Bab 29

51 5 0
                                    

Jowan yang baru saja tiba di halaman tempat tinggalnya dikejutkan dengan keberadaan mobil Lamborghini berwarna hitam pekat di hadapannya. Bukan karena ia jarang melihat mobil sekeren itu, tapi keterkejutannya juga disebabkan tatkala Emma yang ternyata ada di dalam mobil itu mencuat dari balik kaca mobil. 

"Hai," sapa Emma. Ia membuka pintu depan Lamborghini itu dan keluar dari mobil dengan gerakan menggoda, nampak seperti gaya-gaya   paddock girl dengan atasan kuning dan rok mini hitam.

"Kau mau ke mana?" tanya Jowan.

"Mengantarkan mobil ini. Nanti malam kau harus berangkat dengan mobil ini."

Jowan tergemap. Wajahnya berubah menjadi pucat pasi dan seketika pikirannya ripuh. Ia tak menyangka Emma akan meminjamkan mobil sekeren dan semewah ini. Ia hanya khawatir, apakah Jae-yong bisa mengemudinya? Ia bahkan jarang sekali melihat hyung mengendarai mobil, Jae-yong lebih sering berjalan kaki dan bersepeda ketika sepedanya belum ia jual.

"Kenapa yang sekeren ini? Kenapa tidak yang biasa saja?"

"Kau tahu ayahku?" Emma mendorong pelan bahu Jowan, tatapannya arogan. "Dia ingin melihatmu sempurna."

Jowan menghela napas, kesal. "Merepotkan sekali!"

"Kau harus melakukan yang terbaik."

Malamnya, tindakan semaunya Emma membuat Jowan dan Jae-yong saling menciptakan kegaduhan di ruang tengah. Mereka berdebat ripuh perihal pemberangkatan ke pesta ayah Emma. Jowan bersikeras agar Jae-yong mengemudi Lamborghini yang diamanahkan Emma, sementara Jae-yong menolaknya kerena ingin berangkat dengan sepeda baru yang tiga jam lalu dibelikan Eliza, di lain sisi ia tak berani mengendarai supercar.

"Kau harus membantuku hyung," Jowan memohon-mohon seperti anak kecil yang tengah menangis-nangis meminta jajan. Tangannya mendekap erat lutut Jae-yong agar temannya itu tak bisa berkutik sedikit pun.

"Aku ingin naik sepeda!" hardik Jae-yong.

Sekonyong-konyong Jowan mencubit paha Jae-yong keras-keras, lalu menghadap Jae-yong dengan tatapan tajam melotot. Hidung lancip mereka bahkan hampir bersentuhan. "Kau lupa hyung?!" ujarnya. "Kau lupa bagaimana aku merasa sangat bosan ketika menemanimu nonton konser kpop. Sementara kau berteriak-tariak seperti orang bodoh. Kau benar-benar tak mau berbalas budi padaku?!"

Jae-yong menarik telinga Jowan sekali, sampai Jowan mengerang kesakitan. "Kau mengatai aku bodoh?" tatapannya murka.

"Tolonglah aku hyung." Jowan kembali memohon-mohon, dua telapak tangannya bahkan disatukan menyerupai emoji high-five. Ia benar memohon dengan sangat.

"Tapi aku benar-benar tak berani. Mengemudi supercar bukan perkara mudah bagiku yang jarang mengemudi mobil."

"Kau bohong!" gertak Jowan.

"Sungguh."

"Bilang saja kau ingin berangkat naik sepeda."

"Ya memang dari tadi aku sudah bilang seperti itu."

"Aku akan membayarmu 300 poundsterling jika kau mau jadi kemudinya."

"Lebih baik tidak usah daripada terjadi yang tidak-tidak."

Tiba-tiba Dirman menerobos keluar dari ruang kamar. Ia mengacung-ngacungkan diri dengan telunjuk kanannya sembari cengengesan. Namun dua orang di hadapannya -Jowan & Jae-yong- tampak mengabaikan orang gila ini. Sikap anehnya itu bagi Jowan adalah hal biasa, sudah makanan sehari-hari bagi Jowan melihat tingkah absurd Dirman. "Aku saja, aku saja!" seru Dirman.

"Aku harus berangkat dengan apa?" tanya Jowan ke arah Jae-yong.

"Ayo boncengan denganku."

"Aku bisa mengendarai Lamborghini," ucap Dirman mengejutkan seisi ruangan. "Aku akan menjadi supirmu jika kau mau," ia menghadap Jowan dengan rona-rona cengengesan, dan tampak meragukan jika dilihat dari tampangnya. Wajahnya bukanlah tipe-tipe orang yang cocok mengendarai Lamborghini. Mohon maaf jika ini dibilang rasis, tapi sungguh dia akan mengejutkan jika bisa mengendarai Lamborghini. Dan kemunculannya itu, barangkali karena mendengar 300 Pounds dari mulut Jowan.

