Jowan manatap dirinya di pantulan cermin, mengaitkan satu persatu kancingan Jaket Varsity yang membalut badannya. Kemudian menyisir rambutnya yang sudah dibaluri dengan hair condisioner. Dia berdandan begitu rapi, rambutnya mengkilau melampaui sinar lampu jika dikatakan berlebihan meski dilakukan dengan cara dibelah dua, sehingga garis rambutnya barada di tengah kepala. Ia terlalu kuno, sebab lebih terlihat bergaya retro daripada terlihat casual.
Sementara jarum jam sudah menunjukan pukul 08.00 pm. Eliza dan Emma mungkin sedang di perjalanan menuju indekos.
"Hyung, kau sungguh tak menyukai Eliza? Di cantik menurutku."
"Tidak," kata Jae-yong. Ia terduduk di tepian ranjang, memandangi Dirman yang tengah bersilah dan berkata-kata lirih di pojokan kamar -berdzikir-.
Karena hari ini Jowan akan menonton konser Kpop, ia lantas membiarkan rambutnya terurai ke bawah membentuk tirai seperti gaya rambut ala-ala idol Kpop. "Kau bilang semua wanita Eropa cantik di matamu. Eliza sangat cantik, kenapa tak kau sikat saja? Apakah kau sekarang menjadi orang yang tidak normal?"
Jae-yong merajuk kesal dengan pertanyaan-pertanyaan Jowan. Ia melengok ke arah dinding. "Kau tak tau bagaimana sifatnya?" tanyanya. "Dia cantik, tapi aku tak suka kelakuannya." Sementara untuk gaya rambutnya, ia tak pernah melakukan modivikasi apapun. Rambutnya selalu terurai ke bawah tanpa ia sentuh sedikitpun.
"Tapi dia perhatian kepadamu."
"Berhenti membicarakannya!"
"Okey." Jowan berbalik membelakangi cermin. Ditaruhnya sisir itu di atas meja rias. "Aku sudah tampan?"
Jae-yong manautkan pandangannya ke arah Jowan. Jaket Varsity hitam-cokelat berbahan leather, t-shirt abu-abu yang muncul secuil di bawah lehernya, jeans abu-abu, serta beberapa aksesoris yang menempel di badan Jowan seperti jam tangan dan snapback. "Biasa saja," gumam Jae-yong datar. "Tapi sudah mendingan."
Jowan mendengus. "Ah kau ini tidak pernah sekalipun mengatakan aku 'tampan'."
Tatapan Jowan salfok ke arah Jaket Varsity itu. "Ngomong-ngomong, itu jaket barumu?"
"Ya. Aku membelinya tepat setelah mendapat gaji pertamaku dari Emma."
"Beruntungnya..." Jae-yong mengurut dada. Ia lantas menatap jaket jeansnya yang hampir lapuk dimakan waktu, lalu menepuk atom-atom yang menempel lekat di lengan jaketnya. "Bagaimana kau menemukan wanita sedermawan Emma?"
"Menemukan?" Jowan mengangkat dua alisnya, menarik langkahnya ke arah Jae-yong. Sementara rambutnya yang terurai ke bawah melambai-lambai mengkuti hentakan kakinya. "Aku bahkan dicari." Ia terkekeh.
"Ahhhh!" Jae-yong berdesis resah.
Sementara itu dua wanita tengah menaiki Lamborgini silver, Emma dan Eliza menuju indekos yang dihuni Jowan untuk menjemput dua pria Asia itu. Eliza berjoget ria di pangkuan jok, menikmati lagu Mr. Simple - Super Junior. Emma yang mengenderai mobil itu, kepalanya agak senat-senut mendengarkan laju musiknya yang... ahhh meski sudah berAC, ia merasa gerah.
Lagu berganti menjadi ballad. Miracle In December - EXO menghantarkan kesyahduan di dalam mobil itu, membuat Eliza bersandar tenang dan Emma bernapas lega setelah goyangan-goyangan tak tentu arah itu redup dari setelan badan Eliza.
Wajah Eliza menjadi sendu, menghayati tarikan-tarikan vocal dari 3 main vocalis EXO itu, hampir saja menitikan air mata. Emma hanya menggelengkan kepala. Manusia aneh itu seperti bunglon yang berubah wujud ketika vibe lagunya berubah.
Hingga di penghujung lagu, Eliza tak tahan membendung air matanya. Ia menangis sesenggukan. Ingusnya hampir menyentuh garis bibir sebelum akhirnya disedot lagi ke dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pays to Be a Love
RomanceApa jadinya bila Pria Jawa dan Wanita Eropa saling mencintai? Emma Handerson seorang mahasiswi jurusan sastra Inggris yang susah payah melupakan mantan pacarnya. Setelah hubungannya dengen Tommy Wayne renggang, ia merasa risih didekati oleh banyak p...