Bab 6

137 12 2
                                    

Sore itu di kota London, burung-burung merpati masih aktif beterbangan menghiasi kota itu. Barangkali itu juga yang menjadi penghias untuk langit-langit yang telah melukis coraknya sendiri dengan awan-awannya. Sementara di ufuk barat sana, matahari mulai tenggelam meningalkan garis-garis jingga hingga membias sampai ke jumantara pada rusuk-rusuk gedung kota.

Tak terkecuali pada gedung-gedung kecil yang tak sanggup mencakar langit, Jowan membuka sebuah pintu minimarket itu, manarik langkahnya mengitari ruangan berisi berbagai ragam barang dan makanan, minimarket itulah bangunan kecil yang dimaksud tak sanggup mencakar langit.

Jowan menelan ludah mengindahkan pandangannya pada jajanan di rak itu, mereka tampak lezat. Ia menghindarkan pandangannya, berusaha menahan hasratnya. Meski lidahnya tergoda, tapi dompetnya tetap saja meronta-ronta sampai Jowan tak sanggup melihatnya. Jika saja dompet itu terdengar teriakannya, akan disumpal mulutnya dengan tisu, bukan uang!

Sebuah roti tawar mengalihkan padangan Jowan, mengamati lamat-lamat bingkisan plastiknya. Apa itu roti tawar yang biasa kubeli? Ia menarik sebungkus roti tawar itu dan satu toples kecil selai cokelat. Sebungkus roti tawar itu setidaknya bisa meredam rasa laparnya untuk beberapa hari. Ia memandang langit-langit, derainya berambai-ambai di kelopak mata, di luar sana ada yang lebih berat hidupnya. Krisis keuangan di negara Eropa belum seberapa, masih ada yang bahkan menjadi gelandangan di terotoar jalan.

"Tuan, apa di sini ada lowongan pekerjaan?" tanya Jowan kepada kasir ketika hendak membayar barangnya. Dengan perasaan yang berharap-harap.

"Maaf, belum menerima pekerja baru." Kalimat itu manambah buruk moodnya. Mengikis sedikit dari sebagian benteng kesabarannya.

"Oh terimakasih." Jowan menarik barangnya, memasukannya ke dalam tas. Menghela napas kecewa, ia gagal lagi.

Dengan wajah yang kusut itu, ia keluar dari minimarket. Semangatnya pudar seketika. Mau keliling berapa kali lagi? dia sungguh lelah, di kota sebesar London benar-benar tak ada lowongan pekerjaan untuknya.

Jessy! Kenapa dia baru terfikirkan tentang Jessy?! Teman SMP.nya yang kini berkuliah di Universitas London. Kabarnya, ia bekerja di sebuah minimarket sekitar kampusnya. Barangkali di sana ada lowongan pekerjaan. Tidak ada salahnya ia menanyakan hal itu, meski sudah lama sekali tidak menghubungi temannya itu.

Fecebook

Hi Jessy.
Apa kabar?

Hallo Jowanto.
I'm fine. How are yau?

I'm fine too.

Good!

I want to ask.

Bertanya tentang apa?

Aku sedang kesusahan.
Orangtuaku tidak bisa mengirimi
uang untuk dua bulan ke depan.
Aku butuh pemasukan.
Is thera a job vacancy at your place?
Or at least you have information
about other job vacancies?

I'm sorry Jowan.
Tempatku belum menerima
pekerja baru. Tapi jika ada
informasi tentang JobVacancy
di tempatku, aku akan segera
mengabarimu.

I'm so sorry.

No problem.
Thanks.
Have a nice day.

Too:)

Jowan menghela napas lagi, berjalan sempoyongan di terotoar kota London. Syalnya yang basah karena untuk menyeka air matanya, kini dikibaskan ke belakang melingkari lehernya dengan hangat. Orang-orang bemata biru berlalu lalang melewatinya, dengan senyuman memancar. Mereka tampak begitu bahagia, tapi entahlah di dalam hatinya. Manusia terlalu pandai menyembunyikan kepedihan.

Pays to Be a LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang