Pada hari-hari berikutnya, Emma giat pergi ke masjid dan menemui beberapa Ulama Muslim di kota London. Ia menggali pengetahuan tentang Islam dan mengkaji ilmu dari para cendikiawan. Dari masjid itu, ia diberi sebuah kitab suci Al-Qur'an untuk dipahami secara mendalam.
Beralih kepada Jowan. Satu bulan kemudian, ia menyelesaikan ujian semester limanya dan berkesempatan pulang ke kampung halaman. Tepat pada waktu itu, dikabarkan bahwa neneknya meninggal dunia. Jowan langsung terbang dari London ke Yogyakarta tanpa berpamitan kepada Emma dan Jae-yong, ia hanya meninggalkan pesan singkat melalui chat bahwa ia buru-buru ke Indonesia sebab neneknya meninggal dunia.
Setibanya di rumah, neneknya sudah dimakamkan. Jowan menitikan air mata, mengusap nama neneknya di papan nisan. Ia benar-benar tak menatap wajah neneknya di sisa waktunya. Terakhir kali adalah 5 bulan yang lalu ketika ia belum terbang ke London.
Pria yang tinggal menyisakan 1 semester untuk mengakhiri masa kuliahnya itu, hanya menghabiskan waktunya dengan membaca novel dan memberikan pakan ikan di kolam, beberapa kali juga ikut membantu ayahnya memanen kentang. Ia jarang pergi kelayapan sebab pada dasarnya Jowan suka mendekam di rumah, selain itu di saat ia sedang libur semesteran, teman-teman masa sekolahnya justru masih bergelut dengan pekerjaannya. Sementara ia tidak punya teman dekat yang saat ini tengah menjalani aktivitas libur kuliah.
"Jowan." Minah -Ibu kandung Jowan- memanggil anaknya untuk duduk di kursi dapur.
Pria itu tiba di dapur. "Ada apa bu?" tanyanya.
"Bantu Ibu irisin kentang-kentangnya," perintah Minah. Sementara ia sedang sibuk menggoreng keripik kentang, Jowan baraksi mengambil parutan keripik di rak dapur.
Beberapa bulan yang lalu sejak hasil panennya menurun, Minah -wanita yang sudah menginjak umur 40 tahun- berinisiatif membuka usaha keripik kentang sambil terus bolak-balik menjenguk almarhum mertuanya di rumah sakit. Hingga kini ketika hasil panennya normal kembali pun ia masih terus melanjutkan usahanya sebab ia ketagihan karena terhitung menguntungkan, malah-malah ia sudah merekrut dua karyawan ketika umur usahanya baru berjalan 4 bulan.
"Ibu mau bicara sama kamu Wan," ujar Minah.
"Iya bu. Ada apa?"
"Ibu nggak setuju kalau kamu pacaran sama orang Eropa." Suarnya sedikit tenggelam oleh kebisingan aktifitas goreng-menggoreng.
"Siapa juga yang pacaran sama orang Eropa?" Jowan mengelak agar pembicaraan awal ini tidak menjadi bibit yang dapat menambah kegaduhan di ruang dapur. Jowan paham sekali, jika ibunya sudah bersikap demikian, akan ada badai di antara mereka yang bisa menimbulkan suara-suara pekikan tak mengenakan.
"Nggak usah bohong," kata Minah. "Ibu punya buktinya." Ia menunjukan sebuah foto di dalam layar ponselnya ketika Jowan dan Emma tengah duduk bersama di banch Green Park.
Jowan tersentak dan melepaskan parutan dari tangannya. Mulunya melompong tegang. "Ibu dapat darimana foto itu?" tanyanya.
"Ratna yang kirim ke Ibu," kata Minah, lalu melanjutkan aktivitas menggorengnya.
"Iya emang Jowan pacaran sama orang Eropa." Jowan akhirnya mengaku karena sudah tidak ada gunaya lagi berkelit lidah. "Lagi pula kalo nggak pacaran pun, namanya kuliah di Eropa ya pasti bergaulnya sama orang-orang sana to.."
"Ibu nggak setuju." Suara Minah agak meninggi agar tak terdengar samar-samar kerena suara keletupan minyak panas. "Kalau bisa segera akhiri saja," katanya.
"Alasan nggak sukanya apa Bu?" tanya Jowan mendelik ke arahnya ibunya seiring dengan suara Minah yang semakin meninggi.
"Kamu kan tau sendiri Wan....!" Suaranya menekan di akhir kalimat, diikuti dengan ekspresi berang ke arah Jowan. "Silsilah keluarga Ibu. Kakek Ibu, dulu tokoh agama di kampungnya, Bapak kandung Ibu juga lulusan pondok pesantren, paman-paman kamu itu juga dulu lama di pesantren Wan," ujarnya.
"Jadi permasalahannya adalah Agama?" Jowan memekik ke arah ibunya, dan itu biasa baginya ketika mereka tengah berselisih.
"Kamu tahu sendiri lah!"
"Kalau pacar Jowan agamanya Islam gimana bu? Masalah juga?"
Minah tergelak beberapa detik sebelum akhirnya berujar lagi. "Nggak mungkinlah dia Islam, dari pakaiannya aja bisa dilihat gimana kepribadiannya."
Jowan membanting parutan kentangnya dan mulai geram dengan sikap ibunya yang mulai suudzon layaknya ibu-ibu yang suka duduk di halaman rumah sambil bergunjing. "Ini nih penyakit Ibu-ibu! Suka menilai dari penampilannya padahal belum kenal orangnya kayak apa."
Minah menolah ke arah Jowan, lalu menyengat. "Emangnya orangnya kayak apa?"
"Yang pasti nggak seburuk yang Ibu pikirkan." Karena merasa muak, Jowan memutuskan pergi dari dapur.
"Ohh cah sontoloyo!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pays to Be a Love
RomanceApa jadinya bila Pria Jawa dan Wanita Eropa saling mencintai? Emma Handerson seorang mahasiswi jurusan sastra Inggris yang susah payah melupakan mantan pacarnya. Setelah hubungannya dengen Tommy Wayne renggang, ia merasa risih didekati oleh banyak p...