Bab 41

33 5 0
                                    

Jowan sengaja menemui Emma di koridor loker untuk membuat rencana pertemuan di kafe. Wanita berambut pirang itu tengah mengambil buku dari dalam lokernya dan pura-pura tak mengetahui keberadaan Jowan meski pria itu sudah berdiri di sampingnya dengan menghentakan kakinya tiga kali untuk memastikan bahwa indra pendengaran Emma masih normal.

Emma melengos dan hampir saja melewati posisi Jowan tanpa sedikitpun ada lirikan mata ke arahnya. Namun Jowan berhasil menghalangi jalannya dan memasang wajah meledek, lagi-lagi ia menghentakan kakinya. "Apakah kau tidak bisa mendengarkan hentakan kakiku?" tanyanya.

Emma berusaha melewati hadangan Jowan, dan berulangkali melewati ke arah sisinya, namun Jowan terus menghalanginya.

"Kita perlu bicara lagi tentang hal itu," kata Jowan sambil tangannya direntangkan agar Emma makin kesulitan untuk melanjutkan langkahnya.

"Tenang saja, kau masih kubutuhkan untuk menjadi pacarku. Orang di belakangmu masih menggangguku."

"Siapa?" Jowan berbalik arah dan pandangannya menemukan sosok Nick yang tengah berjalan ke arahnya. Sedetik kemudian, Jowan kembali beralih ke hadapan Emma yang hampir saja berhasil melewatinya  namun Jowan menarik tasnya dan membuat Emma berhenti melangkah.

"Apa lagi?" Geram Emma. Ia menoleh ke arah Jowan.

"Pukul 4 sore nanti, temui aku di kafe dekat kampus. Ada yang perlu kubicarakan."

"Bicara tentang apa? Uang lagi? Kau perlu kenaikan gaji?" cerocos Emma.

"Bukan itu semua," jawab Jowan dengan ekspresi ketar-ketir menghadapi keberingasan Emma.

"Tentang apa?"

"Perasaan kita," ujar Jowan.

"Maks---." Sebelum Emma menuntaskan kata-katanya, Nick sudah keburu datang dan berdiri di antara mereka -Emma dan Jowan-.

Pria botak yang tidak tahu apa-apa, sekonyong-konyong melepaskan genggaman tangan Jowan pada gendongan tas Emma, lalu mendorong dada Jowan. Tiba-tiba ia memasang wajah murka, entah darimana ekspresi itu datang. Barangkali pria botak itu salah manafsirkan, ia pikir Jowan tengah melakukan pemaksaan terhadap Emma walaupun itu ada benarnya juga, sedikit.

"Jangan ganggu Emma," kata Nick. Matanya melotot, seperti bola matanya akan meloncat ke arah Jowan. Sementar Emma berlari ke kelasnya setelah Nick datang dengan lagak sok pahlawan.

"Emma masih pacarku," kata Jowan.

"Walaupun kau pacarnya, tapi tak sepantasnya bersikap seperti itu."

"Bersikap seperti apa maksudmu?"

"Menarik tasnya dan menghalangi jalannya. Emma tidak suka diperlakukan seperti itu."

"Kata siapa?" Jowan melagak.

"Kau tidak suka diperlakukan seperti itu kan Emm...?" Nick menoleh ke arah belakang dan tak menemui batang hidung Emma. Rupa-rupanya wanita itu sudah berada di ujung koridor dan hendak menaiki tangga ke lantai tiga. "Sial!" umpatnya sambil menendang loker bagian bawah.

"Ternyata kau hanya mencari muka?" Jowan berjalan melewati Nick sambil terus mencemooh. "Sampai kapan kau akan seperti ini? Pergilah! Cari wanita lain, Emma sudah jadi milikku."

Nick mendengus kesal dan tanpa diduga ia menarik langkah lari untuk mengejar Jowan yang jaraknya berada di kisaran 7 meter dari tempat berdirinya semula. Sambil geram dan mengepal, ia mencoba meraih Jowan. Namun pria Jawa itu berlari cepat layaknya Sonic  dengan beberapa kali menubruk-nubruk palajar lain di koridor itu.

Dua pria yang tengah bersikap kekanak-kanakan itu menjadi pusat perhatian orang-orang di sekitarnya. Mereka terus kejar-kejaran seperti menyajikan tontonan aksi kartun Tom & Jerry. Sampai akhirnya aksi itu terhenti ketika Nick tersandung parit kecil di koridor lantai satu, lalu tersungkur di tengah kerumunan mahasiswa lain sementara Jowan berhasil masuk ke dalam kelas dengan napasnya yang tersengal-sengal.

Pays to Be a LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang