Yuk jangan jadi silent readers ;)
1 vote kamu berarti sejuta bagi penulis❤Arlan dengan seragam sekolah yang sudah melekat di tubuhnya berjalan menuruni tangga menuju ruang makan. Matanya diedarkan ke sekeliling mencari sesuatu.
"Ma Syila mana?" Tanya Arlan setelah matanya tak menangkap keberadaan gadis tersebut. Bahkan siluet maupaun suara ecil tak terdeteksi.
"Oh nyariin Syila toh pantes aja daritadi keliatan bingung, dia masih di kamar badannya tiba-tiba panas." Jelas tante Rita dengan fokus penuh pada kegiatannya.
Arlan sontak menautkan alisnya, jangan-jangan karena udara dingin di danau. Rasa bersalah seketika menghampiri. Buru-buru Arlan memutar badannya, hendak menghampiri Syila.
"Eitss tunggu, mama bohong. Dulu aja diajak kenalan nggak mau jabat tangan sekarang baru denger sakit langsung khawatir." Ejek tante Rita mengingat kejadian di awal-awal. Anaknya bahkan tak melemparkan tatapan balik meski sesaat.
Arlan menghela nafas kecil, menatap mamanya lurus. "Ma serius."
Tante Rita menyiapkan sarapannya di atas piring. "Dia udah duluan berangkat, katanya ada tugas piket." Tukas tante Rita.
Arlan hanya ber-oh singkat lantas segera menghabiskan sarapannya. Tak butuh waktu lama semua makanan itu kini berakhir di dalam rongga perut. Beberapa menit kemudian, Arlan berjalan ke garasi dengan sebuah kunci mobil. Matanya tertoleh ke area pergelengan tangan mengecak waktu saat ini.
Sebelumnya...
Syila mulai mengerjapkan matanya perlahan. Setelah penglihatannya menjelas, Syila terkejut posisinya saat ini terbaring di dalam kamar. Seingatnya ia tadi tertidur di mobil dalam perjalanan pulang, kenapa dia sudah berganti di atas ranjangnya saja. Jangan-jangan Arlan menggendongnya, itulah yang ia pikirkan. Syila buru-buru menghilangkan segela tebakan aneh.
Kaki Syila melangkah mendekati cermin. Matanya langsung menelisik setelah menyadari sebuah sticky note tertempel di dahinya. Tangan Syila mengambil selembar kertas kecil tersebut kemudian membaca tulisan yang tertera.
"Lo berat."
"Hahh?" Syila dibuat menganga tak percaya, bahkan tak butuh waktu lama untuk mengetahui siapa dalang di baliknya. Mulurnya berdecih sinis sebeluma kembali menatap pantulan dirinya di kaca.
Tiba-tiba ia mengingat sesuatu.
Syila buru-buru menutup mulutnya saking terkejutnya. Sial, kenapa ia tadi harus bersandar di bahu Arlan tanpa alasan, ditambah lagi ia yang memulainya.
"Gue pingin tahu rasanya gimana."
"Kali ini gue kasi lo kayak gini."
"Aishhh." Syila mengacak rambutnya furstasi. Sedetik kemudian tubuhnya pindah berguling-guling di atas kasurnya, tak jelas. Wajahnya dipendam dalam-dalam menyatu dengan permukaan kasur lantaran bayang-bayang itu yang tak henti-hentinya terputar.
Setelah meliihat jam yang menunjukkan pukul 6 pagi, Syila buru-buru masuk ke kamar mandi mempersiapkan diri untuk sekolah. Hilangkanlah segela kecemasan karena itu urusan nanti.
"Nggak, gue nggak bisa liat muka Arlan hari ini." Syila memperingati dirinya dalam hati. Ia kemudian memutuskan untuk berangkat sekolah lebih awal, usahanya menghindari Arlan. Bagaimanapun juga harus ia lakukan untuk kesehatan jantungnya.
...
Kaki Syila menapak santai pelataran sekolah kala jam menunjukkan pukul 6.50, pagi sekali. Ia berjalan seorang diri di koridor sekolah. Terlihat masih banyak kelas yang kosong. Tentunya terlalu pagi bagi murid untuk datang, kasur memiliki lem alami yang mengikat rasa kantuk berkepanjangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Romansa Remaja Satu Atap (END)
Teen FictionBagaimana ketika Syila ditemukan takdir bahwa ia harus tinggal satu atap dengan seorang laki-laki yang ternyata juga most wanted di sekolah baru nya nanti. Jika kalian berpikir karena hamil? Tenang, bukan itu alasannya. Alasannya sederhana yang memb...