Yuk jangan jadi silent readers ;)
1 vote kamu berarti sejuta bagi penulis❤Arlan menggaruk rambutnya yang tak gatal seraya melangkah mundur ke belakang. "Maaf bi, nggak sengaja." Jawab Arlan cengengesan.
Bi Indah ikut tertawa kecil melihat tingkah anak laki-laki majikannya ini. "Nggak papa kok, Bi Indah permisi ya." Ucapnya sebelum berjalan keluar dari kamar Syila.
Arlan lantas menutup pintu kamar dari dalam. Setelahnya ia membalikkan badan dan menunggu reaksi Syila. Sayangnya gadis itu hanya memasang wajah datar, menyebalkan sekali. Tapi tunggu ia dulu pernah memberikan ekspresi seperti itu kepada Syila, sekarang ia tahu bagaimana rasanya.
Detik selanjutnya kedua tangan Arlan terbentang ke samping. Ia berjalan cepat ke arah Syila dengan mata tertutup.
"Loh kok beda?" Keluh Arlan dalam hati. Seingatnya tidak begini terasa ketika Syila ada dalam dekapan kedua lengannya.
Mata Arlan yang tadi tertutup ia buka dan yang ditemukannya adalah Syila berpindah posisi. Ia juga melihat guling saat ini ada dalam pelukannya. Arlan mencebikkan mulutnya kesal.
"Kok bantal sih?" Tanyanya tak terima.
Syila melipat kedua tangannya di depan dada. "Terus apa?"
Kaki Arlan maju ke depan satu langkah. "Ya lo lah." Tukasnya seraya menunjuk Syila dengan dagu. Sial, memeluk Syila dan guling terasa begitu berbeda. Meski guling lebih empuk tapi Syila terasa lebih hangat dan pas.
Arlan kembali melangkah ke depan. "Meluk lo tuh enak."
Sontak Syila mengerutkan kening dengan kedua alis menyatu. Ada apa dengan laki-laki ini. "Dih, emang lo tidur biasanya meluk apa?" Tanyanya dengan nyalang. Tapi tunggu kata-kata Arlan berhasil menggelitik perut Syila. Apa ia bilang tadi? Enak? Syila jadi berfikir kemana-kemana.
Arlan meggaruk pelipis kananya. "Guling." Balasnya jujur.
"Yaudah." Tukas Syila singkat. Kalo gitu berarti tidak salah dong tadi ia memberikan Arlan guling sebagai gantinya.
Laki-laki di depannya berjalan semakin mendekat, sedikit lagi memojokkan Syila di sudut kamar. "Kalo boleh milih ya gue maunya meluk lo aja pas tidur." Jawab Arlan sesuai kata hatinya.
Syila hampir saja terngabga lebar sebelum ia tersadar dan dengan gesit mengontrol mulutnya. "Mimpi lo." Lagi lagi Syila melempari Arlan tapi kali ini dengan bantal. Namun Arlan berhasil mengelak, sehingga bantal itu berakhir tergeletak di atas lantai.
Jari telunjuk Syila mengacung ke depan menunjuk Arlan. "Mundur ga lo, jaga jarak."
Arlan memilih menurutinya saja. Lagipula memeluk Syila bukan satu-satunya tujuan ia datang kesini. "Gue mau ngomong sesuatu." Ucap Arlan dibarengi senyuman yang lembut. Ia berusaha melemaskan otot wajahnya, jangan sampai ia jadi tak terkontrol nantinya ketika berbicara.
Syila mengangguk. "Bicara aja dari sana."
"Gue minta maaf." Arlan terdiam sesaat. "Gue salah karena udah mengutarakan pendapat di waktu yang nggak tepat. Seharusnya gue bisa lebih ngertiin posisi lo. Gue...." Arlan tak kuasa melanjutkan kalimatnya. Ia benar-benar terbawa suasana oleh omongannya sendiri.
Syila memperhatikan wajah laki-laki itu dengan seksama, terlihat penyesalan yang begitu mendalam.
"Gue salah Syila." Pengakuan yang begitu terus terang.
Tunggu, kenapa mata Arlan berubah menjadi berkaca-kaca. Dan di detik selanjutnya satu tetesan air mata jatuh dari kelopok laki-laki tersebut. Syila seketika mematung di tempatnya. Ia berjalan mendekati laki-laki yang menunduk tersebut dan melingkarkan tangannya mendekap badan yang jauh lebih besar itu.
Arlan mengangkat tangannya dan ditenggerkan erat di punggung gadis yang mendekapnya. Ia menjatuhkan kepalanya di pundak Syila. Hidungnya menghirup dalam-dalam wangi gadis tersebut, sangat menenangkan. "Tolong maafin gue."
Syila tersenyum dalam diamnya. "Permintaan maaf diterima."
Tepat ketika kalimat itu masuk ke pendengaran Arlan, seketika momen itu menjadi salah satu momen terbahagia di hidupnya. Ia semakin mengeratkan pelukannya, hingga membuat Syila kukarangan ruang untuk bernafas.
Arlan menyapu air mata di pipinya. "Gue minta maaf."
Syila melepaskan dekapan Arlan dan menegakkan tubuh lelaki itu. Lihatlah wajah Arlan di depannya menjadi sedikit memerah, pemandangan yang benar-benar langka.
"Kenapa minta maaf lagi?"
Arlan meletakkan kedua tangannya di bahu Syila. Badan atasnya diturunkan agar sejajar dengan Syila yang lebih pendek. "Gue minta maaf soal yang waktu itu. Gue pernah salah sangka soal lo sama Erga dengan gegabah dan gue bahkan menjadi alasan lo sempet jatuh sakit. Gue nyesel."
Syila mengembangkan senyum kecilnya. "Lo harusnya lebih ngerti dari siapapun soal perasaan gue." Ucapnya memandang manik mata Arlan lekat-lekat.
Laki-laki itu menganggukkan kepalanya. "Gue tahu, maafin gue plis." Pinta Arlan dengan nada yang terdengar begitu tulus. Kali ini ia akan memperlakukan Syila dengan baik, janji. Ia harap kali ini semua akan berjalan baik di antara mereka berdua.
"Permintaan maaf kedua diterima."
"Yesss." Arlan meloncat-loncat ke udara saking senangnya. Ia siap menjadi alasan senyum Syila untuk kedepannya.
Di hadapannya, Syila tertawa melihat tingkah kekanak-kanakan Arlan. Hanya ucapan maaf, namun terasa begitu dalam bagi mereka berdua. Tidak ada yang lebih baik dari saling berdamai dan mengakui kesalahan diri sendiri.
"Gue maafin lo, tapi bukan semua yang lo ucap dan lakuin nggak berpengaruh buat gue." Tukas Syila tiba-tiba.
Arlan seketika terdiam dan memandangi Syila serius, namun kedua ujung bibirnya perlahan terangkat. "Nggak papa, gue paham." Kata Arlan percaya diri.
Setelahnya mereka berdua hanya bertatap-tatapan dengan satu sama lain, hingga atmosfer berubah menjadi sedikit canggung. Syila berjalan menuju pintu dan membukakannya untuk Arlan. Tidak baik jika mereka terus berduaan di dalam kamar. Tangan Syila memberi petunjuk agar Arlan keluar dari kamarnya.
"Gue keluar nih?" Tanya Arlan tak bersemangat sembari melangkah mendekati pintu.
Syila menganggukkan kepalanya cepat. "Iya, cepet keluar."
Mau tak mau Arlan berjalan melewati pintu meski itu bukan yang ia inginkan. Tapi ia juga tak ingin mencari masalah dengan Syila lagi, baru beberapa waktu lalu mereka berbaikan. Begitu Arlan berada di luar, Syila langsung menutup pintu tanpa membiarkan Arlan mengucapkan sepatah katapun.
...
Sejak sampai di sekolah bersama-sama tadi Arlan terus membuntuti Syila dari belakang. Hal itu dengan jelas membuat Syila sedikit risih karena murid lainnya jadi memperhatikan mereka.
"Arlan, bisa nggak lo berhenti ngikutin gue." Pinta Syila membalikkan badannya ke belakang menghadap laki-laki itu.
Arlan mengedikkan bahunya. "Kelas gue kan lewat sini juga." Jawab Arlan seadanya. Ia tersenyum kemenangan dalam hati karena Syila jadi tak berhasil mengelak.
Sial, Syila jadi malu mendengar jawaban Arlan. Ia kembali membalikkan badan, namun seseorang tengah menghadang jalannya.
"Gue boleh ngomong sama lo?" Tanya Erga baik-baik.
Syila menjadi sedikit gugup seketika. Ini menjadi pertama kalinya ia kembali bertemu dengan Erga semenjak kejadian itu. "Ngomong aja."
Erga menggelengkan kepalanya dan memperlihatkan sekitar yang cukup ramai. "Nggak disini, ayo ikut gue." Ajaknya.
Baru Syila ingin melangkah, Arlan terlebih dahulu menahan tangannya. Arlan menatap Erga dengan pandangan yang begitu menyalang.
Syila melepaskan tangan Arlan dengan lembut. Ia miminta Arlan untuk mengerti kondisinya. "Gue mau bicara berdua sama Erga."
Updateee 🎉🎉🎉
Gimana asupan ini? Sudahkah memuaskan kalian?
Jangan lupa tinggalkan cerita ini bintang ya ⭐
Untuk semua ucapan ultahnya terimakasih banyak 🙏🙏
Kalian semua baik banget
Kali in nggak ada sesi pertanyaan dulu
Tunggu di part selanjutnya ya
Bye....
KAMU SEDANG MEMBACA
Romansa Remaja Satu Atap (END)
Teen FictionBagaimana ketika Syila ditemukan takdir bahwa ia harus tinggal satu atap dengan seorang laki-laki yang ternyata juga most wanted di sekolah baru nya nanti. Jika kalian berpikir karena hamil? Tenang, bukan itu alasannya. Alasannya sederhana yang memb...