Yuk jangan jadi silent readers ;)
1 vote kamu berarti sejuta bagi penulis❤Syila meneguk habis dua butir pil obatnya. Tangannya meletakkan kembali gelas yang airnya telah tandas di atas meja. Setelahnya tak ada lagi yang berbicara di antara mereka, hanya curi pandang sesekali. Suasana terasa begitu canggung, hingga akhirnya Syila terlebih dahulu membuka suara.
Syile sedikit berdehem. "Ehm Arlan, gue mau nanya sesuatu."
Arlan menoleh ke arah Syila. "Silahkan."
"Tadi sebelum gue pingsan, gue inget liat lo." Syila berhenti berucap. "Jadi lo yang bawa gue ke rumah sakit?" Lanjutnya bertanya ragu-ragu.
Arlan tersenyum singkat seraya matanya menoleh ke samping sesaat. "Bukan gue, tapi Erga."
Syila langsung ber-oh singkat tanpa bersuara.
Arlan menegakkan badannya. "Kecewa ya?" Ucapnya dengan satu alis yang dinaikkan. Melihat raut wajah Syila yang tak bersemangat membuatnya entah kenapa merasa lega.
Syila buru-buru menampiknya. "Enggak lah, mimpi kali lo."
Flashback.
Tanpa berfikir panjang Arlan langsung menggendong Syila yang sudah tak sadarkan diri. Kakinya berlari cepat menuju ruang UKS bersamaan dengan jantungnya yang berpacu. Khawatir? Sangat.
Begitu sampai di ruang UKS, Arlan langsung meminta murid PMR memanggil pembimbing mereka. Ia membaringkan tubuh Syila pelan-pelan di atas kasur putih. Begitu sang pembimbing extra PMR datang, ia langsung saja mengecek kondisi Syila. Tampang Arlan berubah datar melihat Erga ikut memasuki ruang UKS dengan wajah yang tak kalah khawatir.
"Ini demamnya cukup tinggi, saya saranin bawa ke rumah sakit aja. Obat disini juga lagi kosong."
Arlan mengangguk dengan cepat.
"Biar saya aja yang bawa Syila ke rumah sakit bu, sekalian ijin keluar untuk keperlua OSIS."Serobot Erga dari belakang.
Guru pembimbing itu berfikir sebentar. "Boleh, Arlan kamu tolong sampain ini ke kelas dan club extranya ya."
"Bu saya sendiri bisa bawa ke rumah sakit." Elak Arlan. Ia tahu Erga pasti tak benar-benar ada keperluan OSIS.
Guru pembimbing itu menggeleng dengan cepat. "Biarin Erga aja, kamu ada pembelajaran, nggak boleh dilewatkan."
Tanpa menghiraukan Arlan, Erga berjalan mendekati ranjang dan meletakkan tangannya di bawah lutut dan leher Syila. Segera ia membawa Syila keluar UKS meninggalkan Arlan yang penuh kekesalan.
"Sialan." Seru Arlan dalam hati.
End.
Arlan bangun dari duduknya. "Tidur gih." Perintahnya.
"Hmm." Jawab Syila singkat.
Arlan beralih menuju sofa dan merebahkan tubuhnya. Satu tangannya ia gunakan untuk menutup kedua kelopak mata. "Gue temenin lagi bentar." Ucap Arlan sebelum masuk ke dunia kapuk.
Mata Syila masih tetap pada Arlan. Ia ingat seberapa marah dan kesalnya ia waktu itu. Tetapi melihat Arlan yang perhatian membuatnya seakan lupa akan masalah tersebut. Ia hanya ingin Arlan tak berspekulasi sendiri terlalu jauh dan menyimpulkan secara sepihak.
Syila tak kunjung bisa melelapkan diri. Matanya seolah tak mau bekerjasama, namun mengingat ia tadi tidur sore cukup lama pastinya akan sulit untuk saat ini. Syila hanya melamun menatap seisi ruangan dengan sesekali melihat handphone.
KAMU SEDANG MEMBACA
Romansa Remaja Satu Atap (END)
Teen FictionBagaimana ketika Syila ditemukan takdir bahwa ia harus tinggal satu atap dengan seorang laki-laki yang ternyata juga most wanted di sekolah baru nya nanti. Jika kalian berpikir karena hamil? Tenang, bukan itu alasannya. Alasannya sederhana yang memb...