Bab 25

61 6 0
                                    

"Besok ayah akan diangkat menjadi CEO di perusahaan." Tn. Wang Handerson-Ayahanda Emma- menyendok pudding di hadapannya. Ia tersenyum memandangi dua anaknya yang duduk menikmati sajian restaurant.

Pada malam minggu ini, keluarga Handerson -kecuali ibunya- mengadakan makan malam di restaurant. Moment yang jarang ini bagi Emma sangatlah berharga. Mereka jarang sekali berkumpul sebab kesibukan masing-masing. Meski kerap bernapas dalam satu atap, tapi rasanya keluarga mereka jauh dari keterikatan. Mereka jarang memainkan obrolan di ruang keluarga, apalagi sampai mencurahkan isi hati masing-masing.

"Sungguh?" Jimie agak membelalak terkejut sembari mengunyah pudding bronis di mulutnya. Pudding di dalam mulutnya itu ia telan utuh-utuh.

"Ya," kata Tn. Wang. "Ayah akan mengadakan pesta pada malam setelah pengangkatan pangkat menjadi CEO. Kalian harus bangga dan menikmatinya."

"Ya kami bangga," sahut Emma. "Tapi setelah ini pasti ayah akan lebih sibuk."

"Ya," Tn. Wang memindai ke arah Emma, memasang wajah ramah agar tidak semakin membekukan perasaan putrinya. "Emma. Kau harus bergandengan tangan dengan Frank nanti di pesta perayaan ayah."

"Lebih baik tidak hadir daripada harus bergandengan dengan Frank," ujar Emma seraya bersungut-sungut.

"Sekarang ayah tidak bisa memaksamu. Kau cukup keras kepala. Ya setidaknya kau bisa membawa teman pasanganmu ke pesta ayah."

Jimie seketika tergelak. Spontan tatapannya meledek ke arah Emma. "Dia sudah punya pasangan Ayah... yang jauh lebih buruk dari Tommy."

Tn. Wang mengangkat kedua alisnya, terkesiap. Dalam reflek gestur naturalnya, ia membusungkan dadanya sembari berekspresi terkejut. "Sungguh?"

"Namanya Jowan, orang Indonesia." Jimie tak berhenti terkekeh, kesannya menghina Jowan dari belakang.

Sementara Emma hanya terdiam sembari memainkan sendok dan garpu di atas piring. Geram dengan kelakuan kakaknya. Ia mulai jengah lagi atas pengaduannya. Tawanya seperti suara toa bobrok yang ingin segera dirongsokan. Detik ini ia gondok sekali duduk di sampingnya.

"Kalau begitu ajak saja. Ayah ingin melihatnya."

"Ya harus ayah," tanggap Jimie. "Dia anak dari juragan kentang."

"Ayah harus melihatnya."

Dari sini, mental Emma mulai tertekan. Ia ripuh, tangannya memilin-milin gemas gagang sendoknya yang kukuh itu. Bagaimanapun hubungannya dengan Jowan sedang renggang. Tapi siapa lagi yang harus dicarinya selain pria Jawa itu? Jowa  satu-satunya pria yang cukup mudah dipengaruhi dan yaa cukup menarik di mata Emma, meski ia masih kecewa dengan sikap lugunya.

Emma ripuh lagi. Ia harus mencari cara jitu untuk membujuk pria Jawa itu. Ia harus mengajaknya pergi ke pesta perayaan ayahnya. Lagi pula tidak ada pilihan lain selain Jowan. Memangnya dia mau dengan Nick? Menyentuhnya saja tidak sudi.

***

Jowan yang sedang membuka pintu lokernya hendak menyimpan buku-buku mata kuliahnya tiba-tiba dikejutkan dengan kedatangan Nick yang tanpa basa-basi tahu-tahu menutup paksa loker Jowan keras-keras. Semulanya dia berderap dari tangga lantai satu dan berjalan cepat menghadap Jowan.

Jowan terperanjat dan setengah kakinya meloncat dari dasar lantai, sementara itu Nick memasang ekspresi gahar. Alisnya yang tebal dan sengaja ditajamkan mengalihkan kilauan tajam dari hasil pantulan cahaya kepala plontosnya.

Jowan menghela napas sambari mengusap-usap dadanya. Ia merajuk. "Kau mengagetkanku." Tatapannya ditajamkan sedemikian rupa meski justru terkesan lucu di mata pria sekekar Nick. "Maumu apa?"

Pays to Be a LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang