Seseorang mengetuk-ngetuk pintu depan, Jowan masih menautkan tatapannya pada lembaran novel di pangkuannya dan mengacuhkan suara ketukan itu yang ia terka adalah Dirman yang sedang iseng saja. Karena seringkali anak Surabaya itu melakukan tipu daya kekanak-kanakan dan seringnya membuat Jowan geram, maka tak mau lagi Jowan tertipu, sudah muak dengan kelakuannya.
Pada tatapannya di paragraf pertama pada halaman novel yang baru saja dibuka, dering ponsel Jowan berbunyi memunculkan nama Emma di layar ponselnya. Jowan beralih menatap layar ponsel dengan kerutan di dahi. Ia membuka sebuah pesan dari Emma. "Kau ada di Rumah? Aku menunggumu di depan dan sudah beberapa kali mengetuk pintu." Tulisnya.
"Aku akan membuka pintu." Balas Jowan.
Jowan menutup lembaran novelnya dan meletakannya di meja belajar. Ia lantas berderap ke arah pintu dan jika yang muncul adalah wajah Dirman, ia tak akan segan-segan memukulnya. Baru untuk beberapa langkah, ia teringat sesuatu, Dirman dan Ratna sedang pergi bersama dalam agenda kencan 'mengelilingi kota London' yang dikiranya luas kota ini hanya sepekarangan rumah barangkali. Maka, sudah dipastikan itulah Emma yang mengetuk-etuk pintu.
Jowan memutar gagang pintu itu. Pertama-tama sinar matahari pagi mencuat dari sela-sela pintu, lalu setalahnya terlihatlah Emma yang tengah berdiri sumringah mengenakan bandana hitam di kepala, kaos putih dibalut kardigan hitam, serta rok mini hitam.
"Kau mau ke mana?" tanya Jowan sambil menyandarkan badannya di gawang pintu. Sepasang tangannya sengaja dilipatkan di dada dan pandangannya agak dilemparkam sembarang sebab riskan melihat style Emma yang agak menghemat kain di bagian pahanya.
"Tidakkah kau ingin mengajakku jalan-jalan?" tanya Emma dengan gaya centilnya. Tangan kanannya tahu-tahu sudah disandarkan di pundak Jowan, dan hembusan napasnya terdengar jelas. "Hari minggu libur kan?"
"Ya," kata Jowan.
"Ayo kita jalan-jalan." Tangan Emma berangsut-angsut menggenggam tangan kiri Jowan. Ia melemparkan senyum menggoda.
Semantara Jowan belakangan ini pintar memanfaatkan momentum. Otaknya berjalan lancar tatkala sesuatu yang berhubungan dengan isi dompet menerobos di kepalanya. "Oke," gumamnya. "Jadi jika hari minggu ini aku berkencan denganmu, ini dihitung lembur kan? Dan gajiku naik beberapa persen."
Seketika mimik wajah Emma berubah 180 derajat, tampak ada sisi murka dari wajahnya. "Kau ini!" Ia menarik tangannya lalu tak lama setelah itu, ia mencubit tangan Jowan geram.
Jowan mengerang kesakitan sambil terus mengoceh. "Bukannya hari minggu aku harus libur dari pekerjaanku Boss?"
"Kau benar-benar terobsesi dengan uang," ujar Emma sambil menghela. "Berhenti bermain-main. Ayo kita pergi, ada sesuatu yang ingin kubicarakan."
Jowan mengangkat sepasang alisnya, berekspresi penuh tanya. "Bicara tentang apa?" tanyanya. "Kontrak pacaran kita?"
"Bukan!"
"Lalu?"
"Cepat ganti baju, dan kita akan membicarakannya nanti."
Jowan berderap ke arah kamar dan segara berganti baju, sementara jantung Emma berdetak kencang setelah susah payah menutupi rasa gugupnya di hadapan Jowan. Ia bersandar di gawang pintu sambil mulutnya berkomat-kamit menyusun susunan kosakata yang tepat apabila arah obrolannya nanti benar-benar tertuju sesuai rencana. Seperti wanita pada umumnya, tentu saja ia akan memberikan kode ketertarikannya melalui apa saja alih-alih berbicara secara terang-terangan.
***
"Jo...." gumam Emma membuka suara setelah beberapa menit saling hening setelah masuk ke dalam area Green Park. Lengan Emma bergerak masuk ke sela-sela lengan dan pinggang Jowan agar bisa merangkulnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pays to Be a Love
RomanceApa jadinya bila Pria Jawa dan Wanita Eropa saling mencintai? Emma Handerson seorang mahasiswi jurusan sastra Inggris yang susah payah melupakan mantan pacarnya. Setelah hubungannya dengen Tommy Wayne renggang, ia merasa risih didekati oleh banyak p...