43. Ikatan Batin Ibu dan Anak

3 3 0
                                    

"Ainin sayang, bangun nak" panggil sandra dengan suara lembut

"Erghhh"

"Bangun sayang ini udah siang, kamu mau shalat kan?"

"Mmm ma-ma" Ainin bangun dari tidurnya dan langsung memeluk Sandra. Tentu hal itu membuat Sandra terkejut.

"Jangan tinggalin Ainin, mah. Ainin tidak punya siapa-siapa lagi selain mama, papa dan kak Alwi."

"Iya sayang iya. Mama ngk akan ninggalin kamu. Yasudah kamu ke kamar mandi cuci muka, berwudhu kemudian shalat." ucap Sandra melepas pelukannya dan menegakkan kepala Ainin supaya Ainin menatapnya.

"Iyya mah" Ainin pun bangkit dan berjalan ke kamar mandi.

"Jangan lupa setelah shalat, mama tunggu kamu di ruang makan. Kita makan siang bersama"

"Iya mah"

Sandra menitihkan air matanya, putrinya sudah masuk ke dalam kamar mandi, namun ia tidak bisa menahan air matanya kala melihat putrinya seperti itu. Penampilan yang acak-acakan, wajah yang pucat dan tubuh yang semakin kurus itu membuatnya menangis. Ia merasa gagal jadi seorang ibu.

'Ainin, mama ngk bisa lihat kamu terus-terusan seperti ini. Mama khawatir, mama takut kehilangan kamu. Mama mohon jangan tinggalin mama, yah. Mama mohon' batin sandra dengan mata senduhnya menatap pintu kamar mandi.

"Hiks hiks hiks aku kangen sama mama, aku kangen sama papa. Pa-pa, papa kangen kan sama Nisa? Maafin Nisa karena Nisa bandel, pah. Mah,, mama sehat-sehat aja kan disana. Nisa rindu mama, Nisa ingin peluk mama, Nisa rindu kasih sayang mama. Nisa rindu, Nisa rindu. Hiks hiks hiks. "

"Kata papa aku bukan anak yang cengeng kan? Nisa ngk cengeng kok Nisa cuman kangen"

"Apa salah Nisa kangen sama papa? Apa salah Nisa kangen sama mama? Apa salah?"

"Katakan sama Nisa, kalau mama dan papa juga kangen sama Nisa. Katakan mah, pah. Katakan! katakan! Katakan!"

"Argghhhhh" perlahan Ainin menghapus air matanya, dan membasuh wajahnya dengan air. Setelah itu, ia pun mengambil air wudhu dan keluar dari kamar mandi.

*****

"Mama harus makan yah. Sesendok saja mah" Yanti menggeleng dan mendorong pelan makanan yang disodorkan kepadanya.

"Kalau mama ngk makan, mama ngk bakalan bisa sembuh. Mama makan yah, sedikit saja. Demi Imah, mah. Imah mohon"

"Mama merindukan Nisa, Fatimah. Mama merindukannya, apakah Nisa baik-baik aja di luar sana. Mama ingin mendengar kabar Nisa. Mama ingin tau dimana Nisa sekarang. Mama khawatir, sudah 6 bulan sejak kejadian itu. Sedangkan sedikit pun mama tidak pernah mendengar kabar Nisa. Mama merindukannya, Fatimah. Mama ingin memeluknya." lirih Yanti memandang lurus

"Imah juga kangen sama Nisa, mah. Tapi, kita bisa apa mah selain menyerahkan semuanya kepada Allah. Imah yakin Nisa baik-baik aja. Bahkan sebaliknya, jika Nisa lihat mama seperti ini Nisa bakalan sedih mah. Imah juga sedih lihat mama seperti ini. Imah takut kehilangan mama" Imah pun langsung memeluk ibunya dan menangis di pelukannya.

'Aku ngk bisa tahan lagi! Aku ngk bisa lihat mama sengsara seperti ini! Aku harus memaksa kak Zaki untuk mencari Nisa. Yah itu harus!'

"Mm mama makan yah, Imah keluar dulu."

Yanti mengangguk dan Fatimah pun keluar dari kamar Yanti.

Di depan pintu kamar, Fatimah bolak balik sambil memainkan tangannya sendiri. Ia Sudah tak sabar lagi untuk bicara dengan kakaknya.

"Fatimah, kenapa kamu bolak-balik seperti itu? " ucap Ana menghampiri Fatimah

"Fatimah tunggu kak Zaki pulang kerja, kak"

"Tumben, emangnya ada apa? "

"Fatimah perlu bicara sama kak Zaki, kak"

"Bicara soal apa? "

"Bicara soal-"

"Bicaranya sambil duduk" potong Ana cepat

'Tok tok tok

"Assalamualaikum" mendengar suara Zaki, Fatimah tidak jadi duduk dan langsung menghampiri kakaknya.

"Kak! " zaki yang dipanggil tiba-tiba tentu kaget dan melihat Fatimah berjalan menghampirinya.

"Kak, kita perlu bicara"

"Imah! Bukannya jawab salam kakak, kamu langsung ajak kakak bicara"

"Wa-wa'alaikumussalam. Maaf kak"

"Apa yang ingin kamu katakan? Katakan cepat, kakak lelah" ucap Zaki sambil melonggarkan dasinya dan membuka dua kancing atas bajunya.

"Kakak harus mencari Nisa! "

"Maksud kamu apa, Fatimah?! "

"Kakak harus cari Nisa! "

"Apa maksudmu?! Buat apa kita cari dia?! "

"Seharusnya Fatimah yang nanya, kak. Apa maksudmu mengusir Nisa dari keluarga ini!"

'Plak

Satu tamparan mendarat di pipi kanan Fatimah. Fatimah terkejut dan merasakan sakit, perih dan panas di pipinya.

"Siapa yang ajarin kamu bentak kakak, hah?!"

"Ini pertama kalinya kakak nampar Imah. Hiks hiks. Sekarang Imah bisa rasakan, betapa hancurnya Nisa saat itu yang di tampar oleh kakak, diusir oleh kakak! "

Satu tamparan hampir saja mendarat di pipi Fatimah lagi. Tapi, Zaki menghentikan tangannya sendiri dan menurunkan tangannya dengan perasaan kesal.

"Kenapa berhenti kak?! Kenapa?! Kenapa ngk tampar fatimah lagi?! Kenapa?!"

"Fatimah, kakak katakan sekali lagi. Jika kamu mengungkit orang itu lagi, kakak ngk akan segan-segan melakukan hal yang lebih dari yang tadi kakak lakukan sama kamu" ucap Zaki tegas dan berlalu pergi.

"Kakak terlalu egois! kakak tidak punya hati nurani! Kakak ngk peduli sama mama! Aku benci sama kakak! Kalau kakak ngk mau cari Nisa, Fatimah sendiri yang akan cari Nisa. Fatimah akan cari Nisa demi mama. Tidak seperti kakak yang tidak punya hati nurani!" Zaki mendengar semua yang dikatakan Fatimah. Saat ini ia sangat emosi mendengar perkataan Fatimah, tapi ia tidak ingin mendekati Fatimah. Karena ia takut ia akan lepas kontrol dan menyakiti fatimah lebih jauh lagi.

Ana membungkam mulutnya menyaksikan kejadian itu. Setelah kepergian Zaki, Ana mendekati Fatimah dan memeluk Fatimah erat.

"Kamu harus sabar, dek. Mas Zaki memang seperti itu, tapi mas Zaki sebenarnya sayang sama kita. Kakak mohon, maafkan mas zaki yah."

"Kak Zaki jahat, kak. Fatimah tidak kenal kak Zaki yang sekarang. Dia bukan kak Zaki hiks hiks"

"Kamu tidak perlu mencari Nisa. Kalau kamu cari Nisa, mas Zaki akan marah. Kakak takut, kalau mas Zaki menyakitimu lagi"

"Tidak kak, Fatimah harus cari Nisa. Fatimah tidak peduli dengan kemarahan kak Zaki, yang Fatimah pedulikan sekarang adalah kondisi mama yang semakin hari semakin menurun. Fatimah tidak bisa melihat mama seperti itu. Ini demi mama kak demi mama"

"Baiklah, kakak akan bicara baik-baik dengan mas Zaki. Kakak akan mendukungmu"

"Makasih kak" ucap Fatimah memeluk erat Ana yang tentu dibalas Ana.

Kisah Kehidupan NisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang