45. Penyesalan

8 4 0
                                    

"Gue ngk nyangka Syah lo yang lakuin ini semua!" orang itu menyorot tajam Aisyah yang duduk di lantai. Emosinya ia tahan, agar tidak menampar Aisyah saat ini juga.

Perlahan Aisyah mendongak dan melihat Akram berdiri memandanginya dengan tatapan yang tersulut emosi.

"A.. Aku bisa jelasin ini semua, Ram"

"Jelasin apa lagi Syah? Gue udah tau semuanya! "

"A.. Aku ngk bermaksud fit-"

"Ngk bermaksud apa, Syah? Apapun penjelasan lo, gue kecewa sama lo Syah! Lo hancurin hidup gue dan lebih-lebih ngehancurin hidup Nisa" Akram berlalu pergi, meninggalkan Aisyah yang masih setia duduk tersungkur di lantai sambil menangis sesenggukan.

"Nis, an-andai kamu ada disini" gumam Aisyah lirih menatap buku yang ada di genggamannya.

Perlahan ia membuka buku itu dan membacanya.

20 Juli 2018

Aku senang bisa sekolah disini, yah memang saat pertama kali aku menginjak sekolah ini aku tidak yakin bisa bersosialisasi dengan sekolah ini. Begitu sulit untuk mengontrol sifatku yang jauh dari kata baik.

Aku sempat terkejut mendapati Akram yang juga sekolah disini. Yah! Memang benar hanya Akram yang lanjut sekolah disini yang merupakan alumni SMP NEGERI 4 Makassar termasuk diriku.

Aku ingin melupakannya tapi kenapa seakan takdir mempertemukan kita kembali? Aku berusaha untuk mengontrol diri, mencoba untuk tidak menyapanya dan berusaha tidak menampakkan diriku dihadapannya. Tapi, apalah dayaku dia bisa langsung mengenalku.

Di parkiran sekolah, dia menyapaku dan aku hanya mengabaikannya. Akram mulai membalikkan tubuhku dan bertanya kenapa aku menjauh darinya? Aku hanya membalasnya dengan memohon kepadanya untuk tidak mencampuri hidupku lagi. Menganggap kita ini hanyalah orang asing yang dipertemukan dalam satu gedung sekolah yang sama.

Akram mengabaikan permohonanku dan langsung membawaku ke taman dekat danau yang tak jauh dari sekolah ini. Akram mulai mengatakan perasaannya kepadaku, tentu aku terkejut mendengarnya dan mulai menangis. Aku mulai bertanya kenapa dia baru mengatakannya sekarang saat aku belajar melupakannya? Ia mulai memelukku dan menenangkanku. Sebenarnya, aku ingin menolak tapi hati dan pikiranku tidak sejalan saat itu dan menerima pelukan Akram bahkan membalasnya.

Aku mulai tenang ditengah pelukan itu, aku mulai mengatakan perasaanku juga dengannya. Tapi, saat itu aku mengatakan aku tidak ingin pacaran. Aku tidak ingin jatuh dalam perasaan berlarut-larut hingga lupa akan masa depanku. Perasaan bisa aku kesampingkan, tapi tujuan hidupku itulah yang paling utama. Dan benar , saat itu Akram menerimanya untuk tidak pacaran denganku dengan syarat dia akan selalu menjagaku dan aku hanya bisa mengangguk menyetujuinya.

Perlahan keadaan kembali membaik, Akram mencoba menggodaku saat dia memanggilku humairah. Perlahan wajahku memerah, mencoba menyembunyikannya percuma, Akram sudah dulu melihatku. Lagi dan lagi Akram menggodaku, akhirnya aku mengejarnya dan aku sendiri yang lelah mengejarnya. Aku sering bertanya-tanya apa dia punya nyawa seperti kuda? Tapi apapun itu, berkat Akram hari ini rasanya aku sangat bahagia. Lebih dari kata bahagia.

Aisyah tersenyum, ia mulai membayangkan kejadian yang di cerita Nisa dalam buku ini. Pasti sangat lucu! Ceritanya unik, udah saling suka tapi batasin ngk pacaran. Heran! Tapi lagi-lagi Aisyah kembali murung saat mengingat dengan jelas, Nisa menjelaskan bahwa ia dan Akram tidak pacaran. Bagaimana Nisa menjelaskan bahwa ia dan Akram memang memiliki perasaan yang sama tapi mereka tidak pacaran. Ingatan itu kembali, dan betapa bodohnya ia yang merasa dibohongi langsung ingin balas dendam.

Kalau di ingat-ingat, perkataan Nisa ada benarnya, Nisa tidak ada niatan ingin membohonginya. Nisa hanya belum percaya dengan orang yang baru dikenalnya, tapi dia dengan lantangnya menanyakan ada hubungan apa Nisa dengan Akram, tentu Nisa saat itu bimbang ingin mengatakan apa. Pacaran? Tidak. Tidak pacaran? Tapi punya perasaan satu sama lain, akhirnya Nisa mengatakan bahwa dia hanya Sahabatan tidak lebih. Lagi lagi, Aisyah merutuki dirinya. Betapa bodohnya dia yang gagal menjadi seorang sahabat tapi berhasil menghancurkan hidup sahabatnya sendiri.

"Nisa maafin aku" ucap Aisyah lirih. Entah berapa kali iya mengucapkan tiga kata itu.

Aisyah kembali membuka lembaran-lembaran selanjutnya, ia mulai terhibur saat mengingat kejadian dirinya dan Nisa di dalam buku ini. Aisyah sedikit tertawa kala mengingat kejadian di belakang madrasah saat itu. Saat Nisa dengan bebasnya mempermainkan dirinya, yang selalu memanggilnya padahal ia sudah ingin pulang ke asrama.

Aisyah masih ingat saat sepulang sekolah Nisa sering sekali ke taman belakang madrasah dan menulis sesuatu di bukunya. Dulu, Aisyah menghampiri Nisa ingin mengajaknya pulang tapi seperti yang di lihatnya Nisa sangat fokus menulis hingga ia tak jadi pulang bersama Nisa. Ia tertawa kecil saat membaca cerita Nisa yaitu saat Nisa memanggilnya 3 kali dan membuatnya kesal. Saat panggilan pertama, Nisa mengatakan bahwa jika Aisyah pulang, maka Aisyah jangan merindukannya. Saat panggilan kedua, Nisa memanggilnya untuk memperingatkan Aisyah ada batu di belakangnya, tapi bagaimana pun Aisyah tetap jatuh. Panggilan ketiga, Nisa memanggilnya untuk berterima kasih karena telah memberikan referensi untuk ceritanya. (Masih ingat part 10 kan?)

"Kamu orang baik Nisa, tapi aku malah datang sebagai orang jahat di hidupmu."

"Aku janji Nisa, aku akan mengatakan semuanya. Aku akan membalikkan keadaan, meskipun ada keadaan yang tidak bisa aku kembalikan. Maafkan aku Nisa, gara-gara aku Ayahmu meninggal. Maafkan aku" Aisyah mulai menangis, ia merasa sangat berdosa sekali dengan Nisa.

"Bu...buku ini, buku ini aku akan menyimpannya baik-baik, Nis. Aku akan menjaganya untukmu, dan aku harap suatu saat kita bisa bertemu dan aku bisa memberikan buku ini kepadamu. Kamu terlalu baik untuk menjadi sahabatku, maaf Nisa maaf. Aku.. Aku.. Tidak tau harus melakukan apa agar kamu bisa memaafkanku. Aku rela kamu tampar aku seratus kali, aku rela kamu membunuhku sekarang juga. Aku sangat rela, Nis. Aku rela hiks hiks hiks"

"Kamu tau aku sangat menyesal, aku sangat menyesal. Jika Allah bisa mengabulkan permintaanku yang mustahil ini. Aku ingin waktu bisa kembali saat dimana kita masih bersama sebagai sahabat, tidak ada dendam. Tidak ada benci diantara kita. Yah! Aku.. Aku.. Aku tidak tau harus bagaimana lagi, Nis. Aku tidak tau, aku tidak tau." lirih Aisyah menatap senduh buku di tangannya.

"Kamu dimana Nisa?! " teriak Aisyah frustasi.

"Percuma kamu teriak-teriak disitu, Nisa tidak mungkin langsung muncul dihadapanmu setelah memanggilnya." Aisyah menoleh dan mendapati Fahmi di sampingnya.

"Terus aku harus ngapain kak?" Lirih Aisyah

"Perbaiki kesalahanmu"

"Aku akan perbaiki kesalahanku kak, tapi aku takut"

"Kamu yang berbuat, jadi kamu yang harus tanggung jawab. Apapun resikonya, kamu harus tanggung itu."

"Memang yah kak penyesalan selalu di akhir"

"Ngk usah ngeluh, lebih baik kamu belajar dari kejadian ini. Aku sebenarnya tidak habis pikir kenapa kamu bisa melakukannya hal sebodoh ini."

"Aku tau aku salah kak, aku tau yang kulakukan ini tidak bisa di maafkan. Tapi, aku akan mencoba perbaiki kesalahanku, meskipun itu tidak mungkin untuk memperbaiki semuanya."

"Kapan kamu akan memperbaikinya? "

"In syaa allah besok kalau tidak ada kendala"

"Apa kamu ngk butuh waktu sebelum memperbaikinya? "

"Sebenarnya aku butuh, tapi lebih cepat lebih baik. Sudah cukup sampai disini aku hidup dalam kebohongan yang aku sendiri tidak menyukainya"

"Hmm semoga kamu berhasil" Aisyah mengangguk lemah dan dalam hatinya ia juga mengucapkan 'semoga'

"Aku pergi dulu, aku harap kamu tidak berencana untuk bunuh diri disini" Aisyah sedikit terhibur mendengar perkataan Fahmi, yakali dia sampai bunuh diri disini. Melihat ketinggian gedung ini aja dia takut, bagaimana terjunnya coba?

Kisah Kehidupan NisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang