28. The Truth

1.5K 319 17
                                    

-----

kesambet apanih, ada update. tinggalkan komen2nya tolong. (btw kok kangen yah sama beberapa reader yg klo komen keknya asik banget😬❣❣)

enjoy yah. 780an words


-----











































"Wendy!"

Semua pandangan mata tertuju pada lelaki yang seenaknya memasuki pekarangan rumah seorang gadis itu.

Roseanne yang masih mengobrol dengan Wendy bersama Jahesa di sana rupanya kedatangan Candra.

Lelaki yang menjadi bahan pembicaraan mereka selama beberapa saat itu di dalam pekarangan rumah Roseanne.

"Wendy-"

plak

Rose yang sudah maju berjalan dahulu menghampiri Candra itu lantas melayangkan tamparan keras pada pipi lelaki itu.

Napasnya terdengar gusar, mendapat bekas memerah pada daerah wajahnya. Matanya memberi tatapan emosi pada Rose. "Rose-"

"Kurang ajar yah lo! Kenapa lo nyakitin hati Wendy dan berusaha terlihat good attitude di depan gue? ORANG BODOH KEK LO MENDING MINGGAT DARI HADAPAN GUE!"

Kalimatnya saling memburu satu sama lain. Rose benar - benar sudah gusar dengan kelakuan pria dihadapannya itu. Beda lagi pada sikap Jahesa yang diam membiarkan kekasihnya melampiaskan emosi sejenak.

Wendy menatap Rose dengan sedikit terharu. Tak pernah dibayangkannya ada seseorang yang berani menampar sang tunangan seperti itu.

"Rose, Wendy itu bohong-"

"Bohong DARIMANA BODOH?! Lo tuh yah, manusia gak tahu diri. Lo deketin gue cuman karna harta orang tua gue. Lo ga bisa yah, bersyukur sama keadaan lo dan terima Wendy apa adanya." Rose berucap, berusaha terlihat berani meski derai air mata sedang tumpah membasahi pipi berpoles bedak tipis.

Candra tak menggubris perkataan Rose. Ia malah menunduk dan sedikit mengepalkan kedua tangannya, tanpa sadar siap melakukan sesuatu.

Dengan gerakan cepat, Candra berjalan ke arah Wendy dan mencekik leher gadis itu dengan begitu kuat. Bahkan urat lengannya kelihatan dengan sangat jelas.

"Shame on you, Wendy! Lo hancurin semua usaha gue-"

Jahesa tak tinggal diam. Berinisiatif mendekati Wendy dan melepaskan cekikan kuat dari jemari Candra yang mengelilingi area lehernya.

"Lo tuh manusia biadab!" Pungkasnya lalu melayangkan satu pukulan telak pada pipi kirinya tanpa balasan dari si mendapat pukulan.

Candra tak tersungkur jatuh. Hanya saja kakinya sedikit memundurkan badan karena dorongan dari pukulan Jahesa.

Rose bersikeras melawan hatinya yang masih sedikit iba menyaksikan pukulan Jahesa tadi pada Candra. Tapi sungguh, lelaki itu sangat biadab. "Lo mending pergi, gak usah nunjukkin tampang sok polos lo disini!"

"Pergi gak!"

"Pergi!"

Ketiga kalinya Rose mengutarakan perintahnya yang barulah dibalas oleh anggukan kecil dari Candra. Lelaki itu berdiri meski kesakitan pada kedua bagian wajahnya masih terasa hingga saat itu. Ia berdiri dan menatap Rose begitu iba.

"Maafin gue, gue bakalan jelasin semuanya pada waktu yang-"

"Pergi!" Rose sama sekali tak menghadapkan wajahnya pada Candra. Ia mengalihkan pandangan kepada rerumputan subur yang memenuhi pekarangan rumah milik orangtuanya.

Candra lekas pergi. Meninggalkan tiga orang dengan dendam yang bersemayam manis pada hati masing - masing.

☆☆☆☆

"Makasih udah anterin gue pulang!" Nada girang terpatri dari lantunan kalimat milik Wendy.

Ia bersyukur, sembari menatap dua orang yang baru saja ia kenal hanya karena keduanya memiliki hubungan tak terduga dengan tunangannya.

Rose balas tersenyum, begitupun dengan Jahesa. "Senang bisa bantu lo. Maafin gue yah karena nada tinggi gue."

"Seharusnya gue yang minta maaf karena udah nampar lo keras banget," keluhnya sedikit yang tak terima dengan sikapnya di awal pertemuan.

Rose pun mengiyakan. "Gapapa. Lo gak salah juga kok."

"Ketika dihadapkan sama sesuatu yang di luar ekspetasi lo, ya pasti lo bakalan marah dan lo berusaha melawan supaya itu gak bakal terjadi."

Wendy tulus menyetujui ucapan Rose. Keduanya mengobrol sebentar sebelum akhirnya Jahesa berucap untuk pamit bersama Rose.

"Hati - hati di jalan!" Wendy dengan senyum lebar melambaikan tangannya pada dua orang di atas mobil sana.

Jahesa pun melajukan mobil milik Roseanne. Mereka berdua meninggalkan Wendy yang sudah menenangkan hatinya karena kejadian beberapa waktu lalu.

☆☆☆☆

"Kok diem?"

Sepertinya bukan Rose saja yang merasakan atmosfer aneh antara Jahesa dan dirinya, sebab Jahesa merasakan hal yang sama pula.

Sesuatu dari mereka sedikit berbeda.

"Aku salut sama kalimat kamu tadi," terang Jahesa tenang.

"Yang mana?"

"Ketika dihadapkan sama sesuatu yang di luar ekspetasi lo, ya pasti lo bakalan marah dan lo berusaha melawan supaya itu gak bakal terjadi." Jahesa berkata sembari meniru cara berbicara gadisnya itu, mengakibatkan Rose malah senyam - senyum karena kekasihnya yang sudah hafal cara berbicaranya.

"Aku senang kamu ngomong kek gitu. Dan entah kenapa aku jadi inget sesuatu."

Rose penasaran. "Apa?"

Jahesa berdehem, sedikit merapatkan suaranya agak terdengar jelas mengingat jalanan masih ramai sehingga sedikit menimbulkan kebisingan meski sudah menaikkan kaca mobil.

"Rose, papa kamu gak merestui hubungan kita. Aku berusaha gak ngejalanin hubungan ini secara sembunyi - sembunyi. Aku serius sama kamu. Sungguh."

Beberapa jeda Jahesa berkata dan tak ada balasan apapun dari bibir Roseanne. Gadis belia itu masih mencerna setiap kata yang dilontarkan Jahesa tadi. Berusaha memahami maksud semuanya itu. Mengapa Jahesa berkata hal - hal tak mengenakkan seperti ini?

"Rose-"

"Jahesa, kita gak putus kan hanya karena sikap papa menyikapi hubungan kita?"

"Kita nggak putus, kan?"

Dead Man's Feeling ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang