34. Rindu

14 4 0
                                    

Akram berjalan gontai di koridor sekolah, setelah mengetahui Nisa menghilang hidupnya terasa hampa. Semua pasang mata menatap Akram miris. Antara kasihan dan jengkel, kasihan dengan keadaan Akram sekarang yang seperti patung berjalan. Dan jengkel karena perubahan sifat Akram.

"Ram, tiap hari lo kayak mayat idup aja," ucap Rafi merangkul pundak Akram.

"Udah deh, gue kan udah bilang lupain dia," ucap Daniel di samping Akram.

"Lo bilang lupain dia?! Lo gampang ngomong karena bukan lo yang rasain!!" ucap Akram mencengkram kerah baju Daniel.

"Eitsss santai bro, ini madrasah," ucap Rafi melepaskan tangan Akram dari kerah baju Daniel.

"Arghhhh." Akram frustasi, ia menjambak rambutnya dan berjalan meninggalkan Daniel dan Rafi.

"Dia kelihatan seperti orang gila," gumam Rafi melihat punggung Akram.

Daniel menyusul Akram, meninggalkan Rafi yang masih berdiri di tempatnya. Saat sadar Daniel meninggalkanya juga, Rafi pun langsung menyusul Daniel.

Saat masuk ke kelas XI IIS2, pandangan yang langsung menarik perhatian untuk di lihat adalah seseorang yang menenggelamkan wajahnya di meja dengan penampilan berantakan.

Akram tiba-tiba berdiri dan berjalan keluar kelas.

"Minggir!"ucap Akram membentak cewek, yang merupakan sekelasnya.

"Lo nggak boleh kasar seperti itu sama cewek! " ucap Daniel

"Heh apa peduli lo?! Dia yang salah kenapa gue yang disalahin! "

Daniel lepas kontrol setelah mendengar perkataan Akram. Ia langsung meninju wajah Akram.

Bughhh

Daniel meninju muka Akram sehingga Akram terhuyung ke belakang.

"Pengecut lo!" ucap Daniel ingin meninju muka cowok itu lagi.

Akram malah tertawa lebih tepatnya tertawa mengejek.

"Gue pengecut? Haha Gue emang pengecut, lo baru tau?"

"Lo!" ucap Daniel ingin memukul muka itu lagi, tapi lagi-lagi terhenti karena ucapan Akram.

"Gue nggak punya harapan untuk hidup. Jadi, kalau lo mau bunuh gue sekarang. Gue akan senang hati menerimanya."

"Lo benar-benar gila, Ram! Sadar, Ram! Sadar!"

Akram mendorong Daniel ke belakang dan melenggang pergi keluar kelasnya.

"Arghhh gue benar-benar udah gila!" ucap Akram sarkatis.

"Lo dimana sih, Nis? Gue rindu sama lo. Jika lo lihat gue sekarang apa lo akan khawatirin gue?"

"Arghhhhhhhhh"

"Ram," ucap seseorang menepuk pundak Akram. Akram menoleh dan mendapatkan Fahmi yang sudah duduk di sampingnya.

"Gue mau cerita sesuatu sama lo," ucap Fahmi terdengar serius. "Ayah Nisa meninggal seminggu yang lalu."

Akram menoleh dan kaget dengan penuturan Fahmi.

"Ma-maksud lo? " tenggorokannya tercekat dan menyebutkan "inna lillahi wa inna ilaihi roji'un" dalam hati.

"Nisa lebih menderita dari lo, Ram. Gue ngk tau ceritanya secara detail. Tapi lo harus dengar ini."

Fahmi mengambil nafas panjang kemudian menghembuskannya. Ia mulai menceritakan semua yang terjadi pada Nisa.

Setelah mendengar cerita Fahmi, tiba-tiba pasokan oksigen di sekitarnya berkurang.

"Ja-jadi dimana Nisa sekarang?"

"Kalau itu gue juga nggak tau, setelah dia di usir dari rumahnya. Nggak ada yang tau dia dimana." ucap Fahmi "Ram, gue yakin lo kuat. Dan gue juga yakin Nisa kuat. Kalian pasti bisa menghadapi ujian ini. Jangan mengira hanya dirimu yang tersakiti disini. Gue juga sakit lihat adik gue sedih seperti ini."

"A-adik?"

"Bukannya lo emang adik gue? Yah meskipun bukan adik kandung, sih."

"Bukannya lo benci gue dari kecil? "

"Gue benci sama lo. Tapi, itu dulu. Sekarang gue sadar, gue nggak mungkin benci lo, yang jelas-jelas lo nggak punya salah apa-apa."

Akram terdiam mendengarnya, ia tidak berniat membalas. Tapi, ia juga tidak meninggalkan tempatnya. Akram perlahan menengadahkan kepalanya ke atas, melihat langit yang terlihat cerah.

"Ram," panggil Fahmi membuat Akram kembali menoleh ke arahnya.

"Apa benar kejadian itu hanya kesalahpahaman?"

Akram mendengus pelan. "Lo nggak percaya sama gue? Ck! Padahal lo pernah bilang lo percaya sama gue."

"Gue hanya mau mastiin. Kalau emang lo di jebak berarti kita harus tau siapa yang membuat jebak lo dan buat kesalahpahaman itu. Ceritain sama gue kejadiannya," pinta Fahmi sedangkan Akram menghembuskan nafasnya pelan kemudian mulai menceritakan kejadian kesalahpahaman itu.

Setelah mendengar Akram, Fahmi benar-benar sudah yakin kalau ini memang untuk menjebak Nisa dan Akram. Apakah orang lain punya dendam dengan Akram atau Nisa?

"Ada orang yang benci sama lo?"

"Banyak."

Fahmi geleng-geleng mendengar jawaban Akram. "Maksud gue yang paling berpotensi jebak lo?"

"Gue nggak tau, gue mohon bantuan lo untuk mencari orang itu. Siapapun orang itu gue enggak akan memaafkannya setelah semua yang terjadi."

Fahmi mengangguk, ia menepuk pundak Akram dua kali kemudian melangkah pergi.

Kisah Kehidupan NisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang