Part 41 "Kenyataan"

56.7K 6.6K 464
                                    

Yuk jangan jadi silent readers ;)
1 vote kamu berarti sejuta bagi penulis❤

"Shut.." Seva menyenggol lengan teman sebangkunya. "Syil, kok lo keliatan gelisah banget?" Tanyanya bisik-bisik.

Syila menunduk sedikit mendekat ke samping karena saat ini guru kimia tengah menjelaskan di depan kelas. "Ehmm..engga kok." Elak Syila, padahal memang saat ini ia tengah merasa gelisah. Raut wajahnya dengan jelas menunjukkan.

Seva hanya mengangguk dan kembali menegakkan badannya. Di sebelahnya Syila menghela nafas singkat seraya menatap Seva. Tidak, ia akan terbuka tentang masalahnya. Mereka adalah sahabatnya dan Syila tahu bahwa mereka akan memberinya dukungan.

Syila menurunkan kepalanya dan ditolehkan ke arah Seva. "Nanti istirahat gue ceritain."

Alis Seva keduanya terangkat tapi secepat otaknya dapat mencerna ia memberi tanda oke sebagai balasan. Kondisi mereka berdua tak akan baik-baik saja jika guru di depan mendapatinya.

...

Syila berjalan di tengah bersama sahabatnya menuju kantin. Otaknya masih tak kunjung melepaskan topik itu. Ia mengulum bibirnya singkat sebelum mulai berbicara.

"Jadi sebenarnya akhir-akhir ini gue emang lagi ada masalah." Jelas Syila seraa memelankan langkahnya.

Seva, Ilma, dan Rara sontak menjadi penasaran tapi mereka tak menjejalkan Syila dengan banyak pertanyaan. Mereka biarkan Syila menjelaskannya perlahan sesuai dengan kesiapannya.

"Gue nanti ketemu sama ayah gue." Jelas Syila lebih lanjut.

Rara mengangguk. "Bagus dong." Balasnya.

Syila tersenyum singkat. "Setelah dia ninggalin gue sama ibu dari kecil." Tambah Syila dengan tatapan kosong. Ketiga sahabatnya terkejut di tempat. Sial, Rara seketika menutup mulutnya dan merutuki diri dalam hati.

Rara meneguk ludahnya kasar. "Maaf ya Syil, gue nggak tahu."

Syila menepuk bahu Rara pelan seraya menggeleng kecil. "Makanya gue gelisah, gua nggak tahu nanti gimana pas kita udah ketemu." Syila menghela nafas pelan.

Ketiga sahabatnya turut prihatin melihat beban mental yang Syila miliki. Mereka tidak tahu bagaimana rasanya menjadi Syila tanpa kasih sayang ayah. Setidaknya sekarang mereka tahu dan pastinya selalu menemani di sisi terendah hidup Syila sekalipun.

Mereka bertiga sampai di kantin dan mengisi satu meja terakhir yang tersisa. Hari ini kantin sangat ramai, syukur keberuntungan masih memihak mereka. Rara dan Seva berjalan memesan makanan dan minuman.

"Kalo boleh tahu ayah lo ninggalin karena apa?" tanya Ilma seraya mendekatkan kursinya ke depan bersebrangan dengan Syila.

Semua meja di samping mereka terisi penuh membuat Syila menundukkan sedikit kepalanya dan mengecilkan volume suara. "Itu juga yang mau gue pastiin nanti, kata ibu dia udah nikah dan punya anak lain."

Ilma mengangguk mengerti. Tangannya terulur menggenggam singkat jemari Syila memberi semangat. Menjadi Syila saja sudah berat apalagi di posisi ibunya.

"Tapi kok lo bisa nemuin ayah lo."

Syila berfikir sebentar. "Nggak sengaja ketemu dan dia dapat nomor hp gue. Kemarin dia sms buat ngajakin ketemuan. Karena gue pingin meluruskan semuanya gue jawab iya singkat." Jelas Syila menjawab pertanyaan Ilma. Rasanya lebih lega ketika ada orang lain yang diajak berbagi masalah. Meski awalnya ragu Syila yakin tidak menutupi masalah ini dari sahabatnya adalah keputusan yang benar.

"Gue boleh ikut duduk di sini?" Seseorang tiba-tiba datang menghampiri meja mereka.

Syila menolehkan kepalanya ke samping. Tampaklah Erga membawa sepiring makanan dan segelas minuman dengan kedua alis yang terangkat. Sial ia hampir saja lupa soal Erga yang menyatakan perasaan padanya dua hari yang lalu. Dan sampai saat ini Syila belum memberi jawaban.

Romansa Remaja Satu Atap (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang