Bab 55

42 5 0
                                    

Pada waktunya, acara wisuda itu dilaksanakan. Para wali atau orang tua mahasiswa/mahasiswi menghadiri acara itu tak terkecuali dengan Mu'minah dan Rahmat Suningrat -orangtua Jowan- yang baru tiba di London dua hari lalu untuk menghadiri acara wisuda anaknya hari ini.

Tn. Wang dan Tn. Erick, tak luput juga ikut serta merayakan acara kelulusan anak-anaknya. Sesama konglomeret London, mereka terlibat banyak perbincangan di acara itu seperti tampak pertemuan dua orang penting dalam tanda kutip. Sementara orang tua Jae-yong yang berhalangan hadir diwakili oleh kakak sepupunya yang kebetulan bekerja di kota Manchester.

Pada satu kesempatan, Tn. Wang dan istrinya sempat menghampiri Mu'minah dan Rahmat Suningrat untuk melakukan perkenalan mengetahui bahwa anaknya sempat menjalin kedekatan dengan Jowan. Namun karena kemampuan bahasa Inggris yang dimiliki kedua orang tua Jowan terbatas, mereka hanya sempat berbincang-bincang sampai beberapa patah kata saja, itupun dengan tanggapan kelabakan dari orang tua Jowan terutama Mu'minah, dan kata-katanya diterjemahkan oleh Jowan dalam bahasa Inggris. Sampai Minah dan Rahmat kembali ke penginapannya, mereka masih tak tahu siapa pria Eropa kharismatik itu yang tadi mengajaknya bicara, dan perempuan -istri Tn. Wang- cantik di sampingnya, Minah dan Rahmat juga tak mengenalnya.

"Itu tadi siapa Wan yang ngajak Bapak Ibumu bicara?" Minah duduk sembari menatap layar televisi yang sengaja dialihkan ke siaran sinetron Indonesia. Sementara suaminya berada di luar melihati sudut-sudut kota London di sekitarnya sambil mengisap sepuntung rokok.

Jowan yang tengah bersantai di sofa sambil memainkan jeri-jemarinya di layar handphone, lantas bergumam. "Yang tadi yang mana?"

"Itu lo, bapak-bapak bule yang tinggi besar, tadi siang di acara wisudamu."

"Oh itu," gumam Jowan.

"Siapa?"

"Tn. Wang. Ayahnya Emma."

"Emma siapa?"

"Emma." Jowan mendongak ke arah Ibunya sambil berpikir bagaimana cara menjelaskan siapa itu Emma, untuk sementara ponselnya diabaikan saja meski masih berada di genggamannya. "Emma itu, yang ada di foto kirimannya Ratna," cerocosnya.

Minah menatap ke arah anaknya, kepalanya mengangguk-angguk dan mulai berekspresi sinis. "Jadi itu pacarmu orang Eropa?"

Jowan membalasnya cuai dan kembali menatap layar ponsel karena sudah mulai jengah lagi ditatap sedemikian sinis oleh ibunya. "Bisa jadi," ujarnya.

"Ya sebenarnya cantik. Lebih cantik dari ibumu. Tapi ibu tetep nggak setuju kalau kamu sama dia."

"Ya mesti lebih cantik dari Ibu. Wong Ibu aja nggak ada cantiknya blas kok," nyinyir Jowan kepada Ibunya. "Lagipula, ibu itu setujunya sama yang kayak gimana?"

"Oooo kamprett!" umpat Minah. "Ibu itu maunya sama yang lokal aja dan yang seagama! Titik!. Nggak usah jauh-jauh. Lagipula, Jazil dan orang tuanya sudah di kampung, mereka menunggumu cah bagus."

Tatapan Jowan melirik ke arah ibunya, memandang panasaran dengan ucapan ibunya yang baru saja terlontar. "Kata siapa mereka menungguku?"

"Lah iyo. Kan kemarin di rumah, Jazil sama orang tuanya, Pakde Halim, Bude Naili udah rembugan tentang kapan perjodohan kalian dilaksanakan," ucap Minah yang sekonyong-konyong lepas dari mulutnya.

Jowan kaget mendengarnya. Badannya setengah bangkit dari tidurnya dan matanya mendelik. "Perjodohan apa Bu?"

"Upps!" Minah menutup mulutnya dengan jari-jemarinya. Ia tak kalah kagetnya mendengar ucapannya tadi. "Padahal mau dibahas lagi kalau kamu udah pulang ke Indonesia. Eh Ibu keceplosan."

"Jadi perjodohan apa Bu?" Jowan kebali merebahkan badannya ke sofa. Seketika ia terkujur lemas dikuasai oleh keripuhan yang datang secara mendadak melalui ucapan ibunya yang menyusut ke otak Jowan.

Pays to Be a LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang