41. Lembaran Baru

942 187 20
                                    

chapternya agak panjang.
awas sakit mata hehehe
feedbacknya jangan lupa.
happy reading,
arga

☆☆☆☆☆

Om Jahesa
| Rose. Maaf aku info dari pesan.
Maaf ngirimnya jam 3 subuh, aku baru selesai belajar:(((

| Kamu sebentar malam bisa nggak aku ajak ke Jakarta? Papa mau kenal sama kamu. Kebetulan kak Ital sama kak Jongin udah balik ke Jakarta.

| Boleh?♡

Rose menghembuskan napas ketika matanya bergerak membaca rentetan kalimat di layar ponsel itu. "Kenapa gue baru baca sekarang?"

"Hisss, ini gimana dong? Mendadak banget!"

Jarinya lalu bergerak mengetik sesuatu disana.

Rose
Jahesa, maaf kayaknya
nggak bisa. Aku belum siap |

Aku nggak bermaksud nolak,
aku benar-benar nggak siap |

Ini agak mendadak |

Ralat, sangat mendadak |


Mata Rose mengitari jalanan besar depan sekolahnya itu. Siang ini terasa panas dan berhasil membuat emosinya membuncah.

"Ni dokter kenapa infonya mendadak banget sih? Gue pake baju apa coba?"

"Ishhh."

"Heh, anak SMA!"

Belum selesai mengomel, Rose sudah dikejutkan dengan kedatangan sebuah mobil yang tiba-tiba saja ada di hadapannya.

"APA?" Respon galak gadis itu ketika mengetahui bahwa lelaki di dalam mobil adalah Jahesa.

"Galak bener neng." Lelaki itu tersenyum tipis.

"Lagi marah."

Ia lantas mengangguk cepat. "Aku jelasin. Masuk mobil dulu."

"Nggak mau. Ibu yang jemput."

"Aku kasitahu tante kalau aku yang jemput. Tante Renata bilang iya."

Alis Rose bertautan. Ia sedikit menunduk agar bisa melihat jelas wajah Jahesa. "Kok kamu udah deket sama ibu?"

"Masuk dulu, Roseanne."

"Hiss." Setelah mulutnya kembali mengomel, gadis itu langsung turun dari trotoar jalan dan masuk ke mobil Jahesa.

Kali ini ia hanya menatap lurus ke depan, membuat pria disampingnya terdiam sembari menyalakan mobil dan lekas mengantar kekasihnya itu.

"Jangan marah yah. Aku juga baru baca pesan papa soal mau ketemu kamu itu pas jam 12 malam."

"Kenapa gak langsung kasitahu aku?" tanya Rose dengan nada tak ramahnya.

"Masih ngumpulin keberanian."

"Jahesa, seriously sampai jam tiga subuh?"

"Iya." Pria itu mengangguk cepat.

Rose mengulum senyumnya tanpa sadar. "Kok kamu gemesin sih."

"Jangan dicubit pipinya."

Perempuan itu menggeleng keras. "Siapa juga yang mau cubit."

Lantunan lagu sendu dari radio yang Rose nyalakan itu menghiasi pendengaran mereka di siang terik.

"Sebentar malam yah?"

Jahesa kembali membuka percakapan, sedang Rose terlihat berusaha menghindar meski akhirnya harus menjawab.

Dead Man's Feeling ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang