30. Kematian sang Ayah

11 4 0
                                    

Saat terbangun dari mimpi, seakan ingin kembali ke dalam mimpi. Kehidupan nyata lebih kejam dari sebuah mimpi meskipun mimpi itu bukanlah kenyataannya. Tapi, bagaimana pun kita harus terbangun dari mimpi itu dan melanjutkan kisah kehidupan yang memilukan.

Akram terjaga, ia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Hatinya seakan mengundangnya untuk terbangun. Hati dan pikirannya seolah terus menanyainya. Bagaimana ia bisa menghadapi kehidupannya?

Perlahan Akram bangkit dari tidurnya. Pikirannya terus tertuju kepada kejadian kesalahpahaman itu. Ia memikirkan gadis yang bernama Nisa. Ia khawatir pada gadis itu, meskipun ia juga mengalami hal yang sama. Tapi, keadaan gadis itu lebih penting baginya.

Dan juga mengingat kejadian tadi siang, membuatnya ingin hancur seketika. Ayah dan ibu tirinya ada di madrasahnya.

Flashback on

Linda berjalan cepat dengan wajah yang sudah tersulut emosi.

Plakkk..

"Arghhh," jerih Akram merasakan panas di pipinya

"Kamuuuuuuu!!!! Apa kamu tidak tau apa yang sudah kamu lakukan hah! Kamu mencoreng nama keluarga. Tidak kusangka anak sepertimu memang hanya bisa di panggil anak pelacur!" ucap Linda

Akram menyeringai mendengar perkataan Linda.

"Hhhh anak pelacur? Yah benarrrr saya memang anak pelacur!" ucap Akram tegas walau dalam hatinya ia merasa teriris.

"Kamuuu!!!" satu tamparan hampir saja mendarat di pipi Akram lagi kalau Rusdi tidak menahan tangan Linda.

"Sudah kita bicarakan ini dirumah," ucap Rusdi tenang walau dalam hatinya ia juga sedang marah.

"Tidak bisa mas, anak ini harus di beri pelajaran!"

"Maaf anda siapa berani memberi saya pelajaran? Selama ini apa anda pernah merawat saya?"

"Kamu mulai berani ya dengan saya!" lagi-lagi Linda ingin menampar Akram tapi berhasil di tahan oleh Rusdi kembali.

"Dasar anak tidak tau diri, kami sudah baik merawat kamu, membesarkan kamu, tapi kamu hanya membalasnya dengan ini. Membuat keluarga kami jadi tercoreng."

"Saya tidak melakukan apapun, kenapa anda selalu menyalahkan saya? Kenapa anda tidak sedikitpun percaya sama saya?"

"Karena kamu anak yang tidak di inginkan di dunia ini! "

"Akram," Fahmi memegang pundak Akram sehingga Akram menoleh.

"Tenanglah, gue percaya sama lo," ucap Fahmi berusaha menenangkan Akram.

"Fahmi apa-apaan ini?! Dia sudah mencoreng keluarga ini! Kenapa kamu malah membelanya?!"

"Sudah mah, sudah cukup. Fahmi tidak ingin Akram menderita lagi," ucap Fahmi dengan nada memohon.

Raut kesal terpancar di wajah Linda. Ia kemudian bergegas meninggalkan tempat itu menuju mobilnya.

"Pulang ke rumah," ucap Rusdi tegas kepada Akram dan juga Fahmi

Fahmi mengangguk kemudian mengikuti Ayahnya. Sedangkan, Akram hanya diam di tempatnya. Melihat itu Fahmi kemudian kembali dan menarik Akram ikut dengannya.

Sesampainya di rumah, Linda mengabaikan siapapun. Ia langsung masuk ke kamarnya.

"Fahmi kamu susul ibumu ke kamar, ayah ingin bicara sama Akram."

"Baik yah"

Setelah kepergian Fahmi, Rusdi pun mulai angkat bicara.

"Duduk!"

Akram mengikuti perintah ayahnya. Pandangannya kosong.

"Kenapa kamu melakukan ini?!" ucap
Rusdi dengan emosi

"Maaf" hanya satu kata itu yang di keluarkan Akram.

Rusdi menghela nafasnya kemudian langsung memeluk anaknya.

