65. Who?

20 6 0
                                    

Sejak ia membuka matanya, Ainin tidak berhenti terheran. Bagaimana mungkin dia ada di rumah sakit? Siapa yang membawanya? Menjadi tanda tanya sendiri untuk Ainin. Ainin mengambil ponselnya dan menghidupkannya.

Pukul 8 pagi, berarti aku pingsan semalaman

Ainin merasakan kepalanya sedikit pusing, tapi ia tetap bangkit dari tidurnya. Membawa infusnya tanpa tiang infus. Ia berjalan masuk ke kamar mandi. Dan mulai membasuh wajahnya.

Ainin memperhatikan wajahnya, meskipun sudah membasuh wajahnya, wajahnya tetap kelihatan pucat dan matanya sembab.

Tanpa di minta, mata yang sembab itu mulai mengeluarkan cairan bening dan sudah jatuh membasahi pipinya.

"Aku harus kuat! Pasti!" ucapnya menyemangati dirinya sendiri dan menghapus air matanya. Tapi, tetap saja jika kembali mengingat ayahnya, air matanya tidak bisa di ajak kompromi. Air matanya selalu turun tanpa dirinya minta.

"Udah! Udah! Kamu kuat! Jangan nangis!"

Ainin menunduk, air matanya terus berjatuhan. Tubuhnya kembali bergetar. Ainin perlahan kembali menatap dirinya di cermin.

"Kamu nggak capek nangis terus? Aku aja udah capek, tapi kamu terus-terusan nangis," ucap Ainin menunjuk cermin yang ada di hadapannya, seolah-olah berbicara dengan dirinya sendiri.

"Kenapa takdir selalu mengecewakan?" lirih Ainin berjalan gontai keluar dari kamar mandi.

"Bagaimana perasaan kamu?"

Ainin yang awalnya menunduk, langsung menoleh kaget saat mendengar suara perempuan menyapanya. Tepat saat dia ingin naik ke brankasnya.

"Baik nggak baik sih dok," ucap Ainin, ia mengurungkan niatnya untuk naik ke brangkas.

Dokter itu terkekeh pelan mendengar jawaban Ainin, " yasudah kamu naik brangkas dulu, biar saya periksa kamu," ucap dokter itu.

Ainin mengangguk dan naik ke brangkasnya.

"Dok," panggil Ainin saat dokter itu mulai memeriksanya.

"Ya?"

"Siapa yang bawa aku kesini, dok?"

Dokter perempuan itu tersenyum penuh arti.

"Seorang cowok, sepertinya seumuran kamu. Pacar kamu, mungkin?"

Ainin melongo dan mengerjapkan matanya beberapa kali. Sejak kapan ia punya pacar?

"Aku nggak punya pacar, dok"

"Oh. Teman kamu, mungkin?"

Ainin tak menjawab, ia memilih diam dengan pikiran yang tidak tinggal diam. Apa ada orang lain yang tau jika dia ada di Makassar? Laki-laki seumuran dengannya.... Siapa?

Ainin menggelengkan kepalanya, bagaimana pun ia berusaha berpikir tapi pada akhirnya ia tetap tidak tahu siapa yang membawanya ke rumah sakit.

"Aku boleh pulang, nggak, dok?"

"Boleh, saya sudah periksa kamu, dan semuanya sudah kembali normal. Kamu hanya kelelahan. Jangan lupa jaga kesehatan, jangan banyak pikiran, ingat jangan tunda makan lagi, yah," ucap dokter dan melepaskan jarum infus dari tangan Ainin.

Ainin mengangguk

"Terima kasih, dok"

*****

"Atas nama Ainindya, berapa biaya administrasi nya, kak?" tanya Ainin

Kisah Kehidupan NisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang