Dirman menghentikan laju mobilnya di depan rumah megah milik Emma, sesuai intruksi Jowan. Ia memandang lamat-lamat bangunan megah yang harusnya tidak bisa dibilang rumah. Ini mungkin musium megah yang kebetulan dihuni keluarga manusia, pikir Dirman. Ia menelan ludahnya saat rasa kekagumannya tidak bisa disembunyikan. Sejujurnya ia seringkali melintasi jalanan ini dan melihat rumah megah itu, ia mengira itu benar-benar gedung musium atau Istana Petinggi Negara, tapi rupanya bukan juga. Yang lebih mengejutkan, ia sungguh tak menyangka Jowan si anak rumahan ini mendapatkan salah satu penghuninya.
"Apik tenan yo," gumam Dirman.
"Nggak usah heran, katanya kamu orang kaya."
Dirman memindai serta memberengut ke arah Jowan. "Sekaya-kayanya orang Surabaya, nggak ada yang punya rumah kaya gini," katanya. "Ngomong-ngomong, pacar kamu itu yang waktu itu tidur di rumah kita ya?"
"Sudah." Jowan membuka pintu mobil itu tanpa mengubris pertanyaan Dirman. "Aku keluar dulu," ujarnya sembari melangkah keluar, tapi ia lupa menutup pintu lagi. Sedangkan Dirman mesih belum pergi dari kekagumannya, ia termangu menatap rumah itu.
"Lah ini di parkirin di si.... ?" Dirman kelabakan kebingungan saat menyadari Jowan sudah hilang dari tempat duduknya. Rupa-rupanya ia sudah berjarak 7 meter saat Dirman mengeluarkan kepalanya dari lubang kaca pengemudi manautkan tatapannya pada Jowan yang berjalan membelakanginya. "Tempat parkirnya di mana oyy?!" pekiknya.
Sementara Jowan terus menjauh dengan langkahnya yang dibuat sedemikian rupa agar terlihat gagah sampai nanti ketika menemui keluarga Emma. Gaya berjalannya nampak seperti pangeran yang akan menemui putri raja meski ia agak gemetar dan sangat canggung.
Ia mendengarkan samar-samar pekikan Dirman yang bersuara cempreng itu, seperti meronta-ronta meminta pertolongan padahal Jowan merasa sudah membayarnya. Harusnya ia tak serewel itu. Sembari terus berjalan, Jowan memain-mainkan layar ponsel, mengirim pesan kepada Dirman, "Cari sendiri tempat parkirnya. Kamu sudah kubayar, lakukan yang terbaik untukku dan berlaku profesional."
Di dalam ruangan pesta, yang sudah didekorasi sedemikian rupa, dengan nuansa penuh warna putih. Segala perlak-perlik bergantungan di langit-langit digantungkan pada kelambu putih gold. Kursi-kursi dan meja serta perkakas lainnya semuanya disesuaikan, beberapa dilapisi kelambu putih dan emas, ada juga yang dicat silver atau itu memang terbuat dari bahan alumunium. Orang-orang santai berbincang-bincang di setiap ruang yang tak disinggahi perkakas sembari mengangkat segelas minuman di tangan kanannya sementara tangan kirinya sibuk bergerak-gerak mengikuti arah reaksi obrolan, dan memang benar semuanya berpakaian modis termasuk tukang sound yang tengah sibuk memutar lagu-lagu barat pengiring pesta termasuk yang tengah didengar para undangan sekerang "Thinking Out Loud," Ed Sheeran.
Emma berdiri di garis pintu bersama Eliza. Pandangan mata keduanya menjamah ke luar pintu, menanti-nanti kehadiran pria-pria asia itu. Sementara Frank berdiri di samping Emma yang sejak tadi ocehannya diabaikan begitu saja, dan Nick adalah satu-satunya tamu yang tak diundang di pesta itu, namun Emma mendapatkan dia tengah menikmati pie daging di meja dekat pintu masuk yang berjarak tiga meter dari posisi berdirinya. Si Pria Pelontos itu beberapa kali mencuri-curi pandang ke arah Emma. Tak merasa sia-sia ia membeli undangan pesta ini seharga 50 Poundsterling dari temannya hanya untuk menikmati hidangan pesta serta yang paling penting bisa melihat dandanan cantik Emma yang dibalut gaun panjang berwarna cokelat keemasan, riasan make up yang dipoles sedemikian menyerupai boneka hidup serta rambut pirang panjangnya yang dibiarkan terurai ke bawah. Dia sangat cantik.
"Sebentar lagi, sesi dansa berpasangan mungkin akan dimulai, ayo kita bersiap-siap Emma," ucap Frank yang tidak ada lelah-lelahnya mengoceh meski tak ada yang menanggapi. Eliza yang biasanya ramah padanya bahkan tak meliriknya sedetikpun, tatapannya selalu tertuju ke luar pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pays to Be a Love
RomanceApa jadinya bila Pria Jawa dan Wanita Eropa saling mencintai? Emma Handerson seorang mahasiswi jurusan sastra Inggris yang susah payah melupakan mantan pacarnya. Setelah hubungannya dengen Tommy Wayne renggang, ia merasa risih didekati oleh banyak p...