Yuk jangan jadi silent readers ;)
1 vote kamu berarti sejuta bagi penulis❤Syila masuk ke kamar dengan pikiran yang gelisah. Otaknya terus bekerja mencari tahu apa kira-kira penyebab Arlan menjadi kesal. Hingga di suatu titik, Syila sadar akan sesuatu.
"Erga."
Syila meringis seketika, harusnya ia tidak perlu menutupinya tadi pagi. Ia bisa merasakan bahwa Arlan dan Erga tak memiliki hubungan yang baik dari percakapannya dengan Arlan beberapa waktu lalu.
Ia mundar-mandir di dalam kamarnya. Apa ia minta maaf saja, tapi masih ada rasa gengsi di dalam sana. Sedetik kemudian, Syila mengambil telepon genggamnya dan mulai mengetikkan sesuatu.
Arlan
Gue minta maaf.
Singkat, padat, dan jelas. Syila menaruh telponnya lalu berjalan ke arah lemari. Ia belum sempat mengganti pakaian sejak kembali dari rumah Erga.Setelah berganti baju, Syila tiba-tiba teringat akan sesuatu. Ia mengambil buku yang berisi kumpulan lukisan-lukisan kecilnya dulu. Tangannya asal mengambil salah satu. Dengan jelas matanya menangkap hal yang sama dengan lukisan punya Erga. Ia mengusap tanda kecil tersebut dengan jarinya.
Syila memutuskan mengambil kembali handphonenya. Ia mencari nomor ibunya. Semoga saja tempat ibunya bekerja sekarang memiliki sinyal yang cukup baik. Setelah menunggu beberapa saat, Syila langsung tersenyum begitu teleponnya tersambung.
"Ibu?" Ucap Syila memastikan ibunya ada di tempat.
"Syila, kamu apa kabar sayang?" Tukas ibunya lantang dari seberang sana meski terdengar sedikit putus-putus.
Syila mengehela nafas lega setelah berhasil mendengar suara ibunya. "Syila baik, ibu disana sehat?"
"Sehat, maaf ya sayang kita jarang komunikasi gara-gara sinyalnya jelek."
Syila menggeleng-gelengkan kepalanya. "Nggak papa kok bu, tapi Syila kangen banget sama ibu, kangen dipeluk, dimasakin, kangen semuanya." Curah Syila tentang isi hatinya.
Terdengar ibunya terkekeh. "Kamu ya udah gede, nggak boleh manja harus mandiri."
Syila ikut tertawa kecil mendengar omelan ibunya. "Bu Syila mau nanya sesuatu?"
"Apa?"
Wajah Syila berubah serius. "Maaf ya bu sebelumnya Syila ngungkit ini, Syila pingin tahu ayah kemana setelah ninggalin kita?"
Lama tak terdengar suara setelah Syila melontarkan pertanyaan tersebut. Sejak dulu, ibunya memang selalu menghindari percakapan tentang sang ayah. Ibunya juga tidak pernah mengungkit atau memberi tahu Syila masalah yang terjadi lebih jelas.
"Kamu kenapa tiba-tiba nanyain soal ayah?" Syila dapat mendengar nada yang serius dari suara mamanya.
Syila terpaksa berbohong kali ini. "Ya Syila pingin tahu aja bu, sekarang Syila udah makin dewasa dan rasanya berhak untuk Syila tahu kebenaran. Syila pingin ngebenci ayah dengan alasan yang jelas." Ucapnya seberani mungkin. Ia tahu perkataannya pasti akan menyakiti hati ibunya.
"Laki-laki itu tinggalin kita Syila, nggak ada hal baik dari dia yang perlu kamu ingat. Dia sudah bahagia dengan keluarga barunya."
Air mata Syila turun begitu saja, sekarang setidaknya ia punya satu alasan jelas untuk membenci ayahnya. "Syila nggak bakal bahas ayah lagi bu."
"Sayang yang perlu kamu ingat, kita berdua adalah keluarga yang utuh, kamu dan ibu." Ingat ibu Syila dengan suara yang sedikit bergetar.
"Yaudah kalo gitu ibu tutup telponnya dulu ya, ada urusan. Jaga kesehatan selalu anak perempuannya ibu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Romansa Remaja Satu Atap (END)
Teen FictionBagaimana ketika Syila ditemukan takdir bahwa ia harus tinggal satu atap dengan seorang laki-laki yang ternyata juga most wanted di sekolah baru nya nanti. Jika kalian berpikir karena hamil? Tenang, bukan itu alasannya. Alasannya sederhana yang memb...