Di terotoar jalan itu, pria Jawa itu buru-buru menahan lengan Emma dengan gesit, tengannya menggenggam keras. Secepat kilat ia melintangi pergerakan Emma, menatap lamat-lamat wanita di hadapannya. "Kau sungguh tidak jadi nonton konser kpop?"
Emma tergeleng-geleng heran. "Aku berharap kau tidak sebodoh ini Jowan." Ia membanting keras lengan pada genggaman Jowan. Wajah muramnya terlihat redup sebab lampu jalan yang tidak terlalu terang, namun tatapannya berubah menjadi nanar.
"Emma. Katakan saja sekarang pada Frank, kalau kita sudah menjalankan hubungan ini tanpa kepalsuan. Tidak apa-apa jika berbohong lagi."
"Jowan. Kenapa dengan bodohnya kau mengatakannya pada Frank?" Emma mendorong pelan dada Jowan, membuat langkah Jowan tertarik mundur satu langkah.
"Aku kira Frank pantas untukmu. Dia kaya, tampan, dan kharismatik. Aku tak mengira kalau Frank adalah orang yang kau hindari."
"Untuk sementara waktu jangan dekati aku Jowan!"
Secara kebetulan, sebuah taxi berwarna kuning datang dari arah belakang Jowan. Sontak Emma melambai-lambaikan tangannya ke arah taxi itu. Taxi berhenti di hadapan Emma, pengemudi itu menyapa dengan senyuman ke arahnya. Emma menyeruak masuk ke dalam taxi dan aksinya tak terhentikan.
Sementara Jowan berdiri lesu menatap rambut Emma di balik kaca belakang taxi. Bayangannya kian lama kian larut menjauh beriringan dengan laju taxi dan keredupan malam. Sembari itu ia berjalan lagi ke arah rumah Eliza.
Jae-yong berdiri di depan pintu setelah menyaksikan perdebatan singkat antara Jowan dan Emma yang berakhir menyedihkan. Dari kejauhan, ia melambaikan tangan dan tersenyum, untuk sesuatu yang jarang ia memberikan semangat agar temannya itu tak berlarut dalam kesedihan.
Biasanya jika Jae-yong bersikap manis, dia ada maunya.
"Dia marah padamu?" Jae-yong menepuk-nepuk pundak Jowan.
Jowan mengangguk lesu, tatapannya layu. "Hyung. Ayo pulang saja," ajaknya dengan suara yang lemah berbisik.
"Jangan!"
"Kenapa? Lagi pula Emma sudah pergi. Konser ini tidak berarti lagi bagiku."
"Temani aku. Kau harus menemaniku!" Jae-yong memelankan suaranya di hadapan Jowan, alisnya menajam ke bawah.
"Kau sungguh ingin menghadiri konser ini karena gratis?"
Jae-yong mangguk-mangguk. "Ada Taeyeon di konser ini," bisiknya.
"Taeyeon siapa?" Jowan ternganga untuk sepersekian detik. Ia merasa aneh, belum pernah ia mendapatkan Jae-yong yang seantusias ini. "Suadaramu?"
"Bukan!" sarkasnya. Ia memelankan suaranya lagi sembari tersenyum. "Taeyeon SNSD. Aku penggemar beratnya. Kau harus menemaniku!"
"Aku tidak mau."
Jowan membalikan badannya, namun Jae-yong segera menahan lengan kanannya menghentikan pergerakan Jowan.
"Sungguh untuk kali ini saja Jowan yang manis. Kumohon temani aku."
Jowan menghela napas, menghadap lagi ke arah pria Korea itu. "Kan ada pacarmu Eliza."
"Dia bukan pacarku!" bentaknya.
Jowan melepaskan genggaman Jae-yong. Manatap muram pria menyebalkan yang selama ini hanya pura-pura dingin di hadapan orang-orang. "Okey! Aku akan menemanimu! Tapi tugas kelompok itu kau harus mengerjakannya sendiri, aku malas."
"Kenapa begitu?"
"Kalau kau tak setuju, aku akan pulang."
Jowan hendak berbalik badan lagi, sebelum akhirnya Jae-yong berucap lagi, "Okey-okey! Aku akan mengerjakannya sendiri." Ia memasang secercah senyum, meski dalam hatinya menyematkan perasaan geram.
~•●•~
Seperti yang diduga-duga, Eliza melompat-lompat gila di kerumunan konser, bersilih ganti dan bersamaan dengan wanita-wanita gila lain yang mungkin saja satu spesies dengannya. Sementara Jae-yong masih bisa menggoyangkan kepalanya dan Frank tersenyum-senyum nafsu memandangi idol-idol wanita di atas panggung. Jowan hanya terdiam seperti patung, dan menghela napas beberapa kali. Untuk beberapa saat, ia berpikir dirinya sedang tersesat di alam setan.
Pulang dan segera pulang! Otaknya lebih sibuk dari apapun. Dia hanya ingin pulang malam ini.
Untuk penampilan seorang wanita berkulit salju di atas panggung yang satu ini membuat Jae-yong berkamuflase menyerupai sikap Eliza versi pria. Anggukan kepala itu berubah menjadi hentakan badan. Ia mencuat dari pijakan bumi, melompat-lompat kegirangan ketika suara wanita berkulit salju itu menggelegar ke seluruh antero stadion.
Jowan sungguh jengah melihatnya, untuk pertama kali ia merasa jijik berdampingan dengan Jae-yong. Itu saudaranya? Si Taeyeon?
"TAEYEON! TAEYEON!" berkali-kali sejoli - Jae-yong dan Eliza - itu menyebutkan nama yang sama.
Untuk hal ini, Jowan berpikir mereka adalah pasangan yang serasi. Mereka hanya perlu mengenal satu sama lain.
"Kenapa kau tak bilang jika kau penggemar Taeyeon?" Eliza berbisik keras agar suaranya tidak tenggelam olah keramaian.
Jae-yong tek menoleh, ucapan Eliza terdengar samar-samar di telinganya. Indra pendengarannya terhanyut pada penglihatannya yang terus bertaut ke arah wanita Korea berkulit salju itu yang tengah bernyanyi meramaikan konsernya di atas panggung. "Ha?"
"Ha?"
.
Keesokan harinya, kecanggungan Jowan dan Emma menguasai keduanya. Pagi ini mereka bertemu di kampus. Sementara Jowan sedang membuka lockernya ketika Emma menatap kesal ke arahnya. Tangan Jowan gemetar, dan Emma menyilangkan tangan di dada.
Wanita itu menghampiri Jowan, memasang kesinisan di wajahnya. Seketika ekor kepalanya ikut melambai-lambai.
"Jowan," sapanya. Sepasang bibiranya terkatup lalu saling bergesekan.
Jowan menoleh ke arah Emma. Getaran tubuhnya tak henti-hentinya memperburuk suasana. "Maafkan aku E-Emma. Kau sudah memaafkanku kan? Kita bisa memulai lagi dari awal?"
Emma melemparkan secuil senyum sembari itu menceraikan lipatan tangannya, lalu menengadahkan tangan kanannya ke hadapan Jowan. "Kembalikan uangku Jowan."
"Ha?"
"Kembalikan uangku." Lagi dia meminta, seperti pengemis arogan.
Jowan terdiam untuk beberapa detik, menerka-nerka ucapan Emma. "Aku tak bisa!" seru Jowan.
"Kalau begitu, kau berhutang padaku." Emma melipat lagi tangannya di dada. Menampikkan kesan arogan pada wajahnya.
"Kau mempermainkanku?" Jowan mengerutkan alisnya, rasanya sedang tertindas oleh sesuatu.
"Kau yang mempermainkanku, kau tidak bisa melakukan tugasmu dengan baik."
"Aku tidak mempermainkanmu. Itu hanya kesalahan. Dan aku sudah meminta maaf padamu." Jowan membela dirinya.
"Aku sia-sia membayarmu."
"Apa ini sifat aslimu? Kau egois!" Jowan membanting pintu lockernya keras-keras hingga beberapa mahasiswa lainnya menoleh ke arahnya. "Jangan-jangan kau juga melakukan ini kepada Nick, sampai dia berurai air mata seperti itu."
"Jangan bawa-bawa Nick," ujar Emma. "Jika kau tak melakukan kesalahan, aku tak akan seperti ini."
"Aku tak bisa mengembalikan uangmu!" Jowan menarik langkahnya dan memunggungi Emma. Ia melenggang ke arah kelasnya sembari memeluk beberapa buku mata kuliah. Wajahnya muram, ia sungguh kecewa dengan sikap Emma, ia sangat kesal diperlakukan seperti ini.
Sementara itu Emma hanya bisa bergeming dan memicingkan matanya, menatap sayup-sayup langkah demi langkah pria berbadan pendek itu. Hatinya bimbang, apakah pria itu masih bisa diandalkan atau lebih baik disingkirkan saja?
•
•
•
•
Play List
Taeyeon - Fine
•
•
•
Terimakasih sudah membaca,
Jangan lupa taburi bintang agar author semangat nulisnya...
KAMU SEDANG MEMBACA
Pays to Be a Love
RomanceApa jadinya bila Pria Jawa dan Wanita Eropa saling mencintai? Emma Handerson seorang mahasiswi jurusan sastra Inggris yang susah payah melupakan mantan pacarnya. Setelah hubungannya dengen Tommy Wayne renggang, ia merasa risih didekati oleh banyak p...