"Berhenti nangis ntar lo keliatan tambah jelek."
Syila yang berusaha menyudahi tangisnya seketika dibuat kesal dengan omongan Arlan. Tangannya memukul dada laki-laki itu cukup keras.
"Arlann..." Rengek Syila sebal.
Arlan menegakkan badan Syila. "Serius, muka lo merah kaya tomat terus ingus lo kemana-mana." Ejek Arlan dengan telunjuk yang mengarah ke wajah Syila.
Syila langsung membalikkan badannya begitu membayangkan apa yang Arlan ucapkan. Ia cepat mengusap wajahnya, namun gerak tangannya dihentikan Arlan.
Arlan membalikkan badan Syila kembali "Nih." Tangannya menyerahkan sebuah sapu tangan.
"Makasih." Langsung saja Syila menggunakannya.
"Udah selesai? Malu-maluin banget lo nangis di pinggir jalan." Ucap Arlan begitu melihat wajah Syila yang sudah bebas dari bekas air mata.
Syila tak ingin menjawab tapi tangannya mencubit lengan Arlan dengan bibir yang dicebikkan. Kaki Syila melangkah terlebih dahulu. Memang benar yang dikatakan Arlan, menangis di pinggir jalan sungguh memalukan.
"Pake." Kedua tangan Arlan menyelimuti Syila dengan jaketnya dari belakang.
Syila mengambil kedua ujung jaket tersebut. "Makasi." Rasanya menjadi lebih hangat.
Mereka berdua mulai berjalan beriringan. Tanpa sengaja, ekor mata Syila mendapati Arlan memperhatikannya.
"Jangan liatin gue, gue lagi jelek." Titah Syila, ia yakin matanya pasti sembab dengan hidung yang merah, sungguh bukan sesuatu yang indah dilihat.
"Emang." Jawab Arlan enteng.
Jleb..
Wajah Syila langsung berubah masam. Kakinya melangkah lebih cepat. Begitu memasuki halaman depan, Syila bergegas membuka pintu lalu melenggang masuk ke dalam rumah.
Disaat kaki Syila menapak lantai kamarnya, ia bergegas ke arah kasur, merebahkan badannya. Menangis membuat tubuhnya terasa sedikit lemas, bersamaan dengan matanya yang masih terasa perih. Perlahan Syila menutup mata disaat ia bahkan belum mengganti pakaiannya.
...
Mata Syila mengerjap menyesuaikan terangnya lampu di kamar. Begitu bangun perut Syila langsung berbunyi keras, menandakan perutnya perlu diisi dengan makanan. Syila mengambil handphonenya di atas meja. Layar handphonenya menunjukkan pukul 00.30 malam dan ia sama sekali belum mengisi perutnya sejak sore. Syila bergegas mengganti bajunya dengan baju yang lebih nyaman lalu turun ke bawah.
Begitu sampai di dapur, Syila membuka pintu kulkas dan matanya langsung tertuju pada jejeran telur.
"Kita masak telur dadar aja kali ya." Syila mengambil satu buah telur dan mulai meraciknya. Tangannya mengambil teflon di rak atas lalu mulai memasak.
"Ekhmm." Suara seseorang. Ternyata tanpa Syila sadari, seorang laki-laki telah berdiri sejak tadi tepat di belakangnya hanya berjarak beberapa kepalan tangan.
Syila hendak berteriak namun ia ingat kondisi akhirnya ia memilih untuk menahannya. "Arlan, lo tu ngagetin aja sih." Keluh Syila.
Bukannya menjauh setelah membuat Syila kaget, Arlan tetap di posisi bahkan meletakkan satu tangannya di samping atas meja dan mengamati Syila dari belakang. Ia dapat melihat wajah Syila yang fokus menggoreng.
"Masak apa lo?" Tanyanya dengan suara serak khas orang bangun tidur.
Fokus Syila, fokus....
Sialnya ia justru dapat merasakan sesuatu berdebar di dalam sana. Ia menjawab pertanyaan Arlan dengan gugup. "Telur dadar, lo ngapain ke dapur malam-malam?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Romansa Remaja Satu Atap (END)
Teen FictionBagaimana ketika Syila ditemukan takdir bahwa ia harus tinggal satu atap dengan seorang laki-laki yang ternyata juga most wanted di sekolah baru nya nanti. Jika kalian berpikir karena hamil? Tenang, bukan itu alasannya. Alasannya sederhana yang memb...