"Maafkan Ayah, Ayah yang salah. Ayah kurang perhatian kepadamu."

Perlahan air mata Akram mulai turun, ia menangis. Pelukan ini yang ia inginkan selama ini saat dirinya terpuruk. Tapi, pelukan ini belum bisa menyembuhkan hatinya. Kehidupannya selama ini tanpa rasa kasih sayang dan juga dengan perlakuan dan perkataan Linda yang membuatnya terluka. Akram melepaskan pelukan itu kemudian menuju ke kamarnya.

Flashback of

"Arghhhh kenapa harus gue? Kenapa harus gue? Gue juga nggak ingin ada di posisi seperti ini!"

Akram berjalan gontai menuju kamar mandi. Ia ingin berwudu dan melaksanakan salat sunah tahajud. Ia berharap semoga Allah bisa membantunya.

***

Seorang dokter keluar dari ruang operasi. Fatimah langsung menghampiri dokter itu.

"Dok, dok bagaimana keadaan papa saya? Papa saya baik-baik aja kan? Operasinya lancar kan?"

"Maaf" satu kata itu berhasil membuat Fatimah menangis tersedu-sedu.

"Tidak! Tidak mungkin!!!! Papaaaaa!!!" teriak Fatimah sedangkan Yanti setelah mendengar satu kata itu, ia langsung tidak sadarkan diri. Ismail langsung menopang tubuh ibunya.

"Fatimah," panggil Ana, kakak iparnya. Fatimah langsung memeluk kakak iparnya itu.

"Papa kak, papa hiks... hiks... hiks..."

Ana juga menangis ia mengelus kepala Fatimah yang terbalut jilbab.

Saat Alm. Yusuf dikeluarkan dari ruang operasi. Fatimah langsung memeluk ayahnya yang sudah ditutupi kain putih.

"Pa kenapa, pah? Kenapa papa ninggalin Imah? Kenapa pah? Hiks... hiks..."

"Sudah Fatimah, hapus air matamu. Jangan sampai air matamu menetes ke tubuh papa," ucap Zaki

Ismail, Ridwan dan Zaki sebagai laki-laki merasa tegar meskipun ia juga terluka kehilangan ayah tercintanya.

Jenazah Alm. Yusuf di kembalikan kerumahnya. Yanti juga sudah sadarkan diri meskipun begitu ia terus menangis.

Sesampainya di rumah alm. Yusuf langsung dimandikan dan di kafani.

"Papaaaaaaa!!!!" pemilik suara itu langsung berjalan masuk tanpa mempedulikan orang-orang yang memperhatikannya.

Nisa langsung memeluk ayahnya.

"Papaaaaa tolong bangun, demi Nisa, pah. Nisa belum siap. Hikss... hiks... Papa please demi Nisa. Bangun hiks.. hiks.. hiks.." teriak Nisa mengguncangkan tubuh ayahnya.

"Untuk apa kamu datang kesini?! Sudah cukup buat ayah meninggal! Pergi kamu dari sini! Pergi!" ucap Zaki menarik paksa Nisa keluar dari rumah.

"Kak bukan saatnya untuk mempermasalahkan hal ini. Imah mohon," ucap Fatimah memohon.

"Nggak!! Kamu cepat masuk ke dalam. Dan kamu pergi dari sini. Saya sudah mengatakan jangan pernah kembali."

"Tapi kak, aku ingin melihat papa. Untuk kali ini izinkan aku ikut melayat hiks.. hiks.. hiks.."

"Tidakk! Tidak akan! Pergi!!" ucap Zaki kembali menarik Nisa dan menghempaskan Nisa ke tanah.

Semua orang pilu melihat hal tersebut. Terutama Fatimah, Ana, Ridwan dan Ismail. Sedangkan Yanti, Yanti hanya bisa menatap kosong putrinya. Ia sangat merindukan putrinya tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Tubuhnya sekarang sedang lemah.

Nisa kemudian berdiri dan meninggalkan rumahnya. Ia berlari kencang sambil menghapus air matanya.

"Akuu.. Akuu... Aku... Maafkan aku pah. Hiks hiks hiks" dengan suara gemetaran Nisa terus berlari. Ia tidak mempedulikan arahnya kemana.

Kisah Kehidupan NisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang