you need to read
the previous chapter
in order to understand☆☆☆☆☆
Selesai dengan semua hal tentang keamanan, di siang menjelang sore hari itu, Jahesa dan Roseanne memasuki Hotel Brilianay X2. Mereka berjalan menapaki setiap keramik lantai pun akhirnya sampai pada ruang keamanan disana.
"Jahesa Adiningrat."
Ucapan lelaki tinggi tinggi itu di depan sebuah jendela kaca pada ruangan transparan tersebut tak ayal membuat seorang petugas yang tampak sibuk dengan komputernya pun langsung membuka pintu ruangan.
"Anak dari-"
"Kakak saya Srikandital Adiningrat. Kamu kenal kan sama pemilik hotel ini?"
Petugas itu mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Jahesa. Tak banyak bicara dan bertingkah, lelaki yang sempat berdiri menghadapnya dan seorang gadis di samping Jahesa pun kembali duduk di kursi penjagaan disana.
Wajahnya tampak serius. Pria dengan nametag bertuliskan Kim Jisung itu terlihat fokus mencari apa yang diminta adik dari sang pemilik hotel tersebut.
"Kamu duduk aja," ucap Jahesa pada Roseanne yang sejak tadi menatap kosong pada arahnya dan petugas itu.
Gadis itu diam saja meski tubuhnya bergerak sesuai arahan Jahesa. Ia pun duduk pada sebuah kursi kosong di dekat situ.
Meski tak turun langsung, Roseanne bisa merasakan ketegangan dari raut wajah petugas itu.
"Ketemu." Ia berucap seraya mengesampingkan kursinya lalu mempertunjukkan pada Jahesa dan Roseanne sebuah rekaman dari kamera CCTV. "Hari Kamis tanggal 12 Juni 2019 pukul 22.00, ruangan 21 di hotel ini."
Kedua insan itu mendekat pada komputer yang menampilkan jeda peristiwa disana.
"Apa aku harus pergi sebentar dari sini? Sepertinya akan canggung."
Jisung berdehem sebentar, sebab matanya tak berbohong tatkala melihat dengan jelas jeda gambar di komputer itu.
Keduanya berpelukan.
Jisung tak mau akan ada malu serta canggung. Ayolah, Jisung pernah rasakan hal memalukan karena mempertunjukkan hal romantisnya bersama sang kekasih pada orang lain.
"Baiklah. Kau bisa pergi sebentar." Jahesa merespon dengan nada datarnya.
Lelaki itu pun memutuskan untuk keluar dari ruangan tersebut, membiarkan dua manusia itu meneliti kasus yang juga tak ia ketahui.
"Kita mulai yah," sahut Jahesa memecah keheningan.
Lelaki itu duduk di kursi tempat petugas Jisung tadi. Ia pun menekan tombol play dan rekaman tersebut berputar.
Mereka sibuk mengamati dan selang tiga menit sekiranya, Rose mendapati hal aneh.
"Jahe."
"Iya?" jawab Jahesa masih dengan matanya sibuk mengamati rekaman tersebut. Menelisik wajah orang-orang yang ia kenal dan siapapun yang bisa dijadikan tersangka atas rekamannya dengan Rose yang tersebar sampai kepada pihak sekolahnya.
"Kayaknya ini cewek kelihatan mencurigakan deh," ucapnya yang kali ini menunjuk seseorang di monitor layar.
Jahesa melirik Rose sepintas dan kembali fokus. "Kenapa emangnya?"
"Semua tamu kan pakai tanda pengenal dengan tali warna merah. Kenapa punya dia hitam?"
Jahesa manggut. Ia memperhatikan layar yang menunjukkan seseorang tengah menundukkan kepalanya. "Bener juga sih. Kenapa warna dia hitam?"
"Tamu VIP tanda pengenalnya beda?"
"Enggak. Kak Ital yang punya bangunan ini aja tanda pengenalnya sama kayak punya aku."
"Yaudah coba kita fokusin ke orang ini. Dia kelihatan mencurigakan. Selain dari tanda pengenal, kamu lihat disini kan dia kayak ngeliat kiri dan kekanan?"
"Iya emang kenapa?"
Roseanne yang setia membungkukkan kakinya di samping kursi tempat Jahesa duduk berucap serius. "Dia kayaknya nyari sesuatu. Entah apa."
"Perhatikan aja gerak-geriknya." Jahesa menyetujui perkataan kekasihnya itu.
Mata mereka terlihat fokus sampai ketika sebuah adegan bermain di layar sana.
"Ehh, lewatin aja yang ini."
Wajah serius gadis itu kini sudah berganti sebab bibirnya berusaha menahan senyum malu.
Di layar sana muncul adegannya berpelukan yang tampak sangat mesra antara dirinya dan Jahesa. Bahkan menampilkan mereka tengah bercumbu mesra.
Jahesa tertawa pelan, masih tak menjauhkan pandangannya dari layar. "Jangan malu ah. Kayak masih kecil aja."
"Aku emang masih kecil. Dikira delapan belas tahun itu udah tua-"
"Ssttt diem. Itu ada orang yang kamu curigai," potong Jahesa tatkala menunjuk seseorang disana.
Mata Roseanne kembali memandang layar tersebut. Ia mendekatkan wajahnya, berusaha melihat dengan jelas seseorang yang ternyata berada di satu frame dengannya dan Jahesa itu.
Memang susah untuk mengenali wajahnya, sebab CCTV dipasang dari sudut pandang atas, membuat mereka agak kewalahan.
Persetan dengan Jahesa disini, mulut Rose begitu panas ketika ia melihat jelas seseorang yang ia curigai yang adalah seorang perempuan dari rambutnya yang terkena cahaya lampu hotel itu, tengah mengarahkan kamera ponselnya kearah mereka berdua.
"Shit, what the hell happen to that girl? Dia gak ada job to be done kah? Sesuai prediksi aku kan? This is the girl. This is the girl."
Jahesa hanya senyum-senyum, sebab gadisnya sudah mengutarakan hal yang ingin ia sampaikan pula.
Tangannya pun bergerak dan berpindah pada CCTV lain. Perlahan tapi pasti, perempuan yang sudah meletakkan kembali kameranya ke dalam pakaiannya lalu bergegas keluar dari gedung hotel tersebut.
Dan setelah tanpa sengaja wajah gadis itu terlihat jelas di taman hotel sebab lampu kerlap-kerlap yang begitu banyak pada lokasi tersebut , Jahesa dan Roseanne tak bisa menatap perempuan itu dengan sudut pandang yang sama lagi.
"Jahe, i-itu Wendy Setya kan? Tunangannya-"
"Candra Anardy, lelaki yang pernah dijodohin sama kamu," sambung Jahesa yang kali ini menatap kekasihnya begitu lekat.
Roseanne menutup mulutnya. Ia tak menduga-duga bahwa perempuan ini dalangnya. "Gimana bisa? Kita udah baik banget sama dia sampai kamu dan aku anterin dia pulang."
"Hati orang siapa yang tahu, Roseanne."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dead Man's Feeling ✓
General FictionDia Roseanne Wiyana. Gadis yang setia menemani malam si mahasiswa amburadul. ©biangpenat, 2020