34.

74.7K 13.3K 1.3K
                                    

Lamera berdiri di pinggir jalan. Menoleh kiri-kanan. Sebenarnya untuk memastikan kalau jalan yang ia ambil tidak salah. Cuma karena banyak orang berlalu lalang di sekitarnya, ia jadi asik memperhatikan orang-orang tersebut. Nanti ia akan tersenyum melihat anak kecil yang bertingkah lucu dengan ibunya. Ia melotot terkejut saat melihat cewek yang dandannya terlalu menor.

"Gila, abis berapa tepung itu buat muka?" Seketika jiwa julidnya kambuh.

"Astagfirullah mulut jangan nambah dosa ya! Udah pernah mati, kan? Ntar kalo tiba-tiba mati lagi gimana? Hayo?" Lamera memukul mulutnya. Menakuti dirinya sendiri sambil terkekeh.

Ia akan mendesis jijik dengan memutar bola mata angkuh ketika beberapa cowok melempar senyum kepadanya. Maaf saja ya, Lamera melihat mereka bukan karena suka atau kagum. Melainkan karena ia punya mata. Jadi dimohon untuk tidak kepedean.

"Bentar deh." Lamera merapatkan bibirnya. Wajahnya serius memikirkan sesuatu. "Kenapa gua kayak bocah yang demen merhatiin sekitar ya? Niatnya kan mau nyari alamat panti."

Tujuan awal Lamera memang mencari panti asuhan tempat Lami dulu pernah tinggal. Alamatnya dikasih Calista. Tadinya Calista dan Dion kekeh mau mengantar Lamera. Namun Lamera menolak. Lebih baik ia mengunjungi panti asuhan sendiri saja.

"Bego banget emang gua. Sampai lupa tujuan." Lamera menggeleng prihatin terhadap dirinya sendiri. Ia rogoh ponsel di kantong celana dan melihat alamat panti yang dikirim Calista melalui WA.

Dreetttt......dreettttt.....

Lamera menghela napas. Terkejut. Lagi serius memperhatikan layar ponsel tiba-tiba bergetar. Panggilan masuk dari Calista.

"Kenapa?"

"Lo udah sampai?"

"Iya, ini dikit lagi."

"Lo nggak nyasar, kan?" Terdengar keraguan dari suara Calista.

Lamera diam. Lalu tertawa hambar. Sambil menoleh kiri-kanan. "Ya, nggak lah. Lo pikir gua bocah?" Ngelesnya berusaha meyakinkan. Ia tidak mau membuat Calista khawatir.

"Kalo lo nyasar. Nanti gua atau Dion susul."

Ini salah satu yang membuat Lamera kesal. Sejak kembali hidup, Calista dan Dion agak protective kepadanya. Yang selalu ngechat nanya kabar, nanya dimana. Pokoknya mereka memperlakukan Lamera seperti anak mereka sendiri. Lamera tahu mereka begitu karena takut kalau sesuatu akan terjadi lagi kepada Lamera. Sebenarnya Lamera pun senang punya orang tua angkat yang kaya seperti mereka. Cuma tetap saja. Lamera ingin mereka berhenti terlalu khawatir dan ketakutan kehilangan dirinya.

"Cal, please deh ya. Badan gua doang yang bocah. Tapi otak gua itu udah dewasa. Otak dan jiwa gua tetap Lamera Charlotte." Lamera mendengus kesal.

"Masalahnya. Setahu gua otak dan jiwanya Lamera Charlotte itu kayak anak berumur sepuluh tahun."

"Kampret lo ngatain gua childish?" Sewot Lamera tidak terima.

Calista terkekeh. "Menurut gua dulu itu cuma muka, umur dan gaya lo aja yang dewasa. Kelakuan tetap aja kayak bocah."

"Wah kampret lo-" Lamera merapatkan bibirnya. Tak melanjutkan perkataannya. Bola matanya seketika melotot melihat sosok Reyza yang ada di dekatnya. "Cal, Cal, udah dulu, gawat." Katanya panik.

"Gawat kenapa?"

"Ada setan-" Lamera berdecak. "Mantan. Yaudah nanti aja gua cerita. Bye!" Lamera mematikan panggilan sepihak.

Ia taruh ponsel di kantong celananya. Sebelum Reyza melihat ke arahnya, Lamera buru-buru melangkah ke depan. Niat hati ingin menyebrang jalan. Karena terlalu fokus menoleh ke belakang memperhatikan Reyza sampai tidak melihat ada motor melintas di depannya.

Back to School (TAMAT dan SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang