14. Something about Sincerity

3K 557 92
                                    

Rose diam tak berkutit. Perkataan yang beberapa waktu diucapkan oleh Resti berhasil mempengaruhi setengah pikirannya.

Tidak. Roseanne bukan tipe orang yang akan takut akan ancaman tak bernilai alias murahan itu.

"So, what?"

Gadis itu menatap Resti dengan serius. Ia tak bermain dengan perasaannya kepada Jahesa. Lalu mengapa sekujur tubuhnya dipenuhi rasa takut?

Resti berdehem pelan. Mengambil posisi duduk di depan Rose dan Mira itu. Aura licik seakan menggema lewat wajah Resti. "Rose, mending lo stay away deh dari Jahesa."

"Lah, emang kenapa?"




















"Lo gak malu apa kalo Jahesa tahu keluarga lo kayak gimana? Harus gue ingetin yah? Perselingkuhan ortu lo itu benar - benar bakalan mempengaruhi masdep lo ke depannya. Lo yakin diterima Jahesa yang rasanya gak banget buat lo?"

Roseanne mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Hah, mengapa kristal bening tiba - tiba saja ingin keluar dari sudut mata gadis itu?

This is not a perfect time.

"Heh, Res! Lo tuh ya, rasanya Jahesa gak sudi punya sepupu tukang cari sensasi kayak lo!"

Mira berdecak kesal. Tak suka dengan sikap Resti yang sedang menyudutkan Roseanne karena 'keluarganya' itu.

Resti tersenyum rese. Ia bangkit berdiri, mengimbaskan rambutnya itu.

"Cuman ngingetin, lo tuh beda level sama Jahesa!"






















Mira meremas tangannya dengan keras. Baru saja akan berdiri namun kepala tiba - tiba bersandar pada bahunya. "Biarin, orang sirik emang gitu."

"Lo tuh ya, sok kuat bat sih. Gue jadi kesel!"

"Hehehe, terima kasih my bf!"

☆☆☆☆

Jahesa menggigit bibirnya. Acap kali ia mengeluarkan suara 'ais' dengan hembusan napas yang gusar.

Diliriknya lagi arloji yang bertengger pada tangan kanannya itu. Jahesa ingin menggila saja.

Kemana gadis itu? Sudah hampir jam satu namun ia sama sekali tak menunjukkan batang hidungnya.

Roseanne, kau benar - benar berhasil merenggut jiwa kebosanan dari seorang Jahesa Adiningrat.

Bahkan rokok yang menyala di sela jarinya tak membuat Jahesa mau menyentuhnya sama sekali.

"Jahe!"

















Jahesa dengan kaos hitam dan celana denim berwarna senada itu mendongakkan kepalanya. Ia bangkit berdiri.

Tubuhnya seakan baru menemukan sebuah magnet baru. Kakinya tak tertahan. Ia berlari menerjang angin malam yang mampu menembus kaos agak tipis itu.

Roseanne cengo dibuatnya. Gadis itu diam saja sembari melihat Jahesa yang sudah ada di hadapannya. Napasnya tak terdengar berirama.

Ia kehabisan napas.

"Jahe, kamu-"

"I thought I lost you."




















Rose diam. Jahesa tengah menarik tubuhnya lalu memeluk gadis itu. Ia meletakkan kepalanya pada bahu tegap Rose yang tertutup dengan rambut hitam gadis itu.

Gadis itu tersenyum simpul. Perlahan membalas pelukan erat nan hangat dari seorang Jahesa. "Aku disini."

"It's okay," lanjutnya merengkuh Jahesa.

Keduanya tak dimabuk cinta. Lebih seperti sebuah perasaan tak kasat mata, dimana mereka

takut kehilangan
satu sama lain.

"Okay, kita duduk yah. Kakiku tadi terkilir soalnya." Ucapan Rose membuat Jahesa dengan cepat melepaskan pelukan itu. Ia lalu membopong Rose menuju sebuah batu besar yang selalu dijadikan sebagai tempat duduk.

Jahesa mengerutkan keningnya. Ia duduk di samping Rose. "Kenapa terkilir?"

"Tadi jatuh di sekolah."

"Kenapa jatuh?"

"Ya ga sengaja aja."

"Kenapa gak sengaja?"

"Aku kan ga tahu kalo ada kursi di hadapan aku."

"Mata kamu emang dikemanain?"

Roseanne tertawa pelan. Ia mengambil tangan kanan Jahesa lalu menggenggamnya erat. "Sok perhatian banget sih kamu. Aku kan cuman-"

"Tapi aku takut kamu kenapa - kenapa, Rose," potong Jahesa. Terselip nada khawatir disana.






















Rose mengangguk pelan. "Aku gak kenapa - kenapa. Ini juga udah dikasi salep sama Mira."

"Oke, kamu harus pulang." Jahesa bangkit berdiri. Membuang puntung rokok yang masih utuh itu lalu mengambil tasnya dan menarik Rose untuk berdiri.

Rose berdecak kesal. Ia memonyongkan bibirnya imut. "Aku kan baru sampai."

"Gak. Ini udah subuh. Harus pulang. Ga mau tau. Titik." Setelah ucapan itu, Jahesa menggiring Rose lalu keduanya naik ke motor besar kepunyaan Jahesa.

Roseanne terdiam saat Jahesa memakaikan helm miliknya pada gadis itu. Senyum tipis terukir pada bibirnya. Ia senang.

Ini bukanlah ciuman yang menggairahkan.

Bukan pula pelukan bahkan genggaman tangan yang hangat.

Ini hanyalah tentang helm Jahesa yang ia pakaikan pada kepala Rose.

"Jahe-" Roseanne berbicara, lebih seperti berbisik. Jahesa terdiam dan menghentikan kegiatannya itu yang sepertinya pun telah selesai.

Jahesa menatap mata sendu gadisnya. "Iya, sayang?"

Rose menghembuskan napas pelan. Ia balas menatap mata teduh milik Jahesa itu. Tersirat cinta yang begitu tulus pada mata cokelat itu.

































"Hari ini tidurnya di rumah aku, yah?"






































-----

asdfghjkl jangan senyum sendiri
gitu dong. jadi seneng akunya hehe
#dirumahaja

salam 3002,
arga

Dead Man's Feeling ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang