Pagi itu hari minggu pukul 08.00, Jae-yong baru bangun dari tidurnya. Ia menginap semalaman di kediaman Jowan. Sementara aroma semerbak serai menusuk indra penciumannya. Kebetulan Jowan sedang sibuk membuat nasi goreng untuk sarapan pagi, dan Dirman baru saja selesai bersholat duha.
Jae-yong menjuling ke kanan kiri sembari bangkit dari ranjangnya dan meregangkan otot-otot sendinya yang kaku terbawa tidur. Pria-pria Jawa di hadapannya benar-benar rajin perihal bangun pagi dan beribadah, Jae-yong bahkan sempat terbangun sebentar di tengah malam dan melihat Jowan tengah bersujud beralaskan sajadah di pinggir ranjangnya sembari itu mulutnya berkomat-kamit samar-samar.
"Selamat pagi Oppa! kau baru bangun?" tanya Dirman sembari melipat sadjadahnya dan meletakannya di lemari baju. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya heran, meledek pria Korea itu.
"Kaya baru tau aja," sahut Jowan menggunakan bahasa Indonesia.
"Hai kau!" Jae-yong memekik ke arah Dirman dengan tatapannya yang masih layu namun ia berusaha untuk melotot. "Jangan panggil aku oppa. Wajahmu lebih tua dariku."
"Oke nuna," ledek Dirman sembari tergelak puas. Ia kemudian mengatupkan mulutnya cepat-cepat ketika mata Jae-yong menajam ke arahnya. Rona ketakutan yang tampak dibuat-dibuat terpancar dari wajahnya.
"Ngomong-ngomong hyung." Jowan meletakkan nasi gorengnya ke dalam 3 piring, lalu menaburinya dengan bawang goreng. Sesekali memang tatapannya mengarah pada Jae-yong yang tampak masih berusaha mengumpulkan nyawanya seusai bangun dari tidurnya. "Apa kau diundang ke pesta kenaikan pangkat ayah Emma?"
"Ya," jawab Jae-yong saat dirinya meredam amarahnya pada Dirman dan tengah mengucek-ngucek matanya yang penuh dengan trakom di tepiannya. Nada suaranya masih terdengar manja dan jengah untuk didengarkan.
"Kalau begitu, aku akan meminjamkanmu jas. Kemarin aku dibelikan 3 jas oleh Emma. Katanya di pesta itu harus berpenampilan modis." Jowan berucap dengan nada jemawa.
"Hubungan kalian sudah membaik?"
"Ya," ujar Jowan bersemangat. "Kami menjalin hubungan lagi."
Setelah itu Jae-yong tersenyum menapakkan diri di lantai, ia memasangkan sepasang sendal pada sepasang kakinya. "Kau tidak perlu repot-repot meminjamkanku jas," ujarnya.
"Kau punya stylan jas?"
"Aku bahkan kemarin dibelikan 5 style jas oleh Eliza," ia tersenyum jemawa. Sekonyong-konyong maraih sepiring nasi goreng di hadapan Jowan sebelum akhirnya ditepis keras-keras oleh Jowan.
Dirman hanya bermuram sinis melihat aksi senonoh Jae-yong. "Ternyata dia belum sepenuhnya dewasa!"
"Cuci muka dulu hyung!" hardik Jowan.
Jae-yong menghela napas, bau mulutnya menyerbak ke arah Jowan.
"Dan berkumur!" kata Jowan lagi.
"Cerewat sekali!" Dengan gerakan malas, ia terhuyung-huyung menuju kamar mandi, lalu membasuh wajahnya dan berkumur-kumur.
"Kenapa dia mau membayarmu jadi pacar?" tanya Jowan tatkala tiga piring nasi gorengnya ia letakan di meja makan yang sejurus kemudian datang Dirman terduduk sembari meletakan sepoci air putih dan segera menyantap makanan di hadapannya.
Sementara Jae-yong menatap dirinya di pantulan kaca kamar mandi sambil bartanya-tanya pada dirinya 'apakah yang ia lakukan pada Eliza benar? Andai saja ia tidak mangalami krisis moneter dan wanita itu tidak mencintaiku.' Ia menghela napas lagi dan lagi, merasakan sidikit gejolak rasa bersalah pada Eliza. Lalu meraih handuk kecil di balik pintu yang tercantol pada hanger hijau, kemudian mengusap-usap wajahnya yang baru saja ia basuh. "Mungkin dia mencintaiku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pays to Be a Love
RomanceApa jadinya bila Pria Jawa dan Wanita Eropa saling mencintai? Emma Handerson seorang mahasiswi jurusan sastra Inggris yang susah payah melupakan mantan pacarnya. Setelah hubungannya dengen Tommy Wayne renggang, ia merasa risih didekati oleh banyak p...