61. Kecewa

2 1 0
                                    

Ainin memperhatikan sekelilingnya dan tidak menemukan teman-temannya berbaring di dekatnya. Ia tau pasti bahwa sebelumnya dia dan teman-temannya tidur bersama di kasur itu namun sekarang teman-temannya tidak ada membuatnya bingung.

Ainin berpikir jika teman-temannya pasti ada di luar. Kakinya mulai melangkah keluar namun tidak menemukan teman-temannya.

"Apa mereka ada di villa sebelah, yah?" gumam Ainin. Ia pun mulai melangkah dan mendekati villa di sebelah villanya.

Saat sampai ia pun mengucapkan salam, namun tidak ada yang membalas salamnya. Karena tidak ada jawaban meski ia sudah mengucapkan salam tiga kali, ia pun berjalan melangkah masuk. Ia sedikit takut dan tak berani masuk ke villa itu namun karena Ainin mengira teman-temannya ada di dalam membuatnya berani untuk melangkah masuk.

"Tiaaa?"

"Meliii?"

"Riaa?"

"Kalian ada di dalam? " tanyanya setengah teriak namun tidak ada jawaban. Ainin mendengus, ternyata teman-temannya tidak ada di villa itu. Ainin bertanya-tanya, dimana kah teman-temannya? Dan kenapa dirinya ditinggalkan sendiri?

Ainin mulai melangkah pergi, ia akan mencari teman-temannya di tempat lain. Namun, suara orang yang mengeluh membuatnya menghentikan langkahnya. Ainin sedikit takut, dan mencoba menganggap bahwa dirinya hanyalah berhalusinasi.

"Mphhhhh" suara itu terdengar kembali membuat Ainin percaya jika ia memang tidak salah dengar. Ainin pun mencari asal suara itu dan berhenti di depan sebuah kamar. Tangannya perlahan memegang knop pintu untuk membukanya, namun ia menarik tangannya kembali. Ainin merasa tidak sopan masuk ke kamar orang lain apalagi itu kamar laki-laki.

Ainin membalikkan badannya untuk pergi dari villa itu, tapi lagi-lagi ia mendengar suara keluhan seseorang dari dalam kamar tersebut. Ainin tidak lagi mempedulikan kamar itu kamar cowok karena rasa penasarannya lebih mendominasi daripada rasa takutnya. Apalagi ia merasa cemas dalam hati, karena suara itu terdengar seperti seseorang yang sedang kesakitan.

Ainin membuka pintu itu dan terkejut saat melihat Gilang yang baring di kasur dengan selimut membalut tubuh cowok itu. Ainin merasa bersalah telah memasuki kamar itu dan berniat untuk pergi.

"Jangan pergi" lirih Gilang membuat Ainin berhenti. Entah dorongan dari mana, Ainin menurut bahkan mendekati Gilang.

Lagi-lagi Ainin terkejut melihat wajah Gilang yang pucat. Refleks tangannya menyentuh dahi Gilang.

"Astaga! Panas sekali" ucapnya terkejut, bahkan ia tidak sadar jika pertahanannya untuk tidak menyentuh laki-laki seketika hilang diganti dengan rasa khawatir.

Dengan buru-buru ia meninggalkan kamar Gilang untuk mencari handuk kecil dan menuangkan air hangat di baskom.

Setelah itu, ia kembali ke kamar Gilang, dengan hati-hati Ainin mengompres dahi Gilang. Perbuatannya membuat Gilang kembali bersuara dengan keluhan.

Ainin tersenyum saat Gilang menanggapi perbuatannya hanya dengan keluhan. Ainin menoleh kesamping dan melihat ponsel Gilang di atas meja. Ainin menghidupkan ponsel Gilang, dia bukannya lancang untuk memeriksa ponsel Gilang tapi ia hanya ingin melihat sudah jam berapa sekarang.

"Hah?! Sudah jam setengah dua belas?" pantas saja dia merasa sedikit lapar karena jam makan siang sudah masuk. Ainin menoleh melihat Gilang yang masih pucat. Ainin tidak tau harus melakukan apa, ia menyentuh dahi Gilang dan panasnya masih belum berhenti.

Ainin kembali mengompres Gilang dan keluar dari kamar Gilang menuju dapur.

"Aku harus buat bubur" ucapnya kemudian membuat bubur.

Kisah Kehidupan NisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang