✨part 43✨
Rara mengecek ponselnya, dan betapa terkejutnya dia. Ada puluhan kali telfon dari Gunawan, dan semuanya tidak ia jawab.
Rara : ada apa ini?
Aco menarik nafas lemah.
Aco : Bu Inul meninggal Ra (menunjukkan wajah sedihnya)
Rara terperanjat mendengar penuturan Aco.
Rara : enggak, kamu bohong kan?
Aco : enggak, aku mengatakan yang sebenarnya. Kamu nggak lihat bendera kuning itu? (Menunjuk bendera di depan gang masuk rumah Gunawan)
Tes..... Satu tetes air mata berhasil mengalir di pipi Rara. Rara menggeleng lemah.
Rara : sekarang dimana Gunawan?
Aco : di kamar
Rara segera berlari, dia mencari kamar Gunawan. Dia temukan seorang pria sedang duduk bersandar sambil memeluk foto.
Rara berhenti diambang pintu.
Rara : Assalamualaikum Bee...
Gunawan mendongak, dia menatap sinis Rara.
Rara : maaf, aku terlambat.
Gunawan diam dan terus memeluk erat foto ditangannya.
Rara : Bee.....
Gunawan : kamu kemana Ay? Aku telfon kamu berpuluh-puluh kali, nggak ada kamu angkat satupun.
Rara berjalan mendekat.
Rara : maaf Ay..
Gunawan : pergi... Biar kan aku sendiri...
Rara malah semakin mendekat.
Gunawan : pergi Rara.... (Dengan nada keras)
Rara : enggak.... (Terduduk di samping ranjang Gunawan)
Gunawan malah mendorong Rara.
Gunawan : pergi aku bilang...
Rara bangkit dan dengan segera memeluk Gunawan erat.
Rara : maafin aku Bee, maaf. Jangan gini ya, ikhlasin ibu.
Gunawan menangis, tersendu-sendu di pelukan Rara.
Gunawan : jangan tinggalin aku, seperti ibu ninggalin aku Ay.
Rara mengangguk mantap
Rara : nggak akan pernah Bee.
Proses pemakaman berlangsung dengan khidmat. Selama itu pula, Rara senantiasa berada di sisi Gunawan. Sampai malam hari, dia masih belum pulang dan Gunawan belum mau makan. Sekarang mereka ada di kamar Gunawan dengan posisi pintu terbuka.
Rara datang dengan membawa semangkuk makanan dan segelas air. Dia duduk di tepi kiri ranjang Gunawan, meletakkan gelas diatas meja samping ranjang dan memangku piring. Sementara Gunawan duduk bersandar.
Rara : makan dulu yuk Bee....
Gunawan : Ay, aku belum bahagiain ibu....
Rara : Bee, siapa bilang begitu? (Mengusap-usap punggung Gunawan)
Gunawan : ibu sakit kemarin aja masih bersih-bersih rumah. Aku nggak punya cukup uang untuk menyewa asisten rumah tangga. Aku juga belum bisa kasih ibu rumah yang lebih bagus.
Rara menggeleng.
Rara : Bee, kebahagiaan tidak diukur dari materi.
Gunawan : tapi memang begitu Ay. Ay, kamu nggak kepikiran cari cowok lain yang lebih mapan?
Rara : huss, Bee..... (Menempelkan jarinya ke bibir Gunawan)
Gunawan : nanti kamu hidup sama dia serba kecukupan Ay, kalau sama aku kan...... (Pembicaraannya dipotong oleh Rara)
Rara : aku nggak suka kamu ngomong gitu ya Bee.
Gunawan : iya-iya Ay, aku minta maaf.
Rara : udah, sekarang makan.
Gunawan : suapin...
Rara : iya-iya. Nih, akkkk...
Ditengah kegiatan mereka, Rara merenungkan sesuatu.
Rara : Bee, gimana aku bisa kasih tau kamu tentang perjodohan itu (batin Rara) aku nggak mau menambah beban kamu (batinnya lagi) tapi aku nggak mau kehilangan kamu. Apa yang harus aku lakukan? Ya Allah, jika Kau menakdirkan kami untuk bersama, tolong Beri Petunjuk-Mu
Gunawan : Ay, kok melamun..
Rara : eh, Enggak Bee. Nih, Akkkk....
Gunawan menerima suapan itu.
Gunawan : Ay, jangan tinggalin aku. Sekarang aku cuma punya kamu.
Rara mengangguk.
Rara : nggak akan sayang.....
--bersambung--
✨Gimana ya, kisah selanjutnya??
Jangan lupa vote, komen, dan share 🤗🤗😉😉💙💙❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
SETULUS CINTAKU
RomanceMencintaimu adalah salah satu hal yang aku lakukan bukan untuk pencitraan. Jika mereka menyerangku, biarlah. Aku tetap di pihakmu. Jika mereka menyerangmu, kuatlah. Aku selalu di sampingmu. ((Penasaran? tungguin ya ))