Bab 38

40 4 0
                                    

"Wan," gumam Dirman. Tidak biasanya di hari minggu pagi ini pukul 08.00 ia sudah menghadap cermin menyisir rambutnya dan berpakaian kasual; celana jeans hitam dan kaos berkerah lengan panjang belang hitam putih. Kumis tebalnya bahkan sudah dicukur habis.

Sementara Jowan baru saja menyelesaikan sholat duhanya dan segara merapikan sajadah ke dalam lemari.

"Aku mau keliling London bereng Ratna. Ikut nggak? Dia nyuruh aku ngajak kamu soalnya."

Satelah meletakan sajadah, Jowan melangkah ke arah meja makan lalu menuangkan segelas air dari dalam poci dan diteguknya air itu. Dengan tatapan malas, Jowan memindai ke arah Dirman. "Kamu aja. Aku mager."

Dirman mengambil tas slempang di cantolan samping pintu sambil terus mengoceh dan berharap pria itu terbujuk. "Sekali-kali jalan-jalan sama aku. Apalagi ini Ratna kan sekampung sama kamu, masa nggak mau nemenin."

"Kan udah ada kamu. Kesempatan buat kamu pdkt sama cewek biar nggak jomblo terus, kalau ada orang ketiga kan nggak asik," kata Jowan seraya itu meraih novel yang belum tamat ia baca, lalu merebahkan diri di ranjang.

"Siapa juga yang mau pdkt. Aku kasian aja sama dia, soalnya kamu cuek banget sama dia." Dirman menarik laci lemari dan diambilnya sebuah dompet hitam tebal berisi beberapa uang poundsterling untuk modal kencan. "Emang ada masalah apa si?"

"Nggak ada apa-apa." Mata Jowan sudah fokus bertaut pada deratan-deretan kata di dalam novel.

"Tapi kalau dilihat-lihat," kata Dirman saat dirinya tengah membenarkan sabuk celananya. "Ratna cantik juga," ujarnya lagi. "Kenapa nggak kamu tembak?"

"Mati dong kalau ditembak."

"Maksudnya ditembak jadi pacar!" pekik Dirman. "Ya daripada pacaran sama orang Eropa. Iya si cantik banget pacar Eropa-mu itu, tapi peluang nikahnya pasti lebih sempit Wan. Secara budaya dan kepercayaan kita beda."

"Wes ronoa nek arep lunga!" sarkas Jowan sambil melempari bantal kapuk ke arah Dirman.

"Iyo-iyo!" Dirman berlari menghindari lemparan bantal itu dan langsung memposisikan bedannya di depan pintu, ia membuka pintu depan ketika Ratna rupa-rupanya sudah berdiri di hadapannya dengan melemparkan senyuman anggun.  Ratna mengenakan midi skirt berwarna cokelat yang dipadukan dengan kaos putih dibalut kardigan polos berwarnaa cokelat muda. Wanita itu sangat menawan dimata Dirman, ia jadi teringat ibunya di Surabaya, apalagi selama ini ia sudah jarang sekali menemui wanita Jawa di Eropa yang Ayu rupawan macam Ratna ini. Namun  yang membuat Dirman terkejut adalah fakta bahwa Ratna telah berpakaian tanpa hijab.

"Wow," gumam Dirman.

"Mas Jowan mana?" tanya Ratna.

Dirman menggeser posisi berdirinya dan membiarkan pandangan Ratna menangkap gerak-gerik Jowan yang tengah berkelat-kelit di atas ranjang sambil membaca novel.

"Lo? Dia nggak ikut?" Ratna memindai ke arah Dirman dengan tatapan bertanya.

Dirman menggelengkan kepalanya. "Enggak."

"Mas Dirman nggak ngajak dia ya?"

"Udah diajak. Dianya lagi nggak mau."

"Ohh gitu, ya sudahlah," ucap Ratna dengan intonasi yang melemah. Tampak ada raut kekecewaan di wajahnya. "Ayo kita jalan-jalan berdua saja."

Dirman mengangguk dan tersenyum. Ratna meraih tangan Dirman dan menaggandengnya, menyusuri koridor. Dirman yang jarang sekali mendapat perlakuan lebih dari hanya sekedar ditatap oleh wanita, kini serasa melayang-layang hampir membentur langit-langit ilusi ketika tangan mulus Ratna bertemu dengan jari-jemarinya. Rasanya seperti ada aliran listrik dari tangan Ratna yang menyengat hingga membuat jantung Dirman berdebar.

Pays to Be a LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang