Emma menyandarkan kepalanya di bahu Jowan sembari menikmati spoi-spoi angin yang menyelinap dari jendela bus. Sedangkan Jowan menatap keluar jendela, memandangi orang-orang dan kenderaan berlalu lalang, gedung-gedung kota London yang estetik nan megah, dan lingkungan sekitar yang begitu bersih dan enak untuk dipandang mata. Di luar makanannya yang standar untuk ukuran lidah Jawa, kesan kekagumannya pada London tidak luntur sedikitpun sejak ia pertama kali menginjak tanah ibukota Inggris ini. Jowan terhanyut lagi, tangannya sesekali mengelus rambut Emma yang tengah bersandar di bahunya, sembari Berpikir kenapa orang sekaya Emma masih mau menumpang Bus? Atau memang orang London lebih suka naik transportasi umum?
"Emma." Jowan akhirnya bersuara setelah beberapa menit diam menikmati pemandangan kota London.
"Ya?" Emma tidak berkutik dari posisinya.
"Kenapa kau tidak menggunakan mobil mewahmu?"
"Kau ingin menggunakannya?" Emma mengetuk-etukan jemarinya di lutut Jowan. Pandangannya tidak beralih sedikitpun.
"Bukan-bukan. Maksudku, kenapa kau masih mau menaik bus bersamaku? Padahal kau bisa saja menyusulku nanti menggunakan mobil mewahmu." Bukan lantas Jowan menolak tawarannya karena merasa rendah diri, terus terang saja ia memang tak berani mengendarai super car.
"Aku bosan manaiki mobil mewah itu. Lebih baik bersamamu di sini."
Ucapan itu menimbulkan senyum tipis di wajah Jowan, seakan hal yang ia rasakan akan terjadi untuk jangka yang lama, seandainya hubungan ini tidak diembel-embeli dengan kata 'pura-pura'. Ia kembali tersadar dari halusinasinya, kembali menikmati panorama gedung-gedung di kota London sembari mengaitkan headset di telinga mendengarkan lagi lagu favoritnya.
Hanya selang beberapa menit, bus berhenti di sebuah halte.
"Kita sampai Emma," kata Jowan, menyingkirkan kepala Emma dari bahunya. "Ayo turun."
Jowan menarik lengan Emma, membawanya turun dari bus itu. Mereka lantas berjalan bergandengan tangan menuju sebuah Bookstore di tepi jalan, sambil sesekali mengusir merpati-merpati yang sibuk bercengkrama di depan toko buku itu.
"Kau sudah pernah ke sini?" tanya Emma sembari melihat-lihat buku-buku yang tertata rapi di toko itu.
Jowan hanya membalas dengan anggukan sekali. Matanya sibuk melirik-lirik barisan buku di hadapannya, mencari-cari buku tentang bisnis kuliner mancanegara. Ia sesekali mendengus ingatannya, deadline pengumpulan tugasnya semakin mepet, jika tak menemukannya buku itu juga, ia berasama Jae-yong akan kehilangan nilai.
"Emma." Jowan menoleh kepada Emma. "Bantu aku cari--"
"Okey!"
Jowan semakin jeli menatap, menyelinapkan jemari-jemarinya di sela-sala barisan buku yang ada di hadapannya. Sesekali memutar badannya dan menatap jauh ke atas, barangkali buku yang tengah ia cari berada di rak paling atas atau di rak terjauh dari sudut pandangnya.
Alih-alih menemukan buku bisnis kuliner mancanegara, sebuah buku karya anak bangsa yang terpampang di hadapan Jowan membuatnya bergeming seketika. Jemarinya tak sengaja menarik buku itu. Ia mengernyitkan dahi, Rainbow Tries karya Andrea Hirata. Luar biasa. Novel ini sangat terkenal di Indonesia. Tak disangka ia menemukannya di sini. Sejujurnya ia belum sempat membacanya, tapi ia sudah pernah menonton versi filmnya. Cerita dengan kisah yang sangat menginspirasi.
Jowan menoleh ke arah Emma. Tangan kanannya masih bersandar di papan lemari itu menggenggam novel Rainbows Tries.
Seketika pikiran Jowan tertuju padanya, teringat ketika pertama kali tatapan mereka saling bertaut di perpustakaan. Barangkali Emma menyukai novel yang tengah ia pegang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pays to Be a Love
RomanceApa jadinya bila Pria Jawa dan Wanita Eropa saling mencintai? Emma Handerson seorang mahasiswi jurusan sastra Inggris yang susah payah melupakan mantan pacarnya. Setelah hubungannya dengen Tommy Wayne renggang, ia merasa risih didekati oleh banyak p...