16.

461 39 1
                                    

✨part 16✨

Sementara diluar, Gunawan sudah menduga bahwa rutinitas yang ini mungkin akan terkesan lama kalau hanya untuk berziarah makam saja. Sebenarnya dia sangat penasaran siapa yang dimakankan di TPU itu.

Gunawan : kenapa nona selalu ke sini ya, tidak pernah absen sekalipun (kata Gunawan dalam hatinya) apa mungkin ibu benar, nona hanya sedang menyembunyikan rasa sedihnya? (Batin Gunawan lagi) apa pacar nona ya yang dimakamkan di dalam? Soalnya kalau keluarga kenapa nyonya dan tuan nggak pernah ke sini? (Tebak Gunawan dalam hatinya)

Gunawan : eh eh, sejak kapan aku peduli sama dia. Bukan urusanmu gun. Lagian kau harus ingat, dia itu sama kayak ayahmu. Sama..... (Rancau Gunawan dalam hati)

Gunawan yang sedang sibuk berbicara dengan dirinya sendiripun tidak menyadari jika Rara sudah keluar dari TPU.

Rara : gun, ayo kita pulang.

Gunawan tidak menjawab.

Rara : gun, ayo pulang.

Gunawan terperanjat kaget

Gunawan : eh, maaf nona. Saya tidak sadar nona sudah di sini.

Rara : tidak apa, ayo pulang.

Gunawan hanya mengangguk dan segera menjalankan mobil ke arah rumah Rara.

Sesampainya di rumah Rara, Rara buru-buru masuk, dan ternyata papanya sedang menunggunya di ruang tamu. Gunawan berniat masuk, mengejar Rara untuk mengembalikan kunci mobil, tapi niatnya terhenti ketika sekilas melihat Rara menunduk dihadapan papanya. Gunawan memutuskan berdiri di balik pintu masuk, entah kenapa hatinya memintanya untuk tetap di situ.
Sementara itu, di ruang tamu Rara sangat terkejut dengan keberadaan papanya. Tidak biasanya papanya pulang sore hari, ini masih jam 6. Rara hampir saja membuka mulutnya untuk bertanya, namun dia urungkan setelah melihat wajah marah papanya. Sementara Irfan segera berdiri dari duduknya dan berhenti tepat didepan Rara, menatap tajam putrinya.

Irfan : darimana saja kamu

Rara : ketemu kak Selfi.

Irfan : itu saja?

Rara : iya pa.

Irfan : jangan bohongi papa Ra (ucap Irfan dengan nada sedikit keras dan mata yang menatap Rara tajam)
Sementara yang di tatap hanya bisa menunduk ketakutan.

Irfan : papa tau kamu dari makam itu lagi.

Rara masih diam.

Irfan : berapa kali papa bilang, jangan datang ke sana Ra. Itu hanya membuatmu terus mengingat luka.

Rara : sikap papalah yang membuat Rara terluka pa. Rara berhak menyayanginya, dan menyimpan memori tentangnya.

Irfan : hal itu hanya membuatmu semakin tidak terima atas kepergiannya, kamu akan larut dalam kesedihan Ra.

Rara : lalu kenapa pa? Perasaan bersedih juga bagian dari kehidupan pa.

Irfan : papa tidak mau anak papa satu-satunya merasakan sedih.

Rara : kalau gitu jangan halangi Rara untuk mengunjunginya pa.

Irfan : lupakan dia Rara (Irfan mengucapkannya dengan nada frustasi)

Rara : tidak akan. Papa tau, apa yang salah dari papa? (Rara menjeda ucapannya, butiran air mata sudah bersiap keluar dari sepasang matanya) Papa pikir papa bisa menghilangkan rasa kecewa di hati kita, papa pikir papa bisa mencegah kesedihan kita, jadi papa tidak perlu melihat air mata kita. Tapi papa salah, papa justru membuat luka itu semakin dalam, yang pastinya akan meledak suatu ketika. (Rara sudah menangis sesenggukan dan mencoba mengatur napasnya) Rara sudah muak dengan semua peraturan papa.
Irfan kaget melihat putrinya menangis. Ini untuk pertama kalinya, setelah peristiwa kehilangan itu, dia melihat putrinya berani menangis dihadapan nya.

Irfan : sekarang kau mau apa? Mau pergi? Silahkan.

Rara : baik, Rara akan pergi detik ini juga.

Irfan : paling ke rumah Selfi.

Rara tidak memperdulikan ucapan papanya, dia keluar rumah menuju mobil dan bersiap mengemudi. Ketika Rara ingin membuka pintu mobil dia baru ingat bahwa kunci mobilnya ada di Gunawan, dan sekarang dimana sopirnya itu?

--bersambung--

Gimana? Makin next malah makin penasaran kan?

Jangan lupa vote, komen, dan share ya 😉

SETULUS CINTAKU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang