Yuk jangan jadi silent readers ;)
1 vote kamu berarti sejuta bagi penulis❤"Lo habis baperin anak orang, ngerti nggak sih?!?!"
Arlan memundurkan kepalanya mendengar jawaban dan volume suara Syila. Tak lama, senyuman terbit di wajah Arlan. Terutama ketika melihat Syila menyadari dirinya mencuri perhatian beberapa orang.
"Nggak usah senyum." Syila menegur Arlan dengan kesal. Lupakan ia yang terang-terangan mengakui dirinya baper karena omongan Arlan sebelumnya. Belanjaan yang harus ia selesaikan ini lebih penting, sehingga ia bisa segera berpisah dengan Arlan.
Syila mencari barang selanjutnya dengan muka yang ditekuk. Arlan yang mengekori Syila di belakang hanya tersenyum ringan dengan kedua tangan yang dimasukkan ke saku celana.
Di kala Syila memilih beberapa tomat, seorang ibu-ibu hamil tiba-tiba mengajak Syila bicara.
"Pasangan muda ya? Manis banget suaminya mau nemenin." Tukas ibu tersebut menyanjung Syila dan Arlan.
Mata Syila langsung membulat. "Bukan-bukan bu, kita bukan pasangan. Saya cuman belan.."
"Calon istri saya bu."
Syila langsung menganga dan menoleh ke samping. Bersamaan dengan itu, Arlan memberikannya senyuman dengan tangan yang pindah melingkari bahunya. Jemari Arlan tergerak menempelkan tubuhnya dengan sisi samping tubuh Syila.
"Ohh masih calon ternyata. Ganteng ya calonnya, semoga anak saya bisa seganteng calon suami mbak." Ibu tersebut mengelus pelan perutnya yang besar.
"Nggak boleh bu." Tolak Arlan cepat.
Ibu-ibu tersebut mengerutkan keningnya. "Loh kenapa emang?"
Arlan menatap Syila sebentar. "Soalnya nanti calon anak saya yang harus dapet kegantengan saya." Ucap Arlan percaya diri seraya mengarahkan pandangan ke perut gadis di sampingnya.
Syila sontak mencubit perut Arlan dibarengi dengan pelototan mata.
"Lucu ya masnya humoris, kalo gitu saya duluan ya." Ibu-ibu tersebut melanjutkan kegiatan belanjanya, meninggalkan mereka berdua.
"Arlann." Syila melepaskan tangan Arlan dari bahunya. Selanjutnya ia memukul lengan Arlan cukup keras.
"Aw, sakit gila." Arlan memegangi lengannya yang ditinju Syila.
Syila menuding Arlan dengan telunjuknya. "Lo ya udah ngaku-ngaku jadi pacar gue, sekarang ngaku-ngaku jadi calon suami, ngomongin anak segala lagi. Kayak lo udah siap aja." Syila berdecih sinis.
"Lo mau gue cepet-cepet siap?" Arlan mengangkat satu alisnya, sengaja memberikan pertanyaan yang memojokkan Syila.
"Gila lo ya, lagian kalo gue punya anak amit-amit mirip sama lo." Tukas Syila dengan jengkel.
Arlan menyenggol lengan Syila. "Emang gue ada bilang lo yang bakalan jadi ibu dari calon anak-anak gue? "
Syila menatap Arlan dengan nyalang. "Tau ah bodo amat, sana lahirin anak lo sendiri." Setelah mengucapkannya, Syila berjalan cepat meninggalkan Arlan bersamaan dengan troli belanja yang ia dorong.
...
Syila mengambil menu yang ada di atas meja.
"Nasi goreng seafoodnya satu sama es teh." Ucap Arlan pada waitress.
Mata Arlan terarah menatap Syila yang duduk di hadapannya.
"Lo mau pe.."
"Satu kwetiau goreng ya mbak sama air putih aja, makasi." Setelah mengucapkan pesanannya Syila mengarahkan pandangannya ke samping. Tak mempedulikan Arlan yang ia potong ucapannya.
Syila dalam mode kesal saat ini. Namun di tengah diamnya, ia merasakan Arlan di depannya menopang dagu dan menatapnya.
"Lo jangan ngeliatin gue." Perintah Syila tanpa menatap Arlan balik.
Arlan memajukan wajahnya. "Kenapa? Lo baper? "
Syila langsung tertawa tidak percaya. "Ngada-ngada kali ya lo, mau lo nyium gue juga biasa aja." Syila langsung menutup mulutnya begitu sadar ia menyebut kata itu. Ia meringis bodoh dalam hati.
Arlan menggigit bibirnya. "Lo udah pernah nyium gue jugaan."
Syila sontak membulatkan matanya. "Candaan lo nggak lucu."
"Masak sih, seinget gue kayaknya di perpus deh." Arlan sengaja bertingkah seolah ia tengah berfikir keras.
Syila menggertakkan giginya. "Iya gue nggak sengaja nyium lo, terus kenapa? Lagian cuman pipi." Mata Syila menatap Arlan kesal, namun tersirat kegugupan di dalam sana.
"Abis itu lo jadi nggak kepingin nyium bibir gue kan?"
Syila sudah mengepalkan tangannya di udara. Jikasaja tidak ada waitress yang datang membawa makanan mereka, dapat dipastikan pukulan tersebut telah mendarat di pipi Arlan. Tidak sengaja mengecup pipi saja sudah membuatnya gugup, membayangkan bibir sontak membuat Syila merinding.
"Makan, nggak usah ngomong lagi." Perintah Syila dengan tegas.
Syila menyantap makanannya tanpa banyak bicara bahkan sekedar melirik orang di hadapannya. Ia mengunyah makanannya dengan cepat, bagaimanapun ia harus segera pulang. Andai tadi perutnya tidak berbunyi di depan Arlan, pasti saat ini ia sudah tenang di dalam kamarnya. Perutnya memang tak bisa diajak bekerja sama.
...
Syila telah mengganti baju sebelumnya dengan piyama tidur. Ia sudah berbaring di kasurnya, bersiap memasuki dunia kapuk. Syila termasuk orang yang mudah tidur, sehingga tak lama kesadarannya telah hilang dibawa alam mimpi.
"Ayah sini liat. Syila gambar ayah, ibu sama Syila." Gadis kecil tersebut memangil sang ayah dari dalam kamar.
"Mana coba ayah liat gambarnya." Sang Ayah masuk dengan segelas coklat panas di genggaman tangannya.
"Ini ayah." Syila menunjukkan kertas gambarnya dengan bangga.
Bibir ayahnya seketika tersenyum melihat gambar putrinya, terlihat seperti keluarga bahagia.
Ayah Syila mendudukkan Syila di pangkuannya. :Anak ayah makin pinter aja ya gambarnya, mau jadi pelukis ya nanti? "
Syila mengangguk dengan cepat. "Iya, biar pinter gambar kayak ayah."
Sang Ayah mengambil satu pensil. "Kalo Syila nanti udah gede udah jadi pelukis. Setiap Syila gambar selalu tambahin ini di pojok, maka ayah dapat mengenali dengan cepat lukisan putri ayah, oke?" Sang Ayah mengukir sesuatu di pojok bawah.
"Oke ayah." Syila mengacungkan jempolnya ke atas.
Syila kemudian diturunkan dari pangkuannya. "Yaudah kamu istiraht dulu. Ayah udah buatun coklat panas, diminum ya." Sang Ayah menyentil hidung mungil Syila dengan gemas sebelum meninggalkan kamar putrinya.
"Da ayah." Syila kecil melambaikan tangannya dengan semangat.
Mata Syila terbuka seketika barengan dengan mimpinya yang berakhir. Syila merubah posisinya menjadi duduk di atas kasur. Ia mengusap rambutnya ke belakang. Akhir-akhir ini ia sering memimpikan masa lalunya bersama sang ayah.
Mengingat mimpinya tadi membuat Syila menjadi sedih. Tak terasa air matanya jatuh mengalir di atas wajahnya. Ia menekuk lututnya dan bertopang di sana. Tak bisa dipungkiri, ia merindukan sang ayah.
"Ayah, Syila kangen." Ucapnya di tengah tangisan. Ia melepaskan kesedihannya di tengah suasana malam yang gelap dan sepi. Dinginnya malam membuatnya merasa semakin kesepian. Rasa sakit itu menusuk dadanya, menyakiti raganya. Ia sadar ia lemah, tangisan ini tak lagi tanpa suara, dadanya naik turun bersamaan dengan senggukannya.
"Syila, buka pintu lo."
Updatee😊😊
Ayo yang pada nunggu up nya
Suka nggak sama part ini?
Kalo suka jangan lupa di vote 💛
Bagi pendapat kalian ya;)
Btw happy 3k readers
Makasi banyak buat yang udah baca dan vote cerita aku 😍
See u di lanjutannya
Oh ya have a lovely valentine kalian ❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Romansa Remaja Satu Atap (END)
Teen FictionBagaimana ketika Syila ditemukan takdir bahwa ia harus tinggal satu atap dengan seorang laki-laki yang ternyata juga most wanted di sekolah baru nya nanti. Jika kalian berpikir karena hamil? Tenang, bukan itu alasannya. Alasannya sederhana yang memb...