Iya, kan?"

"Maaf, Cal." ujar Dion pelan.

"Kamu kenapa minta maaf sih? Tinggal bilang, iya ini prank, ini bohongan, ini settingan! Jangan minta maaf, Ion!" omel Calista sembari menangis.

"Maaf, Cal. Maaf aku nggak bisa mengelak.....maaf." Suara Dion melemah. Dion semakin erat memeluk Calista.

"Aku nggak mau ini jadi nyata, Ion. Aku nggak mau....Mira...baru kemaren aku ketemu Mira, Ion. Dia cerita soal perjodohannya. Baru kemaren! Baru kemaren!"

"Iya, Cal, Iya. Bukan cuma kamu yang sedih. Aku, semuanya juga kehilangan Mira."

🍂🍂🍂

Manusia terlalu egois saat memprediksi kalau hari esok akan hadir. Keegoisan manusia itu lah yang mendatangkan penyesalan. Persis seperti yang dirasakan oleh Reyza saat ini.

Seandainya saja ia tahu kalau hari esok tidak akan datang untuk Lamera. Maka ketika malam reuni ia tidak akan membiarkan Lamera pulang sendiri. Kemudian dia akan mengungkapkan perasaan yang selama ini ia pendam.

Orang-orang sudah pergi meninggalkan makam Lamera. Tinggal Reyza seorang diri. Berdiri di depan makam Lamera tidak pernah mudah. Banyak pisau menusuk jantung Reyza.

"Kamu belum tau ya, Mir? Aku masih sayang kamu. Aku cinta kamu." Reyza tersenyum sedih. Lalu menaruh kotak cincin di atas gundukan makam Lamera.

"Lo nggak bisa ngelamar orang yang udah meninggal." saut Dion yang tahu-tahu berdiri di belakang Reyza. Menyaksikan serta mendengar semuanya.

Reyza menoleh ke belakang, tertawa miris. Ia ambil kotak kecil itu. Melangkah mendekati Dion, memberikan kotak itu ke Dion. "Kalo gitu lo simpan kotak ini. Seandainya Mira terlahir kembali. Tolong kasih ini ke dia." Reyza menunduk lemah. "Bilang sama dia. Maaf gua terlambat. Gua sayang dia. Selalu."

"Kalo emang lo berniat ngelamar dia, kalo emang lo cinta sama dia. Kemana aja lo selama 7 tahun?" tanya Dion, sedikit emosi.

"Mira nggak mau LDR!" Reyza tidak terima disalahkan.

"Tapi lo menghilang! Nggak ada kabar! 7 tahun, Rey. 7 tahun dia nunggu kabar dari lo. Menunggu kepastian soal perasaan lo." Dion menunjuk Reyza.

"Setiap orang punya masalah. Gua menata kehidupan gua yang hancur dan berantakan. Gua nggak mau dia jadi pelampiasan amarah gua yang memuncak karena takdir sialan yang ngancurin hidup gua. Gua nggak mau ngekang, gua mau bebasin dia." dada Reyza kembang-kempis dipenuhi kesedihan.

"Gua pikir dia udah bahagia sama cowok lain. Tapi gua senang denger dia masih sendiri. Makanya saat hidup gua udah membaik gua berniat kembali ngejar cinta dia dan ngelamar dia."

Reyza menoleh ke belakang, memperhatikan makam Lamera. Lalu kembali menatap Dion. "Tapi lagi-lagi takdir sialan ngancurin hidup gua. Ngerebut orang yang gua sayang. Gua kehilangan lagi! Dulu gua kehilangan kedua orang tua gua. Sekarang gua kehilangan Mira. Gua benar-benar....." Reyza tidak bisa berkata-kata lagi. Ia menendang udara, mengacak rambutnya. "Jantung gua rasanya mau pecah, Ion." Reyza menepuk dadanya. Air matanya terjatuh

"Maaf Rey gua asal menghakimi lo." ujar Dion menyesal.

" ujar Dion menyesal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Back to School (TAMAT dan SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang