Gilang teringat kembali dengan janjinya sehari yang lalu. Kali ini, ia baru menyesal kenapa ia harus menyetujui tantangan konyol itu! Ia berpikir bahwa dirinya saat itu bukanlah dirinya sebenarnya, mungkin seseorang telah mengendalikan dirinya dan mengambil alih tindakan dan pikirannya. Tapi, seketika Gilang menggeleng, ia yakin bahwa itu adalah dirinya dan pengendali pikirannya juga dirinya sendiri.
Gilang beberapa kali mengumpat Zaenal yang bisa-bisanya mempengaruhi pikirannya. Gilang bukan tipe yang akan membuang-buang waktunya dengan tantangan konyol itu, tapi bagaimana pun nasi sudah jadi bubur, ia telah menerima tantangan itu.
Gilang berpikir sejenak, seorang Ainin yang ingin dipacari? Itu mustahil! Di sentuh sedikit saja, bahkan tanpa sengaja pun, Ainin pasti mengamuk. Apalagi kalau ia mengutarakan perasaannya, sudah dipastikan seratus persen Ainin akan memarahinya dan menceramahinya.
"Akhhh bodoh!! Baru kali ini gue diambang frustasi!" lebay mungkin, tapi itu kenyataannya. Ia benar-benar frustasi akan nasibnya berberapa hari kemudian. Apalagi minggu depan ulangan Semester, tentu ia harus belajar dan membuat pekerjaannya bertambah rumit. Gilang memang orangnya pintar, tapi sepintar apapun orang pasti butuh belajar juga.
Gilang merogoh hpnya di saku celananya, ia ingin menelpon Zaenal untuk membujuk Zaenal menghentikan tantangan itu. Gilang menghembuskan nafasnya kasar, Zaenal tetaplah Zaenal, Gilang sudah menebak Zaenal tidak mungkin membatalkan tantangan itu. Meskipun begitu, Gilang tetap akan mencoba menelpon Zaenal.
"Ke kafe biasa" ucap Gilang tanpa basa-basi
"Lo tanpa badai tanpa hujan, langsung ajak gue ke kafe. Napa lo?! Lo habis gajian, terus mau teraktir gua? "
"Hmm" Gilang langsung mematikan telponannya sepihak, ia harus cepat-cepat pulang ke rumahnya memberikan buku yang ia beli untuk adiknya kemudian pergi ke kafe.
Setelah sampai Gilang buru-buru masuk kedalam rumah, tak lupa ia mengucapkan salam namun ia hanya berbicara pelan.
"Ehh Gilang, kamu udah pulang? Kenapa ngk salam? "
"Udah mah, mama mungkin ngk dengar"
"Apa iyya? Kamu mungkin yang tidak mengucap salam? "
"Udah mah, mungkin salam Gilang tidak didengar oleh mama. "
"Sudah pasti mama ngk dengar, ngk mungkin mama bertanya kalau mama dengar, kamu ini." ucap mama Gilang geleng-geleng kepala
"Adik mana? "
"Jangan suka mengelak bicara orang tua!"
"Iya mah, maaf. Gilang buru-buru, oh iya Gilang titip ini sama mama. Nanti di kasi sama adik yah, Gilang pergi dulu. " ucap Gilang menyalimi tangan mamanya.
"Assalamualaikum"
"Wa'alaikum salam" jawab Mama Gilang, detik berikutnya ia kemudian tersadar. Ia belum selesai bicara dengan Gilang, tapi Gilang malah pergi. Saat ingin memanggil Gilang, Gilang sudah pergi duluan menyalakan mobilnya. Buru-buru mama Gilang keluar dari rumah.
"Hati-hati, jangan ngebut Gilang! " teriak mama Gilang, sebenarnya bukan kalimat itu yang ingin diucapkannya namun karena ia tidak punya kesempatan, jadi ia hanya memperingati Gilang untuk hati-hati di jalan.
"Iya mah! " teriak Gilang membalas perkataan mamanya kemudian melaju ke kafe tempat dia sering nongkrong dengan teman-temannya.
Setelah sampai di kafe, buru-buru Gilang masuk dan mencari keberadaan Zaenal.
"Woii, Lang!! " panggil Zaenal sambil melambaikan tangannya. Gilang pun berbalik dan berjalan menuju tempat dimana Zaenal memanggilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Kehidupan Nisa
RomanceKisah kehidupan yang sangat rumit yang harus dijalani oleh seorang gadis remaja. Hanya karena suatu kesalahpahaman membuat kehidupan gadis itu berubah. . . Oke lebih lanjutnya silahkan baca di cerita. Dan semoga disuka yah, ini cerita pertamaku. Ma...