Yuk jangan jadi silent readers ;)
1 vote kamu berarti sejuta bagi penulis❤Telapak tangan Syila teracung ke depan dengan nafas yang ngos-ngosan. "Udah ya, gue capek." Ia mendudukkan diri di atas sofa dan meletakkan palet cat di samping.
Arlan yang berdiri di depan pintu perlahan melangkah mendekat. Jaga-jaga jika gadis itu ternyata bertipu muslihat. Namun sampai Arlan berhasil duduk, Syila masih menutup kedua matanya seraya menetralkan nafas.
Plak..
Baru saja adem, Syila justru tiba-tiba menampok bahunya kencang.
"Salah apa lagi gue?" Tanya Arlan pasrah.
Palet catnya Syila angkat dan dipampang jelas di depan wajah Arlan. "Lihat nih, cat gue banyak kebuang." Rengeknya kesal dengan kaki yang dihentak-hentakkan.
Arlan mengambil alih barang tersebut dan meletakkannya jauh. Ingin sekali ia membela diri, tapi ia ingat akan percuma saja terutama di hadapan kaum hawa. Tangan Arlan pindah melingkari pundak Syila dan menepuk lembut kepala gadis itu. "Cup cup, ntar gue beliin lagi, sepabriknya sekalian."
Syila memasang wajah cemberut dan memalingkan mukanya menatap objek lain.
"Ibu mendarat dengan selamat kan?" Tanya Arlan merubah topik mereka. Sebenarnya tujuan awal ia masuk ke kamar Syila adalah untuk memastikan kondisi gadis itu. Ibunya sangat sebentar di Jakarta, tentunya tak cukup untuk mengobati rasa rindu selama ini.
"Udah." Jawab Syila sembari memutar tubuhnya dan meringsut mendekat ke arah Arlan.
Melihat pergerakan tubuh Syila, tangan Arlan yang satunya mengambil tangan gadis itu dan mengusapnya lembut.
"Belum sehari tapi gue udah kangen." Jujurnya dengan perasaan berat.
Syila merasa perlahan tubuhnya semakin dilingkup hangat oleh Arlan, seolah tahu dengan jelas apa yang dirasakannya saat ini. Kepalanya jatuh pada pundak tegak itu, mencari rasa tenang.
"Kan bisa telponan nanti, nggak boleh sedih dong." Hibur Arlan.
Laki-laki itu terus memainkan jemari Syila. Seandainya ia bisa membuat Syila tetap dekat dengan ibunya, pasti ia lakukan. Paling tidak saat ini kehadiran mamanya bisa mengisi bagian kekosongan yang tidak terpenuhi.
Lama hening, Arlan tak kunjung mendengar Syila membuka mulutnya lagi. Ia menegakkan badan dan mengangkat wajah gadis itu menghadapnya. Sial, gadis itu ternyata menangis dalam diam. Arlan merasa bodoh karena tak menyadari hal itu sama sekali.
Kedua tangan Syila terangkat menutup wajahnya, malu. "Hikss.."
Arlan tertawa kecil yang terdengar sedikit seperti tangisan, menambahkan bumbu candaan agar gadis itu tak terbelengu pada kesedihan. "Duh muka Syilanya Arlan merah bergradasi." Ujar Arlan tidak terima dan membawa gadis itu masuk ke dalam pelukannya. Tangannya melingkari erat hingga tak ada ruang tersisa.
"Hikss....jangan liat muka gue.." Syila membenamkan kepalanya masuk ke pundak Arlan.
"Tetep cantik kok, biarpun ingusnya meler."
Syila menepuk punggung Arlan kesal. "Siapa yang ingusan?" Ucap Syila tak mengaku padahal setelahnya terdengar bunyi hidung yang menarik sinus masuk ke dalam. Sial, Syila jadi ingin menertawakan dirinya sendiri juga.
"Loh itu apa dong?"
"Itu tu cuman cairan bening dalam hidung."
Perkataan Syila berhasil membuat Arlan mengeluarkan kekekhan kecil. Tangannya masih setia mengelus belakang tubuh gadis itu lembut. Rasanya sangat melegakan bisa menemani orang yang kita sayangi pada titik rendanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Romansa Remaja Satu Atap (END)
Teen FictionBagaimana ketika Syila ditemukan takdir bahwa ia harus tinggal satu atap dengan seorang laki-laki yang ternyata juga most wanted di sekolah baru nya nanti. Jika kalian berpikir karena hamil? Tenang, bukan itu alasannya. Alasannya sederhana yang memb...