Pada pukul 22.00, dering ponsel berbunyi memunculkan deratan angka di layar ponsel tanpa nama. Jowan yang sedang sibuk mencicil skripsinya di meja belajar, lalu bergegas mengankat panggilan itu dan mendekatkan ponselnya ke telinga. "Hallo," ucapnya.
Hening tanpa jawaban apapun.
"Hallo," ucap Jowan lagi. Orang di balik panggilan itu tak kunjung menanggapi.
"Siapa si? Ganggu aja!" gumam Jowan bersama itu meletakan ponselnya ke meja.
Ketika Jowan hendak fokus lagi ke arah layar laptop, seseorang mengetuk pintu. Jowan menoleh ke arah pintu itu, sementara Dirman yang sejak tadi hanya ongkang-ongkang di ranjang kini bergegas membuka pintu sambil menenteng segelas kopi di genggamannya. Dibukanya pintu itu oleh Dirman, kemudian senyum Ratna mencuat dari luar pintu. Dirman tersenyum. "Eh Ratna," lalu melambaikan tangan.
"Hai Mas," balas Ratna memandang Dirman. Senyumnya semakin lebar ketika tatapannya tertuju ke arah Jowan yang kembali beralih ke layar laptop. "Aku mau bicara sama Mas Jowan," pintanya.
"Oh ya ayo, masuk aja," kata Dirman. "Silakan."
Ratna masuk, berderap mendekati Jowan. Tanpa izin atau apa, ia menarik sebuah kursi di samping lemari lalu diposisikan kursi itu tepat di samping posisi Jowan duduk. Gadis itu duduk di samping Jowan sambil memperhatikan aktivitas pria itu. Sementara Dirman menjauh pergi ke luar ruangan.
"Ada apa?" tanya Jowan. Tatapannya masih fokus ke arah layar tanpa bergerak sedikitpun.
"Mas. Besok sore mba Jazil mau ke sini," kata Ratna mengejutkan Jowan. "Kita jemput dia ya," pintanya. "Tapi dari bandara nanti aku langsung ke kampus, soalnya ada kelas sore."
Sontak mata Jowan melebar, namun ia tak bereaksi berlebihan sehingga reaksinya tidak terdeteksi di mata Ratna.
"Serius dia datang sore besok?" Pria itu melirik ke arah Ratna sambil melihat mimik wajah Ratna yang barangkali sedang membual saja karena ingin diajak jalan-jalan sampai ke bandara.
"La ini aku buktiin." Ratna menunjukan obrolan via chat di layar ponselnya bersama Jazil. Memang benar, Jazil akan datang besok sore jika ditilik dari obrolannya dangan Ratna.
Namun Jowan kemudian menarik ponsel Ratna dari tangan gadis itu. Ia mengecek nomer WA Jazil dengan nomer panggilan tak dikenal yang sempat terhubung dengan Jowan.
"Kemarin aku udah ngasih nomer mas ke mba Jazil," kata Ratna. "Emang dia belum WA apa telefon?"
Jowan menggelengkan kepala ketika melihat ternyata nomer tanpa nama yang baru saja meneleponnya adalah Jazil.
***
Pukul 04.00 sore, seperti yang sudah dijanjikan, Jowan dan Ratna pergi ke bandara Heathrow.
Jowan sangat bahagia hari ini meski batang hidung Jazil belum sampai di pandangannya, ia bahkan sudah tidak tahu bagaiamana bentuk batang hidung Jazil sekarang. Ia tak sabar, matanya keleyapan ke sana ke mari seperti mencari orang-orang mirip Jazil meski entah bentuk wajah Jazil masih sama atau sudah berubah. Meski begitu, jantungnya tak berhenti berdegup kencang, tak kalah kencangnya ketika Jowan hendak memotong kulup waktu SD dulu.
Ratna tampak lebih anggun dari biasanya karena setelah membuka hijabnya beberapa hari belakangan, ia kembali mengenakan paduan hijab gamis, dan celana jeans. Sementara Jowan tak berdandan apapun sebab ia baru saja pulang dari kampus dan langsung melaju ke bandara, rambutnya bakan tampak awut-awutan jika dilihat dari belakang, satu-satunya yang terlihat keren di badannya adalah jaket varsity pemberian Emma. Dua orang itu melangkah antusias di jalur terminal bandara di antara lalu lalang orang-orang di tempat itu. Sampai seseorang perempuan berteriak menyebutkan nama Ratna, kemudian Jowan bersama gadis di sampingnya menghentikan langkahnya dan mengedarkan pandangannya ke arah suara itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pays to Be a Love
RomanceApa jadinya bila Pria Jawa dan Wanita Eropa saling mencintai? Emma Handerson seorang mahasiswi jurusan sastra Inggris yang susah payah melupakan mantan pacarnya. Setelah hubungannya dengen Tommy Wayne renggang, ia merasa risih didekati oleh banyak p...