Bab 1

875 33 0
                                    

Kota London hari itu cerah, hanya terdengar bunyi khalifah-khalifah angin berembus di beberapa sudut kampus. Burung-burung merpati yang dikerahkan untuk memantau langit kota mengepakkan sayapnya dan hinggap di atap-atap rumah dengan asyiknya. Awan-awan tampak bersahabat membentuk dirinya sendiri menyerupai apa yang mereka suka, meski langit tidak terlalu membiru. Sebab itu, orang-orang tersenyum melakukan aktivitasnya tanpa mengkhawatirkan cuaca siang itu, tak terkecuali pria Jawa itu yang bernama Jowanto.

Ia masuk, menyusuri lorong perpustakaan sembari menengok kanan kiri untuk mencari deretan buku fiksi. Tak ada yang buruk darinya, perilakunya baik, wajahnya lumayan tampan, badannya tidak terlalu kurus, hanya saja tingginya tak terlalu ideal jika hidup di daratan Eropa. Tidak pendek, hanya saja ya bukan idaman para wanita Eropa.

Sebuah rak buku bertuliskan 'collection of fiction books' membuat langkahnya terhenti. Ia lantas mendekati rak tersebut dengan mata berbinar, ia sungguh rindu membaca sebuah novel. Ditariknya satu persatu buku-buku yang berderet di rak buku itu, perlahan dan pasti sebab ia tak mau ceroboh merusak fasilitas kampus.

Salah satu judul buku di rak lemari itu membuat dirinya bergeming. "This Earth of Mankind karya Pramoedya Ananta Toer," gumam Jowan dalam hati. Buku karya anak bangsa terpampang di perpustakaan universitas ternama di London, yakni Imperial College London.

Jowan tersenyum melihatnya. "Membanggakan," ujarnya.

Tak sampai habis  dibaca satu paragraf pada halaman satu novel, suara seorang wanita terdengar menyapa.

"Hai," suara seorang wanita dari arah belakang menggema di telinganya. Namun ia tak menghiraukan suara itu, pandangannya terpaku sibuk membaca bab pertama dari novel This Earth of Mankind.

"Aku sedang mencari buku itu untuk tugas sastraku, boleh aku pinjam buku yang kau pegang," ujar wanita berambut pirang dengan aksen british yang kental. Ia menatap buku fiksi yang tengah dipegang Jowan.

Lantaran merasa terganggu, Jowan membalikan badan lalu menatap wanita itu dengan wajah berbinar, ia tak jadi bermuram durja, malah sebaliknya. Wanita itu bermata hijau, rambut pirang berkuncir kuda, hidung mancung, wajah tirus, kulit putih, serta badan langsing dengan setelan kaos putih dan celana jeans cokelat membuat Jowan mematung memandang di hadapannya. Baru kali ini ia melihat bidadari Eropa, ternyata tak kalah cantiknya dengan bidadari Jawa, tentu saja.

"Jangan tatap aku seperti itu," gumam wanita itu dengan tatapan risih.

Jowan berdeham. Ia sedikit melempar senyum lalu menyodongkan buku itu ke hadapannya. "Maaf. Semangat mengerjakan tugas," ujar Jowan.

"Terimakasih."

Wanita itu pergi meninggalkan Jowan yang masih bergeming menatap langkahnya. "Bidadari Eropa ternyata tidak terbang," gumamnya dengan lekukan senyum di pipi.

Di sepertiga lorong perpustakaan itu, bidadari eropa itu berbelok arah dengan gesit hingga rambut panjangnya itu menjuntai ke kanan kiri. Jowan yang sudah terjebak dalam khayalannya, masih mamatung di tengah lorong dengan senyuman yang tidak bisa terduga; kadang melebar dan kadang menciut. Matanya masih menangkap bayang-bayang bidadari eropa yang sedang tersenyum menatapnya, padahal itu hanya imajinasinya.

"Hai Jowanto!" Jae-yong sekonyong-konyong menepuk pundak Jowan. Pria Jawa itu lantas tersadar dari lamunannya.

"Kau menghalangi jalan ini," ujar Jae-yong.

"Aku baru saja melihat bidadari Eropa," ujar Jowan dengan suara yang dibuat-buat, mirip dengan suara anak-anak. "Kenapa kau mengganggu pandanganku?"

"Hai orang gila, ayo pergi ke kantin!" Jae-yong menarik lengan Jowan.

~●¤●~

Pays to Be a LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang