Yuk jangan jadi silent readers ;)
1 vote kamu berarti sejuta bagi penulis❤Syila dengan kesal mengambil satu kursi untuk dia naiki menggapai rak bagian atas. Setelah Syila mendapatkan bukunya, ia menduduki kursi ke-lima setelah kursi Arlan, sengaja memberi jarak.
Matanya mulai membaca kalimat per kalimat dalam buku untuk mencari bahan tugas.
Tak lama, dari samping Syila dapat merasakan pergerakan seseorang. Arlan memindahkan bokongnya ke kursi di sebelahnya, entah untuk tujuan apa. Tidak berhenti disana, laki-laki itu kian menggeser duduknya hingga tak ada kursi yang tersisa di antara dia dan Syila.
Hal tersebut sontak mengganggu konsentrasi Syila. Tanganya berinisiatif untuk menggerakkan kursi ke kanan, membuat jarak lagi. Saat ini tidak ada wkatu berdekatan, terutama dengan spesies mahluk seperti Arlan.
"Nggak usah jauh-jauh." Arlan menarik kursi Syila kembali ke posisi semula bahkan lebih dekat.
"Ehhh..." Seru Syila kecil, terkejut dengan tarikan yang tiba-tiba. Badannya seolah begitu ringan mau saja berpindah begitu ditarik. Kini pasrah adalah pilihan yang tepat. Jika tidak entah kapan buku ini selesai Syila baca. Lima ratus halaman novel sangat berbeda dengan lima ratus halaman buku pelajaran, dari aspek manapun.
"Tutupin gue, gue mau tidur." Pinta Arlan dengan suara berat khas orang ngantuk, setelah itu kembali menundukkan wajahnya. Kepala laki-laki itu terbenam untuk kesekian kalinya di atas lipatan tangan dengan kedua mata terpejam.
Syila tidak dapat berpikir fokus dengan Arlan yang tertidur di sampingnya. Kata-kata yang ia baca di buku juga tak lagi dapat dicerna. Syila memutuskan diam-diam menggeser badannya, namun tak berselang lama tangan kirinya tiba-tiba diambil.
Arlan pindahbmerebahkan kepalanya di lengan Syila. "Pinjem."
Tangannya yang dijadikan bantalan membuat Syila tak dapat berkutik. Sial, kenapa perutnya memunculkan gelenyar aneh. Rambut halus Arlan yang bersentuhan langsung dengan kulitnya terasa begitu baru. Ditambah meskipun matanya menatap buku di bawah, Arlan tetap masuk dalam cakupan penglihatannya.
Dan sekarang apa yang terjadi, bukannya membaca buku, perhatian Syila teralihkan ke wajah tenang Arlan. Garis wajah yang tegas, hidung yang mancung, dan bibir yang menarik. Mungkin Tuhan sedang bergembira ketika memahat wajah Arlan. Ditambah fakta bahwa laki-laki ini masuk dalam tim basket sekolah dengan kemampuan yang begitu unggul, benar-benar sasaran hati perempuan. Jika posisi Syila dapat dirasakan oleh perempuan lain, kira-kira apa yang akan mereka rasakan menjadi teman tinggal satu atap seorang Arlanio Ragabrasta. Sungguhnya benaknya jadi penasaran.
Syila kian mendekatkan wajahnya, meneliti tiap sudut wajah Arlan. Jika seperti ini, Arlan yang sebelumnya menyebalkan tak terlihat lagi, hanya Arlan dengan wajah terlelap yang menyuarakan ketenangan. Tabpa sadar jarak yang Syila buat telah melewati batas, hingga akhirnya...
"Cup.."
Bibir Syila tanpa sengaja mencium pipi Arlan. Gerakan laki-laki itu yang tiba-tiba mengangkat kepalanya membuat Syila tak sempat menjauhkan wajahnya. Tangannya yang gugup memegang rok dengan erat.
Syila buru-buru duduk dengan tegap. Ia menghadapkan badannya ke samping.
"Istirahat lagi berapa menit?" Tanya Arlan setelah memulihkan kesadarannya.
Tunggu, suara Arlan terdengar biasa saja, seolah tidak terjadi apa-apa. Bahkan laki-laki itu tak bereaksi aneh-aneh. Spekulasi positif masuk memenuhi otak Syila. Ia seketika bernafas lega setelah menyimpulkan bahwa Arlan tidak menyadari hal itu.
"Emhh lagi 5 menit istirahat." Jawab Syila tanpa membalikkan badannya. Jelas ia tahu bahwa sikapnya saat ini terlihat tak normal unruk ukuran tidak terjadi apa-apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Romansa Remaja Satu Atap (END)
Fiksi RemajaBagaimana ketika Syila ditemukan takdir bahwa ia harus tinggal satu atap dengan seorang laki-laki yang ternyata juga most wanted di sekolah baru nya nanti. Jika kalian berpikir karena hamil? Tenang, bukan itu alasannya. Alasannya sederhana yang memb...