"Aku tidak bercanda!" cerocos Jowan, ludahnya hampir muncrat ke arah Dirman.

"Kalian tidak tahu, sahabat-sahabatku di Jawa adalah orang-orang kaya yang punya mobil banyak. Aku juga kaya, tapi Lamborghini bukan levelku lagi, aku ingin beli Ferrari suatu hari nanti," cetus Dirman dengan tampang-tampang jemawa yang sama sakali jarang diperlihatkan olehnya.

"Sudah kubilang, aku sedang tidak bercanda!" cerocos Jowan lagi sembari meraih kontak mobil di atas meja, sementara Jae-yong nampak bergeming sebab melihatnya tidak ada tanda-tanda kebohongan dari ekspresi wajah Dirman. Sedikitnya ia terkejut jika ucapannya benar.

"Lihat ini." Dirman menunjukan foto dirinya tengah tersenyum merekah di layar ponsel sembari terduduk di jok kemudi Lamborghini berwarna merah.

Jowan dan Jae-yong beringsut menyaksikan foto yang Dirman tunjukan. Keduanya kompak melongo terheran-heran.

"Ah.. kalian pasti sering memandang orang lain dengan sebelah mata." Dirman mengucapkannya sembari menutup mata kanannya dengan tangan, dan tawa-tawa garingnya tak terlewatkan.

"Kau pasti hanya sok sok bergaya, padahal tidak mengemudinya," ujar Jowan.

"Kalau kau tidak percaya, ya sudah."

Dirman membalikan badan hendak masuk lagi ke kamar, namun Jowan menarik ujung bawah bajunya sampai Dirman tak berkutik lagi. "Tunggu," kata Jowan.

Dirman membalikan badan lagi, lalu menyeringai yang membuat Jowan agak malas membalas tatapannya. "250 poundsterling saja, lebih murah dari Si Pria Korea bodoh ini." Ia menengadahkan tangannya, dan tingkahnya itu cukup membuat kesal Jowan. Sementara Jae-yong hanya menahan kelu lidahnya, merasa kalah pamor dari Dirman.

"Nih!" Jowan memberikan selembaran uang 250 Poundsterling ke arah Dirman. "Awas kalau sampai kecelakaan."

Malam itu juga Dirman menjadi supir pribadi Jowan. Karena tak punya jas meski mengaku-ngaku orang kaya, akhirnya Dirman meminjam jas milik Jowan yang bermotif kulit harimau. Itu cocok sekali untuk Dirman, wajahnya sangat singkron dipadukan dengan jas harimau, ia benar-benar seperti penjaga hutan yang kebetulan hendak pergi ke pesta. Mungkin itu alasan kenapa Jowan tertarik dengan jas bermotif kulit harimau itu, karena pada akhirnya Dirman ditakdirkan menjadi supirnya dan ia mengenakan jas itu, meski Jowan harus repot-repot membayarnya padahal tempat pestanya tidak terlalu jauh. Sebenarnya dia teman macam apa?

Sementara Jae-yong benar-benar pergi menggunakan sepeda barunya. Sepeda yang dibelikan Eliza terbilang modern sebab ada sabuah lampu untuk penerang jalan saat mengendarainya dan bisa dilipat-lipat di bagian-bagian tertentu pada rusuk-rusuk sepeda, harganya mungkin sangat mahal. Ia mengayuh sepeda itu dengan semangat sembari mangaitkan headset di telinga mendengarkan lagu-lagu girlgrup kesukaannya -SNSD-, ia melintasi jalanan kota Londan yang mulai sepi oleh lalu lalang manusia.

Song Jae-yong belum sesungguhnya mencintai Eliza. Entah itu kapan terjadi, perasaan memang tidak bisa dipaksakan. Sepeda mahal yang sedang dikayuhnya tidak dapat dipungkiri menjadi beban untuknya, meski ia tetap bahagia mendapatkan hadiah sekeren itu.

Meski begitu, ia tetap ingin melihat Eliza tersenyum. Jika dia tidak bisa mencintainya, setidaknya ia bisa membuat Eliza bahagia dengan apapun yang bisa Jae-yong lakukan. Seperti yang saat ini tengah ia lakukan. Pada toko bunga yang masih open, ia berhenti di depannya membeli satu buket bunga yang terdiri berbagai macam jenis bunga di dalamnya. Ia akan memberikan buket itu pada Eliza di acara pesta nanti, ia harap ini akan membuat Eliza tersenyum-senyum di hadapannya.





Play List
EXO - Miracle in December



Terimakasih sudah membaca,
Jangan lupa taburi bintang agar author semangat nulisnya..






Pays to Be a LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang